PERKUATAN KELEMBAGAAN & USAHA KUD (KOPERASI UNIT DESA) | ARSAD CORNER

PERKUATAN KELEMBAGAAN & USAHA KUD (KOPERASI UNIT DESA)

Rabu, 25 April 20120 komentar


Diampaikan pada agenda Diklat “Revitalisasi Dalam Rangka Perkuatan Kelembagaan & Usaha KUD” yang dilaksanakan oleh Dinas Koperasi dan UMKM Propinsi, Jawa Tengah
 di Kab. Purbalingga, Hotel Kencana, 25 April 2012

 A.  Sebentuk Review Sebagai Awalan
Di dalam torehan sejarah perkoperasian Indonesia, KUD (Koperasi Unit Desa) pernah mengalami apa yang di sebut masa keemasan. Saat itu, KUD sukses tampil dengan ragam aktivitas  yang  sangat relevan dengan kebutuhan masyarakat. Daya dukung pemerintah pun luar biasa dan beberapa paket regulasi diterbitkan untuk mendorong laju pertumbuhan KUD, mulai dalam hal permodalan, usaha dan lain sebagainya.

Seiring berjalannya waktu, sepertinya banyak KUD yang mulai meredup dan bahkan sebagian seperti hidup segan mati tak mau. Kejayaan masa lalu seperti lenyap ditelan bumi. Pegiat koperasinya pun seperti kehilangan gairah untuk bertahan dan bahkan memilih meninggalkan medan perjuangan sebelum perang usai . Kondisi ini membuat KUD kian terpuruk dan  kehilangan arah. Situasi ini sangat disayangkan, padahal bila ditinjau dari filosophy dan konsepsinya KUD memiliki nilai strategis dan padanya melekat beberapa potensi yang  bisa dimanfaatkan untuk bertahan dan bahkan berkembang.   

Beberapa tahun terakhir ini, pemerintah mencoba melakukan serangkaian upaya menghidupkan kembali KUD yang kemudian dikemas dalam judul “revitalisasi”. Harapan baru pun muncul dan tampaknya langkah pemerintah ini disambut para pegiat koperasi dengan penuh semangat. Satu hal yang menjadi perhatian dan mensikapi tumbuhnya kembali gairah pegiat koperasi, yaitu tentang “motivasi dasar” yang melatarbelakangi keterlahiran “semangat” itu sendiri. Sebab, bila ternyata motivasi ini didorong oleh adanya peluang berbagai “fasilitas pemerintah”, maka berharap KUD berjaya kembali sepertinya hanya sebatas khayal. Kita masih ingat saat pemerintah mengeluarkan berbagai  scheme fasilitas diawal reformasi. Saat itu, koperasi tumbuh bagaikan jamur di musim hujan. Beberapa waktu kemudian, satu persatu rontok dan bahkan tak sedikit  yang menyisakan masalah hingga kini.

Tak ada yang menginginkan ragam kesedihan itu menjadi bagian dari sejarah perjalanan KUD, namun pilihan yang tersedia saat ini adalah “mengambil hikmah”. Sejarah kelam  bukan pembenar untuk berhenti, tetapi harus dijadikan bahan auto koreksi sekaligus menjadikannya sebagai sumber energi untuk menciptakan perubahan yang lebih berpengharapan. 


B.  Kembali Ke Konsepsi Jati Diri sebagai Tema Perjuangan
Koperasi bukanlah organisasi bebas nilai. Artinya, koperasi terikat pada defenisi, nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang terkonsep dalam “Jati Diri Koperasi”. Dengan demikian, apapun langkah-langkah yang dikembangkan dan aktivitas-aktivitas yang dijalankan harus me-referensi pada konsepsi jati diri itu sendiri.  

