A. Pendahuluan
Hidup adalah persoalan pilihan
dan kesempatan. Namun semangat untuk tetap hidup dan membuat hidup lebih hidup,
menggiring semua orang berjuang menciptakan sumber kehidupan dengan
mengoptimalkan segala potensi/talenta yang ada padanya.
Berbicara tentang sumber
kehidupan, secara umum pilihan yang tersedia ada 2 (dua) yaitu; (i) mengikuti
dan; (2) mandiri dan atau bahkan diikuti. Pada pilihan ”mengikuti”, anda bisa
mengikuti negara (menjadi PNS bila berkesempatan) dan atau mengikuti perusahaan
(menjadi karyawan). Konsekuensi dari pilihan ini adalah harus patuh dan taat
terhadap yang diikuti. dari sisi lain, keteraturan hidup biasanya lebih
terjamin dalam pilihan ini. Sementara itu, kendala yang selalu dikeluhkan pada
pilihan ini adalah terbatasnya kesempatan, sehingga untuk mendapatkannya harus bersaing dan saling
mengalahkan satu sama lain mengisi tempat yang terbatas.
Sementara itu, pada pilihan
mandiri dan atau diikuti, anda pada posisi pengatur untuk diri anda sendiri dan
juga untuk orang yang mengikuti anda. Disisi lain, kebenaran pengaturannya hanya terukur dari hasil akhir sebuah
perjuangan. Dari sisi keteraturan, pilihan mandiri tampak lebih tidak
teratur dan lekat dengan kebelumpastian walau mengandung peluang untuk
mendapatkan yang lebih besar. Sementara itu, dari sisi kesempatan terbuka bagi
siapapun dan kapanpun, karena memasuki wilayah ini tak memerlukan ”pengajuan
lamaran”.
2 (dua) pilihan tersebut
masing-masing memiliki sisi enak dan sisi tidak
enak. Namun demikian, pada manapun pilihan sepenuhnya terserah anda.
Hanya saja, sebelum melakukan pilihan, sadari betul konsekuensi yang
mengikutinya. Dengan demikian, anda akan terhindar pada penyesalan di kemudian
hari.
B. Setiap kelahiran memiliki hak
atas hidup dan kehidupan.
Tuhan Sang Pencipta memiliki
sifat maha penyayang dan penuh tanggungjawab atas setiap ciptaan-Nya. Artinya,
setiap kehidupan yang dihadirkan Nya
selalu diikuti dengan hak atas hidup. Bentangan alam dengan segala isinya,
siang dan malam yang berganti secara beraturan, pergantian musim adalah ragam
ciptaan Tuhan yang mengindikasikan adanya peluang kehidupan. Tuhan pun
melengkapi manusia dengan ”rasa dan akal” sebagai bekal untuk
menterjemahkan dan mengolah segala ciptaan Nya bagi mendukung keberlangusngan
kehidupan. Tuhan hanya berpesan untuk senantiasa bijaksana dan tidak
menyebabkan kerusakan di muka bumi. Tuhan juga memberi tuntunan agar manusia
tetap pada lingkar kasih sayang-Nya. Disamping itu, Tuhan pun mendefenisikan
segala bentuk sikap dan tindakan yang memancing amarah-Nya.
Alinea diatas menjadi penjelas
yang nyata bahwa tak ada alasan yang cukup bagi manusia untuk menyerah dan
tidak berbuat apa-apa. Keberhasilan tidaklah sebentuk hadiah yang datang
tiba-tiba. Keberhasilan adalah anugerah dan keberpihakan–Nya atas upaya manusia
yang sunguh-sungguh dalam proses pencapaiannya.
C. Keadilan Tuhan di Pencapaian
Berbeda
Dalam proses keterciptaan
pertahanan dan sumber kehidupan, ada orang yang bekerja tak kenal waktu dan ada
pula yang bekerja hanya 6 atau 8 jam per
hari. Ada yang bekerja di belakang meja dengan memeras otak, ada pula yang
membanting tulang dari pagi sampai sore. Ini menarik menjadi bahan
renungan, sebab hal ini benar-benar terjadi di sekitar kita dan bahkan kita
sendiri juga mengalaminya.
