BERWIRAUSAHA BERBASIS KOLEKTIVITAS | ARSAD CORNER

BERWIRAUSAHA BERBASIS KOLEKTIVITAS

Selasa, 25 September 20122komentar


BERWIRAUSAHA DALAM KEBERSAMAAN
MELALUI KOPERASI SISWA

Disampaikan pada acara “gelar Kompetensi Koperasi Siswa Se-Jawa Dalam Rangka Peringatan Tahun Koperasi International (IYC) 2012, di Hotel Grand Lembang-Bandung Jawa Barat, 26 September 2012


A.  Pembuka
Dari tinjauan bahasa, wirausaha berasal dari kata wira yang berarti mandiri dan usaha yang berarti upaya membangun sesuatu.  Wirausaha juga sering didefenisikan sebagai usaha untuk membangun kemandirian. Dalam permaknaan umum, wirausaha sering diidentikkan dengan bisnis, sehingga belajar wirausaha selalu dihubungkan dengan belajar membentuk sebuah bisnis dengan harapan akan mendapatkan hasil untuk memenuhi kebutuhan hidup.  Sementara itu, dari tinjauan praktis, wirausaha sering di identikkan dengan semangat untuk  membangun kemandirian berbasis kreativitas.  Bagaimana dengan defenisi anda???


Apapun defenisi anda tentang “wirausaha” boleh-boleh saja, sepanjang  “menyemangati” untuk menjadi pribadi yang mandiri dan penuh kreativitas berujung karya nyata. Namun demikian, ketika defenisi tanpa diikuti aksi, maka semua hanya sebatas mimpi. 

B.  Siapapun Bisa Berwirausaha
 
Semua orang  berpeluang menjadi wirausahawan (sebutan bagi orang yang berwirausaha) sepanjang punya kemauan untuk melakukannya.  Jadi kuncinya adalah pada “kemauan”. Berwirausaha tidak memerlukan ijazah, tetapi dalam menjalaninya memerlukan ilmu pengetahuan. Perbedaannya adalah kalau ijazah mutlak di dapat dari lembaga pendidikan formal, sedang pengetahuan bisa didapat dari mana saja, bisa lewat membaca, melihat, mendengar, rajin bertanya dan lain sebagainya.  Berwirausaha juga tidak men-syaratkan surat lamaran sebagaimana halnya memasuki dunia kerja. Jadi syaratnya hanya “kemauan” dan bisa dilakukan kapanpun anda ingin memulainya. Persoalannya adalah apakah anda benar-benar memiliki kemauan???. Pastikan hal itu sebelum anda memulainya, sebab kemauan itu harus berdasarkan keyakinan dan kesadaran dari diri sendiri.

C.  Memulai Wirausaha
Dari sisi waktu, wirausaha bisa dilakukan kapanpun anda ingin untuk memulai, namun persoalannya bagaimana memulainya?. Para pebisnis kawakan berfatwa bahwa mulailah dengan kata siapa (who) dan bukan kata apa (what). Artinya, mulailah dari siapa yang anda targetkan  untuk dilayani. Kemudian identifikasi apa yang sekiranya menjadi kebutuhannya. Selanjutnya tetapkan “apa” yang akan anda tawarkan dari rangkaian kebutuhan hasil identifikasi. Disisi lain, anda harus mengenali betul karakter orang yang akan dilayani, sebab hal ini akan mempengaruhi bagaimana (how) cara anda melayaninya.  Dengan demikian, kehadiran anda di hadapan konsumen akan lebih berpeluang untuk diterima dan atau bahkan di nantikan kehadirannya.

D.  Mengasah Instuisi
Sebuah pepatah mengatakan bahwa pisau yang tajam kalau tidak di asah akan tumpul, sebaliknya pisau yang tumpul kalau diasah terus menerus pasti menjadi tajam. Pepatah ini sangat tepat untuk menyemangati wirausahawan untuk terus mempertajam instuisinya,  khususnya membaca peluang .

