MENAKAR IMPLIKASI OPERASIONAL ATAS ”PENILAIAN KESEHATAN KOPERASI” | ARSAD CORNER

MENAKAR IMPLIKASI OPERASIONAL ATAS ”PENILAIAN KESEHATAN KOPERASI”

Rabu, 27 Juli 20110 komentar

A.Pendahuluan

Koperasi merupakan salah satu penyelenggara usaha di bidang keuangan dalam katagori non bank. Dalam tinjauan sederhana, usaha ”simpan pinjam” koperasi sesungguhnya melakukan fungsi mediasi antara para penabung dan peminjam yang di kemas dalam ragam pola pelayanan yang variatif dengan tetap berpedoman pada AD/ART (Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga), Undang-Undang serta peraturan-peraturan yang berlaku di lingkungan unit simpan pinjam. Namun demikian, dalam kesederhanaan itu terletak pula hal yang sangat sulit yaitu ”kepercayaan”. Kepercayaan tidak hadir dalam waktu sekejap layaknya membalikkan tangan, tetapi melalui proses ”pembentukan rekam jejak konsistensi ” yang tercermin dalam ucapan dan tindakan. Atas dasar itu pula, apabila koperasi memutuskan untuk menekuni usaha jasa keuangan, disarankan terlebih dahulu untuk mengukur potensi keterciptaan dan keterjagaan ”kepercayaan” dari segenap obyek yang akan dilayani. Jika tidak, maka hal ini berpotensi menimbulkan masalah besar bagi organisasi.
.
B.Sejenak menilik fakta
Fakta menunjukkan bahwa usaha jenis ini banyak diminati, sehingga pertumbuhan secara kuantitatif bagaikan jamur di musim hujan. Disatu sisi, situasi ini tampak menumbuhkembangkan koperasi dari sisi kuantitas, tetapi disisi lain adanya beberapa spirit pragmatisme dan hajat atas SHU yang sangat mendominasi berpotensimenggerus nilai-nilai dasar sebuah koperasi secara kualitas.

Akibat yang paling rasional muncul kemudian adalah beroperasinya usaha simpan pinjam berlabel koperasi tetapi dengan roh korporasi (non koperasi). Pada titik ini, berharap koperasi sebagai penyanggah ekonomi yang kuat bagi anggota dan negara tak layak lagi diharapkan. Pemberdayaan (empowering) melalui kolektivitas potensi yang melekat pada segenap stake holder koperasi tak akan tampak dalam keseharian koperasi tersebut. Pada titik inilah koperasi telah menyimpang dari jati dirinya dan praktek yang sehat tidak bisa di temukan.


C.Regulasi Negara melalui Sang Menteri

Dalam rangka mendorong terbentuknya praktek yang sehat dalam mengelola usaha simpan pinjam, Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Menteri nomor 20/per/M.KUKM/XI/2008 tentang “pedoman penilaian kesehatan koperasi simpan pinjam dan unit simpan pinjam”. Untuk menyempurnakannya, kemudian dilakukan perubahan melalui Peraturan Menteri nomor 14/per/M.KUKM/XII/2009.

Sebagai penyelenggara usaha simpan pinjam, koperasi seharusnya mencermati dengan bijak atas peraturan menteri ini. Disamping untuk membentuk pemahaman yang sama atas spirit yang ada pada peraturan tersebut, diharapkan hal ini mampu melahirkan spirit kepatuhan yang terlihat dari terselenggaranya langkah penyesuaian-penyesuaian di tingkat lapangan.


D.Menilik Regulasi Dari Sisi Penyelenggara Usaha Simpan Pinjam

D.1. Sisi Spirit
Konsep koperasi sesungguhnya tidaklah bebas nilai. Artinya, koperasi dalam kesehariannya harus tunduk dan berkomitmen tinggi pada nilai dan prinsip-prinsip yang merupakan ciri dan sekaligus pembeda dengan yang lain. Spirit yang sama juga terlihat jelas dan tegas dalam peraturan menteri tersebut, antara lain :
1.Adanya keinginan kuat untuk me-remind (mengingatkan kembali) agar koperasi senantiasa berjalan sesuai dengan konsep jati dirinya sebagai koperasi.
2.Adanya keinginan kuat untuk mendorong koperasi menegaskan perbedaan dan sekaligus keunggulan yang nyata dibanding dengan lainnya.
3.Adanya keinginan kuat untuk mendorong partisipasi anggota dalam membesarkan perusahaan yang mereka miliki bersama dan mereka kendalikan secara demokratis.
4.Adanya keinginan kuat beroperasinya simpan pinjam di sebuah koperasi akan membentuk kemampuan melahirkan solusi bagi masalah-masalah keuangan anggota, baik untuk menyangga likuiditas rumah tangga anggota maupun menyanggah ketercukupan modal usaha anggotanya.

