Disampaikan pada kegiatan “Pengembangan Koperasi Berbasis
Partisipasi Anggota”
yang dilaksanakan oleh Kementrian Koperasi & UKM RI, di Malang, Jawa Timur, 12-13 Oktober 2012
yang dilaksanakan oleh Kementrian Koperasi & UKM RI, di Malang, Jawa Timur, 12-13 Oktober 2012
A.
Sebentuk Permulaan
Ketika
sebatang sapu lidi berdiri sendiri, maka tak banyak manfaat yang bisa
didpatkan. Tetapi ketika 200 (dua ratus)
batang sapu lidi di satukan dalam
ikatan yang kuat, maka kumuplan lidi itu akan mengalami lomatan kemampuan dan
bisa membersihkan halaman yang luas.
Itulah
perumpamaan yang mudah difahami
dalam menggambarkan sebuah koperasi.
Koperasi lahir untuk peningkatan kesejahteraan segenap unsur organisasinya.
Koperasi berdiri untuk menciptakan
keterjawaban harapan-harapan hidup yang disadari sepenuhnya tidak mungkin
diwujudkan dengan tangannya sendiri karena ragam keterbatasan yang ada. Lewat
berkoperasi kolektivitas terbangun dan penggabungan potensi & energi pun
terjadi dengan sendirinya sehingga perlahan
paduan ini akan melahirkan ragam makna yang membahagiakan anggotanya.
B. Hidup Bersama Adalah Persoalan Keyakinan
Berkoperasi
tak ubahnya seperti kiasan diatas, dimana berawal dari bertemunya beberapa
individu yang berbeda sifat, karakter, latar belakang dan bahkan status sosial yang berbeda. Kesadaran akan
keterbatasan yang ada pada diri masing-masing melahirkan keyakinan bahwa
bersama adalah salah satu jalan keluar mempercepat pencapaian tujuan-tujuan
hidupnya. Di sisi lain, kelebihan yang ada pada masing-masing orang akan
didedikasikan demi kelahiran makna-makna
yang lebih luas.
Kuantitas
interaksi
yang kian meningkat bertahap melahirkan sikap saling mempercayai dan hal ini
membuat komunikasi lebih cair dan berpotensi memunculkan ragam gagasan.
Keyakinan yang terbentuk dari akumulasi konsistensi masing-masing unsur
organisasi menambah kegairahan untuk terus mengembangkan peran dan
partisipasinya dalam mendukung koperasi.
Berkoperasi
adalah tentang hidup bersama dimana di dalamnya terdefenisi tujuan kolektif
sebagai dasar pergerakan. Bersama berarti ikhlas berbagi, baik berbagi dalam
hal tanggungjawab maupun berbagi dalam hal hasil perjuangan. Disamping itu, transparansi
pengelolaan juga mempermudah setiap orang untuk melihat dan menilai capaian
dari kebersamaan sehingga menyemangati setiap orang untuk berbuat lebih ketika
menginginkan makna yang lebih luas. Rasa adil dan di hargai akan memotivasi
setiap orang untuk mengambil peran dan tanggungjawab dalam menjaga dan
menumbuhkembangkan karya-karya yang dihasilkan bersama. Semangat kegotongroyongan
sebagai modal membentuk kekuatan kolektif di dorong menjadi faktor
pembentuk ragam aktivitas sekaligus sebagai sumber kayakinan untuk terus berada
di lingkar koperasi.
C.
Keyakinan Tidak Datang Tiba-Tiba
Koperasi
memang organisasi tidak bebas nilai, tetapi pada nilai-nilai koperasi itulh
sesungguhnya sumber keunggulan yang tidak mungkin bisa disajikan badan usaha
yang lain. Dalam operasionalisasinya, koperasi berjalan dalam lingkar jati diri
yang meliputi defenisi, nilai-nilai dan prinsip-prinsip. Ketiga hal ini lah
yang selanjutnya menjadi pembeda yang nyata dan sekaligus menjadi sumber keunggulan. Dualisme peran anggota
sebagai pelanggan dan juga sebagai pemilik, seharusnya menjadi jaminan bagi
keberlangsungan unit kayanan yang diselenggarakan oleh koperasi.
Berbekal
fakta nyata di berbagai belahan dunia, gerakan koperasi dunia (baca: ICA)
berhasil meyakinkan PBB (perserikatan bangsa-bangsa) bahwa koperasi adalah gerakan sosial yang membentuk
kemandirian kolektif dan melahirkan efek luas bagi kehidupan masyarakat
dunia. Perumusan tujuan dan pencapaian
berbasis kebersamaan serta komitmen tinggi koperasi memegang teguh nilai moral dan etika, terbukti
ampuh menjaga ragam intrik dan penelikungan.