Sebagai stimulan, peluang bisa bersumber dari realitas (situasi dan kondisi) atau bisa juga  diciptakan. Sebagai contoh pasar malam yang dipenuhi pengunjung bisa menginspirasi peluang berdagang jajan atau mainan anak. Pada musim pilkada (pemilihan kepala daerah) bisa memunculkan bisnis spanduk dan percetakan. Pada musim hujan memunculkan bisnis payung atau jas hujan. Pada musim masuk sekolah memunculkan peluang usaha perlatan/perlengkapan sekolah. Pada musim piala dunia juga memunculkan penjualan kaos/seragam bola tim peserta piala dunia. Pada saat menjelang lebaran memunculkan bisnis pakaian dan kue. Banyak lagi bisnis yang lahir dari situasi dan kondisi. Sementara itu peluang juga bisa diciptakan, misalnya membuat alat pengirit bensin berbasis teknologi, membuat mobil (seperti mobil SMK)  dengan harga lebih murah dibanding mobil lainnya, membuat kerajinan tangan dari barang-barang bekas dan lain sebagainya.  Jadi, anda tinggal memilih apakah memanfaatkan situasi kondisi ataukah menciptakan peluang itu sendiri. Semua tergantung anda. Anda juga bisa menggunakan strategi 3M , yaitu melihat, meniru dan menambahkan dari bisnis yang mungkin anda lihat di sebuah tempat yang ramai pengunjungnya. 

Intinya, ketika anda ingin mengasah instuisi bisnis, cobalah berfikir bagaimana memanfaatkan atau menciptakan peluang  dari apa saja yang  anda lihat, anda dengar dan bahkan anda rasakan. Semakin sering anda melakukannya, semakin tajam instuisi bisnis anda. Berkenan KAH??

 E.  Peluang Siswa SLTA Berwirausaha
Seperti dijelaskan di sebelumnya, berwirausaha bisa dilakukan siapapun, termasuk seorang siswa SLTA sekalipun. Semua tergantung “kemauan”  untuk memulainya.  Anda diberikan Tuhan hidup 24 (dua puluh empat) jam dalam sehari semalam, adakah waktu tersisa disamping pemanfaatannya untuk bersekolah dan mengerjakan tugas-tugas  di rumah.?

Saatnya anda melakukan “analisa efektivitas” pemanfaatan waktu dan temukan berapa jam rata-rata dalam sehari waktu terbuang dan tidak jelas pemanfaatannya. Bayangkan kalau waktu terbuang itu dimanfaatkan untuk menekuni wirausaha, capaian apa yang  mungkin anda raih dalam satu tahun berikutnya??.

Sebagai orang  yang masih berpredikat sebagai pelajar, ada beberapa manfaat yang bisa diraih disamping berpeluang mendapatkan hasil berbentuk keuntungan, antara lain yaitu :
1.       membentuk mentalitas tangguh. Perlu menjadi catatan dalam menjalankan  wirausaha, terkadang menemuin keberhasilan dan kegagalan. Terkadang orang merespon positif dari apa yang anda tawarkan dan mungkin saja di lain waktu  tawaran anda di tolak mentah-mentah. Ketika anda memilih tidak menyerah dan terus berupaya, tanpa disadari pengalaman-pengalaman bathin itu akan membentuk mental menjadi tangguh.  
2.       membentuk disiplin diri. Dengan memanfaatkan sisa waktu berwirausaha setiap pulang sekolah secara konsisten, anda akan menjadi pribadi disiplin dan hal ini sangat membantu dalam meraih kesuksesan di kemudian hari.   
3.       belajar komunikasi produktif. Lewat berwirausaha, anda akan terbiasa  berkomunikasi dengan banyak orang dengan karakter yang berbeda. Hal ini akan membuat pribadi anda lebih mudah beradaptasi pada segala suasana.  
4.       Belajar kepemimpinan. Menawarkan sesuatu  berarti anda belajar mempengaruhi orang lain.  Mengingat bahwa setiap orang mempunyai karakter berbeda-beda, maka  anda dituntut keadaan untuk melakukan pendekatan dengan cara berbeda pada orang yang berbeda.  Pada saat anda mempengaruhi orang lain, pada saat yang sama anda sesungguhnya sedang belajar kepemimpinan, sebab inti kepemimpinan adalah “mempengaruhi” orang lain.
5.       dan lain sebagainya

Di tilik dari kebaikan-kebaikan berwirausaha, baik dari sisi produktivitas maupun pembentukan krakter diri,  bukankah sebuah kekeliruan ketika anda tidak memanfaatkan waktu untuk memulainya sesegera mungkin???. Ataukah anda menunggu waktu memaksa anda untuk melakukannya???.