Fakta menunjukkan, saat ini banyak koperasi mengalami krisis jati diri. Akibat nyata dari situasi ini adalah belum terlihatnya perbedaan yang nyata antara koperasi dan non koperasi. Dalam mengembangkan ragam strategi, koperasi sering terjebak pada pertimbangan ekonomis semata layaknya non koperasi. Arah organisasi relatif hanya ditentukan oleh para elit organisasi (baca : pengurus dan pengawas) dan sangat jarang melibatkan anggota yang sesungguhnya subyek dan obyek pembangunan koperasi itu sendiri. Sulit mendapati kolektivitas (kebersamaan) secara nyata dan bahkan sering anggota dijadikan obyek aktivitas koperasi untuk kepentingan pertumbuhan laba. SHU (Sisa Hasil Usaha) hanya dijadikan istilah pembeda dengan non koperasi. Filosopi yang terkandung dalam istilah SHU itu tidak lagi mampu menyemangati berbagai rumusan pengembangan. Interaksi yang terjadi pun adalah transaksi rasional dan jauh dari semangat kepemilikan. Intinya, Pemberdayaan (empowering) sebagai ciri koperasi belum terlihat.   

Banyak koperasi telah terjebak dalam praktek kapitalisme yang mementingkan pertumbuhan laba. Nilai-nilai keunggulan yang terkandung dalam konsepsi jati diri ditinggalkan dan akibatnya koperasi masuk ke dalam persaingan terbuka (face to face) dengan non-koperasi. Ironisnya, koperasi sulit memenangkan persaingan dan tetap dalam posisi terpuruk.

Semua ini bermula dari pemahaman yang keliru tentang apa, mengapa dan bagaimana seharusnya berkoperasi. Kekeliruan pemahaman ini semakin mendapat suntikan energi dengan berkembangnya paradigma hidup individualis dan hedonisme. Akibatnya, spirit kebersamaan, kegotongroyongan dan kesetiakawanan yang menjadi ciri khas koperasi perlahan menipis.

Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya-upaya konstruktif untuk mengembalikan koperasi ke konsepsi jati dirinya. Sebab pada koperasi ber-jati diri lah layak berharap kedahsyatan dan kebermanfaatan berkoperasi sesungguhnya. Koreksi bijak harus dilakukan melalui “ketauladan berkarya” sehingga menginspirasi koperasi lainnya untuk berbuat sama.


C.  “Penguatan Kelembagaan” Sebagai  Titik Masuk Untuk Kembali
Tokoh Kopeasi Alm. Ibnu Soedjono pernah menuliskan di salah satu bukunya bahwa “investasi apapun akan menjadi salah pada organisasi/kelembagaan yang salah”.  Pesan ini menegaskan bahwa kesuksesan sebuah investasi (dalam arti luas) sangat ditentukan oleh kualitas organisasi/kelembagaannya. 

Me-referensi alinea diatas, ketika koperasi ingin mewujudkan mimpinya, maka syarat pertama yang harus terpenuhi adalah organisasi/kelembagaan yang sehat. Untuk itu, dalam rangka mengembalikan koperasi kepada konsepsinya, yang perlu dilakukan pertama kali  adalah membangun “kapasitas kelembagaan”. 

Kelembagaan atau organisasi itu ibarat sebuah rumah yang  bisa melindungi dari hujan dan panas, enak dilihat dan nyaman ketika dimasuki. Disamping itu, rumah itu harus dilengkapi rangkaian pengamanan sehingga sulit ditembus oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab.