Dengan berbagai upaya yang
dilakukan manusia untuk mempertahankan dan membentuk warna hidupnya, ada satu
kenyataan dimana masing-masing memiliki hasil akhir berbeda. Perbedaan
ini pula yang kemudian melahirkan istilah kaya, miskin, fakir, sederhana dan
lain sebagainya. Terbersit tanya apa yang menjadi penyebabnya?.
Dalam pemaknaan yang keliru, bisa jadi si miskin akan mempertanyakan keadilan Tuhan dan si
kaya akan menjadi pongah dan merasa lebih mulia dari yang lain. Dalam pemaknaan
bijak, keterpeliharaan dan keterjagaan keyakinan bahwa Tuhan selalu adil, si miskin akan tetep mensyukurinya sekaligus
melakukan auto koreksi untuk menemukan apa yang harus diperbaiki untuk hasil
yang lebih baik. Si kaya akan
menysukurinya dengan memahami bahwa apa yang diperoleh adalah sebentuk cobaan
yang harus diterjemahkan dengan bijaksana demi keterpeliharaan daya dukung
Tuhan dalam hidupnya. Pada akhirnya, terbersit tanya...untuk apa sesungguhnya
kita bekerja dan susah payah melakukan sesuatu dalam hidup kita...???
D. Niat Berwirausaha
Menekuni wirausaha
sesungguhnya adalah permasalahan pilihan dan komitmen yang mendasarinya. Sebelum
memulai terjun, sebaiknya di dahului dengan penegasan ”niat ”. Sekilas
penegasan semacam ini tampak mudah, tetapi hal ini sangat penting dan mempengaruhi segenap fikiran dan tindakan seseorang dalam menjalankan profesi wirausaha.
Sekedar bersaran, apapun defenisi
”niat” yang terbangun hendaklah mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
1. Unsur menyemangati diri sendiri untuk
terus berbuat yang terbaik dan menjauhkan dari kemungkinan untuk menyerah.
Fakta
lapangan sering menunjukkan bahwa kenyataan tak seindah bayang. Ragam kesulitan
kerap kali melemahkan semangat dan bahkan tak jarang terbawa pada kondisi
ketiadaan asa. Pada titik inilah diperlukan ketangguhan mental dan
keterpeliharaan berfikir positif dan optimis bahwa harapan selalu ada...dan
selalu ada...sepanjang anda berfikir ada.
2.
Unsur kepedulian kepada sesama.
Masuknya
unsur kepedulian (seperti ingin bermanfaat bagi banyak orang, ingin menolong
orang lain lewat penciptaan kesempatan kerja dsb) dalam menjalankan wirausaha seringkali
mempengaruhi kadar keberpihakan Tuhan dalam hasil akhir dari sebuah perjuangan.
Sebagaimana dijelaskan pada alinea2 sebelumnya,
bahwa setiap kelahiran manusia, Tuhan memberi hak atas rejeki. Di sisi lain, besar kecil rejeki seseorang
sangat ditentukan oleh kesungguhan dan keberpihakan Tuhan. Dengan demikian,
ketika anda memiliki banyak karyawan, itu artinya pada diri anda terdapat kepercayaan
dari Tuhan untuk mendistribusian rejeki yang ditetapkan Tuhan pada mereka
melalui anda. Disinilah letak kemuliaan wirausaha itu sesungguhnya..KAH??.
3.
Unsur Tuhan dalam pencapaian impian.
Tuhan adalah
fakta penentu atas segala sesuatu yang hadir dan hilang dari hidup manusia.
Tuhan sesungguhnya sesuai prasangka hamba-Nya. Artinya, keberpihakan Tuhan
terhadap segala upaya yang dilakukan manusia sangat dipengaruhi seberapa jauh
seseorang memposisikan Tuhan dalam setiap fikiran dan tindakannya.