F.  Berwirausaha Berbasis Kebersamaan
Bayangkan sebuah halaman luas dibersihkan sengan satu batang  lidi, kira-kira berapa jam yang diperlukan untuk bisa melihat halaman menjadi bersih. Kemudian, bayangkan ketika 200 batang lidi di satukan dalam ikatan yang kuat, seberapa cepat anda akan mendapatkan halaman  itu menjadi bersih. Inilah penggambaran yang tepat tentang dahsyatnya sebuah kebersamaan.

Kebersamaan identik dengan penyatuan potensi yang juga berarti mempertinggi peluang untuk melahirkan karya-karya yang lebih besar dan bermakna dibanding dengan sendirian. Dengan kebersamaan, satu sama lain akan saling mengisi sehingga saling memperkuat.  

Sebagai wirausahawan pemula berstatus pelajar, memulai wirausaha  dengan berkelompok (baca: kebersamaan) adalah cara tepat untuk memulai. Disamping meminimalisir resiko, dengan berkelompok  potensi keterkikisan semangat lebih kecil sebab ketika salah satu berada pada titik law spirit (lagi kurang bersemangat alias bad mood) maka yang lain akan mengambil peran untuk menyemangati. Disisi lain, berwirausaha berkelompok juga akan melatih kebiasaan berbagi, baik berbagi tugas dalam hal tanggungjawab maupun berbagi dalam  hal hasil akhir (positif atau negatif). Disamping itu, dalam sebuah kelompok  biasanya terbentuk  struktur yang berfungsi sebagai salah satu alat  membangun ikatan emosional kolektif  dari segenap unsur yang terlibat didalamnya. Lewat kebersamaan, setiap orang akan terlatih bagaimana mengelola  organisasi dan juga menyatukan energi dari karakter yang beragam.  Setiap orang akan terlatih membangun tanggungjawab lewat pola-pola distribusi peran proporsional untuk tujuan kolektif yang proses pedefenisiannya melaui musyawarah untuk mufakat . Setiap orang pun akan terlatih menjadi pribadi terbuka lewat pola evaluasi berjama’ah atas capaian-capaian kolektif yang merupakan indikator obyektif  keterbangunan  kualitas kerjasama diantara mereka. 

Kebersamaan semacam ini biasanya berbentuk koperasi siswa atau dikenal dengan istilah kopsis. Sebagai koperasi berbasis anggota berstatus pelajar, kopsis sangat strategis dijadikan sebagai media menumbuhkembangkan kewirausahaan. Lewat memerankan diri  Sebagai laboratorium, kopsis bisa menjadi wadah penyerapan ragam gagasan dan menindaklanjutinya menjadi satu aktivitas tersistematis dengan tetap memegang teguh prinsip-prinsip efisiensi, efektivitas dan produktivitas.  

 G.  Peluang Koperasi Siswa Berkembang
Dalam tinjauan peluang , koperasi Siswa (selanjutnya di sebut kopsis) memiliki peluang besar untuk berkembang sebab disatu sisi kopsis di huni orang-orang (baca: siswa) yang berpotensi untuk di mobilisasi dan di sisi lain kopsis juga berada di lingkungan sekolah dimana terdapat para pendidik (baca: guru) yang concern mengasah potensi dan bakat yang ada pada siswa siswa, termasuk dalam hal kewirausahaan

Sebagai koperasi kader, kopsis memiliki peran strategis dalam pengembangan kewirausahaan bagi segenap siswa.  kopsis berpotensi media bagi setiap letupan gagasan yang tidak hanya akan meningkatkan variasi aktivitas produktif kopsis saja, tetapi juga sekaligus meningkatkan kapasitas usaha kopsis  itu sendiri.

Tantangannya adalah seberapa bisa pola pengelolaan kopsis memerankan diri sebagai motivator bagi lahirnya gagasan-gagasan baru berbasis talenta (bakat) siswa dan sekaligus memfasilitasi gagasan tersebut ke dalam aksi nyata yang terencana.  Sinergitas antara guru selaku pembina dan siswa selaku subyek sekaligus obyek kopsis itu sendiri menjadi kunci keterbangunan sebuah kopsis yang tangguh.

