Oleh-Oleh Lebaran......
Terimakasih Pembokap...
Semua karena si pembokat pulang kampung berlebaran...
Hmmm...situasi semacam ini dialami banyak keluarga pasca masa berlebaran seperti
sekarang-sekarang . Kondisi ini telah menyadarkan para majikan bahwa peran si ija, si inem, si yulas, si
neng dan si mang begitu luar biasa dalam keseharian dan stabilitas iklim sebuah
keluarga. Sepertinya, lebih layak sang majikan dulu yang memohon maaf lahir
bathin kepada para pembokapnya. Di sisi lain, peran strategis mereka juga
selayaknya dijadikan momen mengkaji ulang tingkat kelayakan salary yang di
terima pembantu setiap bulannya. Bahkan, momen ini bagus dimanfaatkan untuk berfikir ulang dan
menggagas penggantian fasilitas minim di kamar mereka.
Kericuhan suasana rumah akibat kebelum hadiran pembokat, selayaknya menjadi
pengingat dan penyegar kesadaran akan
pentingnya memanusiakan mereka sebagai kebutuhan yang sebenarnya melekat pada
setiap diri makhluk Tuhan bernama manusia. Atau, kata “pembantu atau pembokap”
di musnahkan saja sebab sangat lekat dengan makna kasta rendah dari struktur
sosial kemasyarakatan. Ada baiknya merubah “persepsi dan apresiasi”
terhadap mereka, sehingga membuat mereka merasa lebih diapresiasi. Mungkin
bukanlah sebuah keburukan ketika memandang dan memperlakukan mereka sebagai
bagian dari keluarga. Panggilan bi atau mang layaknya diganti dengan panggilan
mbak, mas, aa atau lainnya yang
membangun kesan lebih mengangkat harkat martabat dan membuat mereka
lebih bersemangat.
Dalam pandangan yang lebih jauh, peran mereka yang begitu besar, khususnya
dalam menemani dan mengikuti perkembangan anak sang majikan di setiap harinya menggiring
pemikiran bahwa masa depan bangsa ini di pengaruhi oleh kualitas para pembokap
itu. Karena generasi berikutnya yang akan melanjutkan estafet bangsa ini
sebagian besar adalah buah karya mereka. Kesimpulan ini tak berlebihan, karena
kebanyakan orang tua (suami istri) lebih sedikit waktunya bersama anak ketimbang pembantu.
Mungkin ada pembelaan bahwa 1 jam bersama orang tua jauh lebih berkualitas
dibanding 8 (delapan) jam bersama pembantu. Semoga memang begitu adanya,
sehingga waktu yang singkat bersama anak tetap mendominasi faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan sang anak.
Teringat dengan visi microsft yang
mentargetkan “ satu rumah satu komputer”. Sepertinya capaian visi microsoft
itu telah didahului oleh para pembokap yang di setiap rumah tangga hampir ada minimal
satu orang dan atau bahkan lebih.
Tak terbayang kalau mereka bersatu dan membangun panji-panji harga diri,
bisa jadi hal ini mempengaruhi kondisi perekonomian nasional. Namun, karena
mayoritas dari mereka adalah kelompok low educated membuat hal itu hampir
mustahil terjadi. Mereka akan tetap menjadi kaum marginal yang dipaksa keadaan
menerima kenyataan hidup sebagai struktur terendah tanpa advokasi kecuali dari
Tuhan atau dari majikan yang ber-Tuhan. Pilihan
yang tersedia hanyalah menerima keadaan, memaki kenyataan tanpa merubah
perasaan, berpindah dari satu majikan ke majikan lain berharap perbaikan taraf
hidup, atau berharap lelaki idola di kampung segera menikahinya sehingga bisa meninggalkan
profesi pembantu dan menggantungkan hidup kepada sang lelaki sekaligus menjadi
ibu rumah tangga.
Kesabaran mereka atas karakter majikan dan segenap anggota keluarga yang
berbeda-beda dan keikhlasan mereka yang tak jarang dijadikan pelampiasan
kepenatan urusan kantor, sepertinya layak dijadikan dasar peningkatan apresiasi
terhadap mereka, baik apresiasi dalam sikap, fasilitas bahkan salary. Mereka
hampir dipastikan orang-orang berpendidikan rendah, tetapi peran besar mereka
dalam sebuah keluarga membuat mereka layak diapresiasi dari sisi rasa dan
kemausiaan.
Semoga saja mereka tak diliputi lelah sehingga memanfaatkan liburan lebaran
sebagai moment pengunduran diri. Semoga saja ragam tekanan selama dirumah
majikan tidak menjadi dendam berujung doa yang tidak baik...he2 (ngancam
nih...). Semoga sang majikan bukanlah perwakilan Tuhan yang ditugaskan sebagai
pembangun kesabaran dan keikhlasan dikalangan para pembokap. Semoga bukan hanya
mereka yang berhak menikmati surga
karena mereka terlatih mengimplementasikan “ikhlas dan sabar” dalam
keseharian hidupnya. Sepertinya, doa yang terbijak adalah semoga sang majikan,
segenap anggota keluarga yang didalamnya terdapat pembantu akan masuk surga
secara bersama-sama. Aminn..
Sebagai penghujung, dalam sebuah diskusi ringan, seorang sahabat berstatemen bahwa “lamanya seorang pembokap bertahan
di sebuah keluarga menggambarkan kualitas dari keluarga tersebut”. Saya
tak begitu faham maksud kalimat itu, tetapi berupaya untuk terus mencari makna
dari kalimat bijak itu.
Posting Komentar
.