E. Mentalitas dalam wirausaha
”kepastian terletak pada
ketidakpastian itu sendiri”. Itulah kalimat yang tepat untuk menggambarkan dunia wirausaha. Tak ada
yang bisa menjamin apa yang terjadi satu detik dari saat ini, tak ada yang bisa
menjelaskan secara pati apa yang terjadi esok hari, tak ada yang bisa menjamin
berapa hasil penjualan esok hari, tak ada yang bisa mengatakan bahwa esok toko
anda masih berdiri tegak seperti hari ini, tak ada yang menjamin bahwa jumlah
pelanggan yang datang sama, lebih sedikit, atau lebih banyak besok hari, bahkan
tak seorang yang menjamin bahwa besok anda masih hidup. Dengan demikian,
dimanakah sesungguhnya letak kepastian itu..???
Ketika mengambil pilihan
wirausaha, setelah mendefenisikan ”niat”, hal selanjutnya yang harus disiapkan
adalah ”mentalitas tangguh’. Seorang wirausaha tidak boleh hanya terbuai pada
mimpi indah, tetapi juga harus memiliki keberanian untuk hasil yang
terburuk sekalipun. Seorang wirausaha
harus senantiasa memelihara ”fikiran positif” tanpa meniadakan ”kewaspadaan”
atas setiap langkah yang dilakukan. Seorang wirausaha harus senantiasa optimis
dan semangat dalam menjalani segala tahapan menuju keberhasilan. Seorang
wirausaha harus membangun cara fikir yang menyemangati, bukan menjebakkan diri
pada cara berfikir yang melemahkan dan menggiring pada ketiadaan asa.
Seorang wirausaha harus ikhlas
dan mensyukuri atas sebuah pencapaian apapun bentuknya. Ketika ada
ketidakpuasan didalamnya, maka hal itu akan dijadikan sebagai bahan auto
koreksi untuk berbuat yang lebih baik diselanjutnya. Ketika hasil akhir benar-benar memuaskan,
seorang wirausaha akan menghindarkan diri dari sikap eforia (berlebihan) dan senantiasa memelihara kewaspadaan dan
mempersiapkan diri untuk lebih baik di waktu berikutnya.
Apapun yang dijalankan seorang
wirausahawan hanya akan berakhir pada 2 (dua) hal; ”berhasil” dan ”belum
berhasil”. Seorang wirausahawan harus siap pada situasi manapun. Disinilah
mentalitas menjadi penting bagi seorang wirausahawan. Bagaimana dengan anda, siap KAH???
F. Memulai Menekuni Wirausaha
Anda bisa memulai menekuni
wirausaha kapanpun dan dimanapun anda menghendakinya. Sekedar bersaran,
mulailah wirausaha dengan kata ”siapa”
bukan dengan kata ”apa”. Seorang wirausahawan selalu berorientasi pada sasaran
atau dengan kata lain ”market/pasar”. Selanjutnya, melalui
pendalaman market akan memberikan
inspirasi dan keberanian pengambilan keputusan tentang ”apa” yang akan
ditekuni.
Jual lah apa yang dibutuhkan,
bukan menjual apa yang anda punya. Cara ini memberi peluang besar untuk meraih
kesuksesan, sebab persoalan anda hanya bagaimana memberi pelayanan yang baik
sehingga mereka memutuskan untuk membeli. Berbeda ketika menjual apa yang anda
punyai, dimana kemungkinan mereka memang tidak membutuhkannya.
G. Penutup
Pada akhirnya, wirausaha
adalah persoalan semangat, keberanian dan kemauan belajar pada diri sendiri
(pengalaman) dan juga pada orang lain, serta permasalahan keyakinan akan
keberpihakan Tuhan. Instuisi dan kecepatan merespon dan memanfaatkan peluang
yang ada menjadi alat bantu dan
menggiring anda pada pencapaian-pencapaian yang dahsyat. Kesabaran, keikhlasan,
kesungguhan dan keterpeliharaan Tuhan
dalam setiap fikiran dan tindakan anda sesungguhnya menjadi faktor penentu atas
perjuangan panjang dan berliku. Semoga
Tuhan senantiasa mendukung setiap langkah dan upaya kita untuk melakukan hal
terbaik untuk sebuah mimpi yang telah terdefenisi. Amin
Posting Komentar
.