(Bagian 01)

Seperti bisanya mukzi menyapa setiap tamu dengan hangat dan bersahabat, namun saat yang sama memory mukzi terus mencoba mencari dan mengingat kembali dengan satu wajah ini. Sepertinya gadis ini mengerti kalau mukzi sedang melakukan pencarian di memorinya. Saya Dewi pak, sahut gadis itu. Oh iya..gimana kabar mbak dewi, sahut Mukzi sambil terus mencoba mencari. Kemudian dewi mengenalkan 3 (tiga) teman lainnya yang datang bersamanya.
Tak lama berselang, kebetulan istri mukzi datang dan baru pulang dari toko membeli keperluan sekolah anak-anak. Begitu mengucapkan salam dan masuk rumah, istri mukzi langsung meyapa hangat, Dewi pun langsung menjelang istri mukzi untuk bersalaman dan kemudian diikuti oleh teman-teman dewi yang lain. “Gimana kabar Mbak Dewi ???”, tanya istri mukzi dengan begitu hangat. Situasi ini ternyata tak mampu membantu mukzi untuk mengingat tentang seorang Dewi. Akhirnya Mukzi jujur pada istrinya bahwa dia sedang mencoba mengingat-ingat. Istrinya coba mengingatkan mukzi bahwa beberapa tahun lalu Dewi pernah nginep di rumah ini. Kebetulan saat itu, salah satu saudara istri mukzi adalah sahabat Dewi.
Akhirnya mukzi menemukan ingatannya. Memory mukzi tertuju saat pertama kali bertemu saat Dewi diutus seorang rektor sebuah universitas dimana mukzi juga pernah berkuliah disana. kemudian Mukzi langsung menanyakan seputar kuliah dewi.
Mukzi tertegun dengan jawaban Dewi. Mukzi tak melihat sedikitpun keraguan anak ini untuk memulai mimpi besarnya. Mukzi terkagum ketika Dewi tak memilih layaknya kebanyakan sarjana yang biasanya memilih pergi ke kota-kota besar mencari peruntungan hidup. “Ini benar-benar pilihan yang sangat tidak populer”, fikir mukzi. Namun demikian, semangat dan idealisme yang sangat jelas dalam nada setiap kalimat Dewi membuat mukzi begitu yakin bahwa suatu waktu nanti dia akan berhasil membangun desanya.
Pengalaman pahit itu telah menginspirasi lompatan energi bagi Dewi. Kesedihan dan tragedi Aceh yang terus membayangi hari-harinya ikut menjadi pengobar semangatnya untuk menjadi seseorang di suatu waktu. Desa terpencil di Cianjur tempat ibu dan adiknya saat ini bermukim telah menyulut api mimpinya membangun desa itu. Kobaran semangat hidup ini memang sudah dilihat mukzi dari cara Dewi memperjuangkan kuliahnya yang hampir putus dengan bekerja sebagai pekerja part time di sebuah swalayan di sekitar kampus. Masih segar dalam ingatan mukzi, saat kuliahnya hampir putus yang dia lakukan bukan menengadahkan tangan untuk mendapatkan pertolongan atau belas kasihan dari orang lain, tetapi dia berupaya mencari kerja yang bisa menopang kelanjutan hidup dan kuliahnya.
Sebentar lagi, Dewi akan pulang menuju kampung impiannya dan memulai perjuangannya membangun kampung halaman berbekal semangat membara dan ilmu pengetahuan di bidang pertanian yang diperoleh saat dibangku kuliah.
Setelah meresapi pesan dan nasehat mukzi, kemudian Dewi dan kawan-kawannya mohon izin pamit. Sebelum berpamitan , Mukzi sempatkan meminta Dewi untuk berfhoto dengan istri mukzi sebagai kenang-kenangan. Sementara itu, Dewi pun menitipkan sebuah makalah yang ternyata deskripsi tentang desanya di Cianjur, Jawa Barat.
Dua jam kemudian saat menjelang tidur, istri mukzi tersenyum ketika melihat Dewi menyalin 5 (lima) pesan itu di status facebooknya. “Dewi memang contoh sarjana yang luar biasa. Semoga akan banyak lagi yang akan mengikuti jejaknya”, ujar istri mukzi dan kemudian bergegas tidur.
Selamat jalan Dewi Supriyatin...selamat berjuang untuk sebuah mimpi mulia. Semoga Tuhan senantiasa berpihak atas rancangmu tentang sebuah desa nan indah. Aminnn...
-------------------------------semoga menginspirasi pembaca........................................
sampai ketemu di bagian 02....tentang Desa Transmigran Cianjur dimana Dewi akan merengkuh mimpinya...
+ komentar + 1 komentar
sangat inspiratif kenlkan donk sama mba dewi
Posting Komentar
.