Kalau kemudian mendapati fakta kondisi koperasi kurang menggembirakan,
maka kesalahan sesungguhnya tidak terletak pada kekeliruan konsepsinya, tetapi
kebelum-nemuan pola intrepretasi yang efektif dari konsepsinya ke dataran
operasional. Nilai-nilai pembeda koperasi tidak dipandang sebagai sumber
keunggulan dan bahkan tergoda untuk mengoperasionalkan koperasi layaknya non
koperasi (baca : UD,PT,CV dan lainnya).
Satu
hal yang perlu direnungkan bersama adalah terciptanya pemaknaan koperasi
sebagai badan usaha saja dan terjebak mengejar
pertumbuhan laba yang kemudian didefenisikan dengan istilah SHU. Ironisnya, dalam
proses pembentukan SHU tersebut, anggota diposisikan sebagai konsumen murni
tanpa ada perbedaan perlakukan dibanding konsumen lainnya. Kendali koperasi pun
mutlak di tangan elit organisasi dan RAT (Rapat Anggota Tahunan) dijalankan
sebagai cara menggugurkan kewajiban sebagai intsitusi karena berlabel koperasi.
Praktek-praktek semacam ini masih banyak berlangsung di belahan negeri ini.
Mungkin
akan berbeda hal nya ketika koperasi difahami sebagai kumpulan komitmen
orang untuk hidup bersama dan mengembangkan ragam
aktivitas dalam rangka memenuhi kebutuhan ekonomi, sosial dan budaya segenap
anggotanya. Koperasi akan hadir sebagai mesin penjawab impian yang tak mungkin
diwujudkan dengan sendirian. Ini memang tampak repot diawalnya, karena latar
belakang berbeda mebutuhkan energi yang tidak sedikit dalam proses penyamaan
persepsi. Atas dasar itulah, koperasi seharusnya menyelenggarakan pendidikan
sebelum seseorang sah menjadi bagian
dari koperasi. Pendidikan minimal akan membentuk pemahaman apa, mengapa dan
bagaimana seharusnya berkoperasi. Dengan demikian, koperasi difahami sebagai
organisasi kolektif yang kemajuannya tergantung pada partisipasi segenap
unsur organisasi. Berkoperasi pun akan
difahami sebagai tindakan sadar untuk mengambil tanggungjawab membesarkan
perusahaan yang dimiliki bersama, bukan memposisikan diri sebagai pengamat
dan penikmat saja.
Ketika
pendidikan semacam ini tidak
diselenggarakan, maka bisa dibayangkan semua orang yang berada di koperasi akan
memiliki persepsi yang bervariasi. Demikian halnya dengan ekspektasi (harapan)
setiap orang semata-mata di drive oleh kepentingan sempitnya dan
bahkan sering tak peduli dengan kepentingan anggota lainnya. RAT pun tak jarang
menjelma menjadi media pengadilan pengurus dan pengawas yang menyisakan
perasaan terluka dan mendalam, sebab semua orang melihat koperasi dari
perspestifnya masing-masing. Sampai kapan hal ini akan berlangsung diimana
koperasi dihuni oleh anggota yang tidak memilki keyakinan yang sama..?.
D. Menilik Perilaku Aneh Anggota
Tindakan
merupakan wujud keyakinan dan olah fikir terbaik dari setiap orang. Kalimat ini
menginspirasi untuk menilik dan membedah
beberapa kebiasaan aneh dari anggota koperasi dan mencoba mencari hikmah di
dalamnya, yaitu :
1.
Koperasi menyelenggarakan unit
layanan toko tetapi anggota belanja di toko yang lain
2.
Koperasi menyelenggarakan unit
layanan simpan pinjam, tetapi anggota menyimpan dan meminjam di tempat lain.
3.
KUD menyenggarakan unit layanan
saprodi (sarana produksi) pertanian, tetapi anggota membeli di toko saprodi
lainnya.
4.
Anggota KUD panen padi tetapi menjual
gabahnya kepada tengkulak.
5.
Anggota menginginkan pinjamnnya di
penuhi, tetapi keberatan kalau simpanan wajib di naikkan.
6.
Anggota menuntut SHU banyak tetapi
tidak pernah berpartisipasi.
7.
Anggota begitu aktif mengkritik
pengurus dan pengawas di koperasi tetapi anggota tersebut jarang aktif
bertransaksi di koperasi.