Sebagai gagasan awal dalam membangun kopsis berbasis talenta kewirausahaan siswa, beberapa pemikiran tentang pengembangan kopsis dijelaskan berikut ini :
1.             Kopsis sebagai pendorong  gairah kewirausahaan. Berwirausaha adalah tentang semangat menciptakan sesuatu atau menambah nilai atas sesuatu. Oleh karena itu, kopsis selayaknya menciptakan iklim kondusif melalui penanaman budaya kreatif di lingkungan sekolah. Berbagai langkah harus diformulasikan sehingga terbangun image bahwa berwirausaha adalah sebuah pilihan mulia dan terbuka kapanpun untuk memulainya. Para siswa di dorong untuk lebih percaya diri dan memiliki keberanian untuk mengemukakan gagasannya sekaligus bertanggungjawab mewujudkannya. 
2.             Kopsis sebagai penyanggah likuiditas bagi gagasan-gagasan baru. Lewat mengembangkan budaya menabung di kalangan anggota (baca: siswa/i)  , maka akan terkumpul sejumlah potensi modal yang bisa dioptimalkan bagi penciptaan daya dorong tumbuhnya gagasan-gagasan kewirausahaan. Untuk meminimalisir resiko, setiap daya dukung finansial yang akan diberikan, terlebih dahulu dilakukan pengkajian kelayakan atas setiap gagasan yang muncul.
3.             Kopsis sebagai pemasar (marketer) bagi produk-produk hasil karya siswa. Dalam tinjauan marketing, sebenarnya siswa tidak hanya bisa berperan sebagai subyek (kreator) dari kelahiran sebuah komoditas wirausaha, tetapi juga berpotensi sebagai obyek (target market) dari komoditas wirausaha itu sendiri. Keluarga siswa juga potensi market yang sangat dekat dengan kopsis.  Bahkan lebih dari itu, siswa juga berpotensi sebagai agen pemasaran dari komoditas yang dihasilkan siswa lainnya. Pada titik inilah kopsis dituntut mampu memerankan diri sebagai  pemasar yang handal bagi  produk atau jasa yang merupakan karya siswa/i yang nota bene adalah anggota koperasi itu sendiri. Kopsis juga bisa membantu siswa dalam hal packaging sehingga produk atau jasa yang dihasilkan siswa lebih marketable. Packaging tidak terbatas pada pengemasan tetapi bisa juga berbentuk penyatuan antar produk  yang memiliki relevansi atau saling berhubungan.  Kopsis juga bisa memperluas market dengan menjalin kemitraan mutualisme dengan insitusi bisnis lainnya, khususnya dalam hal pemasaran produk-produk hasil siswa. Dengan demikian antara  siswa dan kopsis akan terbentuk distribusi peran yang saling memperkuat dalam ikata emosional yang hangat. 
4.     Kopsis sebagai edukator bagi peningkatan kualitas talenta wirausaha siswa. Dunia wirausaha penuh dengan dinamika dan cenderung di drive oleh pasar yang begitu dinamis..  Oleh karena itu,  setiap wirausahawan dituntut memiliki kemampuan beradaptasi dengan dinamika suasana. Pada titik ini, kopsis bisa memerankan diri sebagai pemberi informasi tentang dinamika pasar kepada siswa (selaku produsen) dan selanjutnya membimbing siswa dalam melakukan penyesuaian-penyesuaian, baik dari sisi kualitas produk maupun dari pola penyajian kepada market. 

H. Penghujung ; sebentuk khayal indah tentang sekolah gratis
Pengembangan kewirausahaan di kalangan siswa akan memiliki relevansi dengan perkembangan kopsis ketika siswa selaku anggota tidak hanya di posisikan sebagai obyek (baca: pelanggan) dari kopsis, tetapi juga diperankan sebagai subyek yang didorong untuk ikut mengembangkan kopsis lewat pengembangan diri mereka sendiri, khususnya di bidang kewirausahaan.  

Terlepas Pemerintah bermaksud menyelenggarakan sekolah gratis secara bertahap, sebenarnya SLTA-SLTA berpotensi melakukan hal sama melalui menumbuhkembangkan kewirausahaan dikalangan siswa. Mewujudkan hal ini memang bukan perkara mudah, namun demikian dengan bermodalkan sinergitas antara sekolah, para guru dan segenap siswa bukan tidak mungkin diwujudkan tanpa menghilangkan identitas sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan. Bagaimana kewirausahaan dipersepsikan segenap stake holder sekolah sebagai bagian dari sistem pendidikan merupakan hal pertama yang harus dilakukan. Dengan demikian, segenap stake holder sekolah tidak bersikap dualisme memandang segala langkah-langkah pengembangan kewirausahaan di lingkungan sekolah.  Hal ini memerlukan sosialisasi dan edukasi tentang  pentingnya kewirausahaan dan nilai-nilai kebaikan. Kampanye ini tidak cukup hanya dilakukan sebatas lingkungan sekolah (guru dan murid) tetapi juga pada segenap orang tua dan masyarakat.

