Di Ba’da Isya..di saat mukzi merebahkan badan melepas lelah dan penat fikiran di ruang tamu rumahnya, tiba-tiba istrinya menghampiri dan duduk di sebelahnya. “Capek banget ya pah...???”. Kalimat pembuka itu keluar dari sang istri sambil meletakkan segelas teh manis dimeja.
Kemudian Sang Istri mengambil inisiatif duduk berdempetan disamping mukzi sambil memijat-mijat tangan dan bahu mukzi perlahan. “Mama boleh ngomong ndak pah ??”...kalimat kedua itu keluar dari bibir sang istri. Sambil memandang sang istri, mukzi mengusap kepala sang istri dan berkata, “kalau mama mau ngomong sesuatu diomongin aja, kayak sama siapa aja pakai pamit segala”.
Pah...kata sang istri yang kemudian terhenti sejenak untuk mengambil nafas. Mukzi sedikit heran dan makin penasaran karena tidak biasa sang istri berperangai begitu. Setelah mendapatkan keberanian yang cukup, kemudian sang istri melanjutkan: “Sejujurnya mama sangat senang dengan niat dan segala yang papa lakukan atas nama idealisme dan perluasan kebermanfaatan bagi banyak orang. Semua perjalanan dan perjuangan pa2 akan coba ma2 fahamkan kepada anak-anak, agar mereka bisa terinspirasi dan memiliki semangat juang seperti yang pa2 lakukan. Disamping itu, agar mereka memahami dan menyesuaikan diri dalam keseharian. Mama juga bangga pa2 bisa mendidik, melatih dan memotivasi banyak orang untuk menjadi sesuatu lewat berbagai pola dan metode yang pa2 terapkan. Mama juga ikut senang melihat sebagian dari mereka mulai berkembang dan berkiprah diberbagai tempat sesuai talentanya masing2 . Ma2 bersyukur sekali pa2 di titipin Tuhan talenta yang demikian. Yang selalu menjadi pertanyaan di bathin ma2 adalah siapa yang akan mendidik anak-anak kita agar punya semangat dan talenta yang sama???. Apakah pa2 bisa melihat kalau esok hari anak2 kita hanya menjadi penonton, atau mereka hanya punya cerita tentang perjuangan pa2h nya tanpa pernah bisa dan tak punya talenta untuk melakukan sesuatu untuk banyak orang. Mama tidak sedang protes karena ma2 sangat mendukung sepenuhnya atas segala yang papa lakukan. Ma2 hanya ingin mereka juga bisa menginsirasi orang lain lewat ketauladan fikiran dan tindakan mereka besok. Mereka anak2 kita dan amanah yang dititipkan Tuhan pada kita...”.
Mukzi terkaget bagai disambar petir dengan kalimat-kalimat yang mengalir dari sang istri. Mukzi hanya bisa tertegun dan tak bisa berkata-kata. Mukzi terdiam seribu bahasa....tiba-tiba sang istri melanjutkan kalimatnya...
“Yang kedua dan hal ini paling penting adalah tentang kualitas kesolehan anak-anak kita, khususnya dalam hal membaca Alqur’an dan ketertiban sholatnya. Kalau besok kita mati, bukan kah anak yang soleh dan mendoakan adalah salah satu penyelamat kita?. Apakah pa2 ndak pengen mereka pinter mengaji dari tangan pa2 sendiri???. Mereka fasih dalam bacaan sholatnya karena di ajari pa2. Mereka pinter menjadi imam sholat berjama’ah karena pa2 yang mencontohkan. Apakah pa2 ndak melihat hal itu menjadi karya terbaik pa2 dalam hidup???. Kan ndak lucu kalau pa2 bisa ngaji dan jadi imam sholat tetapi anak-anaknya sama sekali tidak. Apakah pa2 ndak malu sama Tuhan kalau hal itu betul-betul terjadi pada anak2 kita...???. Cuma dua hal itu yang ingin ma2 sampaikan ke pa2. Ma2 tahu pa2 capek dan banyak fikiran, tetapi ini harus ma2 sampaikan sebelum esok hari kita akan menyesal di sisa hidup kita. Sekali lagi, ma2 sangat mendukung segala apa yang pa2 lakukan sepanjang itu untuk kebaikan dan kebermanfaatan bagi banyak orang. Ma2 juga yakin bahwa semua yang pa2 lakukan semata-mata untuk kemuliaan dipandangan Tuhan...tetapi ini demi anak-anak kita, demi pertanggungjawaban kita atas amanah Tuhan. Ma2 yakin pa2 bisa mengerti maksud ma2. ma2 yakin pa2 bisa menjalankannya tanpa harus meniadakan segala aktivitas yang pa2 lakukan saat ini. Ma2 juga ndak ingin pa2 meninggalkan semua aktivitas yang pa2 tekuni karena ma2 juga lihat nilai-nilai kebaikan yang pa2 lakukan bersama sahabat dan teman-teman pa2”.
Kalau kalimat pertama sang istri membuat mukzi tertegun dalam seribu bahasa, untuk kalimat kedua membuat mukzi meneteskan air mata. Mukzi mendekap sang istri dan meminta maaf atas kekhilafannya karena terlalu sibuk dan asik dengan ragam kegiatannya yang hampir tak mengenal waktu, hingga anak2 kehilangan sentuhan edukatif darinya sebagai seorang ayah. Mukzi menangis sejadi-jadinya di pelukan istrinya. Mukzi merasa malu pada dirinya sendiri. Setelah lama terdiam dalam pelukan istrinya, mukzi kembali duduk dan kemudian mengatakan: “ pa2 minta maaf dah lalai memberi sentuhan-sentuhan edukatif terhadap anak2 kita sendiri. Pa2 terlalu asik dengan fikiran dan aktivitas pa2 sendiri. Pa2 terimakasih dah di ingatkan atas hakekat hidup dan apa yang harus pa2 lakukan sebagai seorang ayah dan juga kepala keluarga. Pa2 benar-benar minta maaf dan Insya Allah pa2 akan mengajari anak2 kita mengaji walau di sekolah mereka sudah mendapatkannya”. Bismillah....dan tolong pa2 diingatkan bila lalai atau alfa dalam hal ini. Pa2 juga ndak mau kalau kemudian anak-anak kita hanya jadi penonton, pa2 pengen mereka ikut mewarnai dunia sekecil apapun yang bisa mereka lakukan lewat fikiran dan tindakan mereka yang layak dituladani banyak orang. Pa2 minta perkenan ma2 untuk bekerja sama dalam menjaga dan menterjemahkan titipan Tuhan ini ke dalam tindakan-tindakan yang menginspirasi keberpihakan Tuhan di hidup kita dalam arti luas. Sekali lagi..pa2 minta maaf....”. Mukzi menutup kalimatnya dan kemudian mendaratkan bibirnya di kening sang istri dengan lembut...
Sesaat kemudian... mukzi menggandeng tangan istrinya ke kamar anak2 dan mendaratkan ciuman sayang pada anak-anak mereka yang sudah terlelap dengan mimpinya.....tak lama berselang kemudian mereka pun ikut terlelap tidur....
---------------------SEMOGA MENGINSPIRASI-------------------
Posting Komentar
.