8.
Anggota adalah pemilik sah koperasi,
tetapi sering bersikap mencela koperasi tanpa pernah memberi solusi dan
ketauladanan. Ironisnya, anggota tersebut memilih tetap mempertahankan
statusnya sebagai anggota.
9.
dan lain sebagainya.
Selaku
elit organisasi, pengurus dan pengawas tidak perlu cemas secara berlebihan. Di
satu sisi hal itu menyesakkan dada, tetapi di sisi lain hal itu bisa menjadi
referensi yang menginspirasi gagasan brilian dalam merumuskan formula membahagiakan
anggota. Dalam situasi ini, elit
organisasi harus memunculkan gairah edukatif nya, sehingga ragam aksi anggota
yang tak berpihak ini bisa berbalik menjadi aksi militan dan menjadi pembela
koperasi di barisan depan.
Keluasan
dan kebijakan berpandangan harus dikedepankan, sehingga bisa lebih jernih
melihat akar permasalahannya dan jernih juga dalam merumuskan solusinya. Sebagai stimulan, kejadian-kejadian serupa dan
berulang-ulang tersebut mungkin saja disebabkan oleh beberapa hal yang dijelaskan
berikut ini :
1.
Anggota tidak faham apa, mengapa dan
bagaimana seharusnya berkoperasi. Hal ini akibat anggota tidak di berikan
pendidikan yang merupakan ruh dari sebuah koperasi.
2.
Bertransaksinya anggota ke tempat
lain bisa jadi karena: (i) kelahiran usaha tersebut mungkin tidak melalui
proses duduk bersama sehingga anggota tidak memiliki ikatan emosional yang
kuat terhadap keberadaan unit layanan koperasi; (ii) bisa juga karena perform
usaha koperasi tidak begitu menarik; (iii) bisa juga karena strategi penetapan
harga yang kurang tepat; (iv) bisa juga karena pola komunikasi dan layanan yang
kurang mengistimewakan anggota sebagai pemilik sah koperasi, sehingga anggota
tidak merasakan manfaat lebih di banding bertransaksi di koperasi.
3.
Selain kurangnya pendidikan kepada
anggota, anggota yang vokal bernada miring di RAT juga bisa disebabkan oleh kurangnya informasi
seputar perjalanan dan perkembangan koperasi. Oleh karena itu, sebaiknya
koperasi menciptakan sarana sosialisasi dan edukasi berbentuk bulletin, papan
informasi dan atau bentuk lainnya, sehingga transfaransi pengelolaan akan
mendatangkan keyakinan dan sekaligus membangun pandangan dan sikap positif
terhadap koperasinya.
Namun
demikian, untuk memastikan hal tersebut perlu dilakukan pendalaman lebih jauh
sehingga menemukan akar masalahnya (core problem) nya. Metode continues
improvement (perbaikan terus
menerus) layak diaplikasikan sehingga masing-masing tahapan pembangunan
koperasi terukur dan terkonsolidasi dengan baik.
Pola
pembangunan koperasi berbasis kebutuhan anggota
merupakan cara paling efektif
menumbuhkembangkan keyakinan anggota terhadap keseriusan koperasi
memikirkan dan mengakomodir kepentingan mereka. Ketika anggota merasa bahwa
koperasi peduli terhadap setiap permasalahan yang dihadapi anggota, maka
sentuhan yang berulang akan membentuk dan menumbuhkan keyakinan anggota
terhadap koperasinya.
Untuk
mendukung hal tersebut, komunikasi intensif, baik formal maupun informal, perlu
dikembangkan di kalangan anggota sehingga keberpihakan atas setiap aktivitas yang
dijalankan koperasi akan tumbuh berbanding lurus dengan kuantitas
dan kualitas komunikasi yang berlangsung di keseharian koperasi.
E.
Penghujung
Satu
hal patut menjadi catatan penting, pertumbuhan keyakinan anggota lahir dari
konsistensi komunikasi yang berlangsung dalam iklim demkoratis yang mampu meng-akomodir
ragam perbedaan. Selamat berjuang mewujudkan koperasi yang meng-anggota melalui
keyakinan anggota yang terus tumbuh kepada koperasi.
Pada
akhirnya, koperasi ideal adalah ketika koperasi berhasil memerankan diri
sebagai penyerap aspirasi bagi setiap
anggota yang kemudian ditindaklanjuti ke dlam aktivitas yang mendukung peningkatan kualitas hidup anggota dalam arti
seluas-luasnya....KAH....????
Posting Komentar
.