Setelah mindset dan keberpihakan terhadap kewirausahaan terbentuk, langkah selanjutnya adalah memerankan sekolah sebagai agen pembentuk semangat berwirausahaan dan memerankan  kopsis sebagai tempat uji efektivitas aplikasi pendidikan kewirausahaan. Dengan demikian, keterkaitan proses pendidikan dan pertumbuhan kopsis menjadi begitu kuat. Kualitas sinergitas antara sekolah dan kopsis akan berbanding lurus dengan tumbuhkembangnya budaya berwirausaha dikalangan siswa. Artinya, semakin mem-budaya nya wirausaha di kalangan siswa berarti semakin tingginya produktivitas dari optimalisasi setiap talenta  wirausaha siswa dan sekaligus efektivitas pola edukasi yang diselenggarakan oleh sekolah.

Khusus di kalangan siswa, pertumbuhan produktivitas (hasil) dari aktivitas berwirausaha ini selanjutnya dihubungkan dengan pembangunan spirit kemandirian secara bertahap dan berkesinambungan. Dengan mengembangkan tanggungjawab pribadi dan sikap empati  terhadap orang tua yang setiap harinya harus bekerja keras demi masa depan anak-anaknya, perlahan akan muncul kesadaran untuk ikut meringankan beban orang tua lewat aktivitas kwerausahaan. Ketika hal ini diwujudkan, maka bukan hal mustahil produktivitas setiap siswa akan menyamai atau bahkan melampaui biaya sekolah yang harus dibayarkan setiap bulannya. Pada titik ini “sekolah gratis berbasis kewirausahaan” bisa diwujudkan.  

Keterwujudan mimpi diatas akan memiliki multiplier efek, khususnya keterjawaban output sistem pendidikan dalam membentuk karakter pribadi  mandiri, bertanggungjawab dan kreatif. Lebih dari itu, keberhasilan ini juga berpeluang menciptakan bola salju produktivitas yang berujung pada menunurunnya angka pengangguran lewat pelibatan anggota masyarakat dalam proses produksi.  Hal ini pun akan berefek pada keterjagaan iklim kondusif dari masyarakat, karena produktivitas memiliki relevansi dengan penurunan kerasahan sosial.

Hal ini memang memerlukan waktu, tetapi komitmen tinggi  dan konsistensi untuk mencari formula yang lebih efektif (baca: continues improvement), akan memperbesar peluang keterwujudannya. Adalah keinginan semua orang untuk hidup dalam iklim yang kondusif, tetapi ketika setiap orang mengambil tanggungjawab untuk berpartisipasi, dipastikan hal itu tidak sebatas keinginan. Keberhasilan bukanlah sebentuk hadiah yang hadir tanpa musabab, tetapi merupakan akibat positif dari efektivitas langkah dan kesungguhan dalam menggapai sesuatu.

Demikian beberapa pemikiran sederhana tentang menumbuhkembangkan kewirausahaan berbasis kolektivitas di lingkungan koperasi siswa. Semoga menginspirasi kebaikan, baik bagi pertumbuhan koperasi siswa secara kelembagaan maupun bagi kelahiran para wirausahawan handal yang memiliki karya nyata dan juga menciptakan peluang kehidupan bagi lainnya.  Amin.


Lembang, 26 September 2012
Penyusun,


Muhammad Arsad Dalimunte,SE,Ak

Korespondensi :

Email dan fb   : dafarafi@yahoo.co.id
Blog                     : www.arsadcorner.com


GALLERY
Share this article :

+ komentar + 2 komentar

25 Februari 2013 pukul 21.51

artikel yg bagus...

25 Februari 2013 pukul 22.03

terima kasih atas apresiasinya..semoga kesuksesan senantiasa menghadiri hidup kita...aminn..

Posting Komentar

.

 
Copyright © 2015. ARSAD CORNER - All Rights Reserved