Oleh karena itu, mengingat koperasi adalah organisasi yang selalu mengedepankan kolektivitas (kebersamaan), maka ada beberapa hal  yang perlu menjadi prioritas dalam membangun kapasitas kelembagaan/organisasi koperasi, antara lain :
1.       Pernyamaan persepsi.  Kepada segenap unsur organisasi perlu difahamkan bahwa koperasi adalah kumpulan orang dan bukan kumpulan modal.  Saat ini, mayoritas pegiat koperasi masih memandang koperasi sebagai kumpulan modal. Akibatnya, koperasi tergiring dalam wilayah pertumbuhan SHU dan dalam pencapaiannya sering melupakan nilai-nilai perjuangan koperasi dan cenderung mengeksploitasi anggotanya. Ironisnya, SHU yang diharapkan sering  tak mewujud sehingga yang ada hanyalah  kekecewaan ber-ulang.
2.       Memahami “apa, mengapa dan bagaimana” seharusnya berkoperasi.  Pemahaman ini selanjutnya akan membentuk tindakan yang berpihak pada pertumbuhan organisasi yang kemudian berimplikasi pada pertumbuhan usaha koperasi.
3.       Mengembangkan Partisipasi. Bergabung ke dalam koperasi berarti secara sadar mengambil tanggungjawab untuk ikut membesarkan organisasi dan usaha. Untuk itu, segenap unsur organisasi hendaknya mengembangkan partisipasinya, baik dalam tahapan “perumusan tujuan” maupun dalam proses “pencapaian tujuan”. Dengan demikian, apapun capaian dari sebuah koperasi, difahami dan dimaknai sebagai  hasil karya bersama (kolektif).
4.       Menjadi “agen efektif”. Anggota adalah subyek dan obyek pembangunan koperasi itu sendiri. Oleh karena itu, kualitas dan kuantitas kesadaran menjadi kunci pertumbuhan dan perkembangan kapasitas organisasi/kelembagaan koperasi. Semua unsur organisasi harus menjadi agen penyampai nilai-nilai kebaikan koperasi kepada anggota lainnya sebagaimana juga anggota menjadi agen penyampai ragam masukan dan gagasan dari anggota kepada segenap perwakilan anggota (pengurus dan pengawas).    
5.       dan lain sebagainya.

Idealnya, pengetahuan tentang koperasi tersebut dimulai sejak pertama kali seseorang bergabung dengan koperasi. Untuk itu, “edukasi/pendidikan” yang terus menerus menjadi kunci utama dalam membangun kapasitas organisasi/kelembagaan. Jika hal ini tidak dilakukan, maka bisa dibayangkan sebuah koperasi akan menjadi kumpulan orang  yang  memiliki persepsi dan ekspektasi (harapan) yang berbeda-beda.  Akibat berikutnya adalah sulitnya melihat sesuatu dari sudut pandang yang sama.


D. “Penguatan Usaha” sebagai Penyempurna
Dalam pemahaman koperasi sebagai kumpulan orang dan juga kumpulan komitmen, maka sesungguhnya pertumbuhan dan perkembangan “usaha” adalah “imbas” dari terbangunnya kapasitas organisasi.  Terbentuknya loyalitas anggota akan berpengaruh pada terbentuknya transaksi subyektif yang berulang. Transaksi subyektif yang dimaksud adalah transaksi yang didasarkan pada semangat kepemilikan (spirit of ownership). Hal ini hanya bisa terwujud bila kapasitas organisasi telah terbangun dengan baik. Oleh karena itu, pembangunan kapasitas organisasi/kelembagaan dan penguatan usaha merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Untuk itu, disamping pengembangan kapasitas organisasi yang mengarah pada terbentuknya spirit untuk melakukan transaksi subyektif, koperasi juga selayaknya mengembangkan kapasitas usahanya dalam arti luas. Transaksi subyektif bukan berarti koperasi tidak memerlukan serangkaian upaya dalam bidang usaha, tetapi koperasi harus terus melakukan inovasi bagi terwujudnya peningkatan nilai efisiensi kolektif. Dengan demikian, kebermanfaatan dan kebermaknaan koperasi benar-benar dirasakan oleh anggotanya dan hal ini juga akan menjadi faktor akselerasi (percepatan)  bagi pertumbuhan loyalitas anggota. 


E. Menatap Ke Depan Sebagai Penghujung.
Melupakan sejarah bukanlah tindakan yang bijak, tetapi belajar dari sejarah dan mengambil hikmah adalah sebuah keharusan untuk menghindari keterulangan hal-hal yang tidak perlu. Larut dalam keterpurukan tak akan pernah bisa merubah apapun. Oleh karena itu, dalam judul “revitalisasi”, KUD harus me-refresh spirit dan menyusun kembali rangkaian langkah konstruktif untuk membentuk sesuatu yang lebih baik dan berpengharapan di masa berikutnya.

Demikian beberapa disampaikan kepada segenap peserta Pendidikan dan Pelatihan ini. Semoga pemikiran sederhana ini bisa menjadi pemantik bagi tumbuhnya kembali semangat  membangun KUD sebagai kekuatan ekonomi, sosial  dan budaya masyarakat. Amin.



Share this article :

Posting Komentar

.

 
Copyright © 2015. ARSAD CORNER - All Rights Reserved