D.2. Aspek Penilaian

Dalam rangka melihat relevansi atas hakekat perjuangan koperasi dengan faktor-faktor yang di nilai untuk mengkategorikan sebuah usaha simpan pinjam koperasi sehat, berikut ini diterangkan secara singkat tentang aspek-aspek yang di nilai dalam Peraturan Menteri tersebut, yakni;
1.Permodalan
Dari sisi permodalan, penilaian menitikberatkan pada ketercukupan modal yang diharapkan bersumber pada partisipasi anggota. Hal ini mendorong koperasi untuk terus memobilisasi kesadaran anggota berpartisipasi memperkuat perusahaan yang mereka miliki bersama. Hal ini bisa berbentuk pada pembangunan komitmen untuk tabungan, cadangan, simpanan berjangka dan lain sebagainya.
2.Kualitas aktiva produktif
Dalam hal Kualitas aktiva produktif, penilaian menekankan pada tingkat kualitas pemberian pinjaman dan segala resiko yang mengikutinya. Artinya, proses pemberian pinjaman hendaklah memegang teguh prinsip kehati-hatian, sehingga resiko timbulnya permasalahan dikemudian hari sudah diantisipasi sejak dini. Untuk itu, manajemen dituntut menyusun dan mengaplikasikan standar-standar pinjaman yang tidak hanya mengatur tata cara meminjam, tetapi juga mengandung spirit keberlanjutan pelayanan yang diberikan kepada segenap anggota>
3.Manajemen
Manajemen adalah hal yang tidak terpisahkan dalam pengelolaan usaha simpan pinjam koperasi. Adanya perencanaan yang baik, adanya distribusi peran efektif dalam pencapaian tujuan bersama, mobilisasi segala potensi sumber daya untuk kepentingan peningkatan produktivitas dan sekaligus membangun daya tahan dan daya saing koperasi itu sendiri. Adanya pola distribusi tugas dan kewenangan yang terimplementasi secara baik, diarahkan pada teraplikasikannya sistem kerja yang teratur. Dengan demikian, kekuatan koperasi tidak terjebak pada hanya satu orang (super man), tetapi terletak pada ”sistem” yang kuat (super tim) . Disamping hal ini akan mempengaruhi warna dan kualitas pelayanan, juga akan mampu membentuk citra/image koperasi itu sendiri, baik dimata anggota, calon anggota maupun non anggota.
4.Efisiensi
Pada titik efisiensi, penilaian menekankan pada tingkat cost (biaya) yang paling rasional dalam mendukung keterselenggaraan pelayanan. Penilaian dalam hal ini juga mendorong terciptanya pelayanan yang tidak birokratif atau bertele-tele.
5.Likuiditas
Pada aspek likuiditas, penilaian diarahkan pada pengukuran kemampuan sebuah koperasi menjalankan fungsi pelayanan (pemberian pinjaman dan penerimaan simpanan) dan juga menyelesaikan segala kewajiban-kewajibannya. Penataan tingkat rasionalitas dan proporsionalitas antara ketersediaan modal sendiri dan kewajiban, pengelolaan tabungan yang diterima yang dikaitkan dengan fungsi penyebaran ke anggota, merupakan bagian dari cara untuk menjaga stabilitas sebuah usaha simpan pinjam.
6.Kemandirian dan pertumbuhan
Fitrah koperasi adalah kemandirian, artinya melalui mobilisasi potensi sumber daya yang melekat pada segenap unsur organisasinya, koperasi membentuk penyatuan kepentingan. Lewat komunikasi yang intensif dan berkualitas, kesadaran berpartisipasi di dorong untuk membangun spirit dan kontribusi nyata dari anggota. Dengan demikian, pertumbuhan yang terjadi merupakan akibat positif dari efektivitas edukasi, sosialisasi dan promosi yang dilakukan.
7.Jati diri koperasi.
Jati diri Koperasi adalah hal yang membedakan koperasi dengan badan usaha lainnya. Pada nilai beda itulah sesungguhnya ciri khas dan sekaligus keunggulan koperasi yang tidak tertandingi. Koperasi lekat dengan pemberdayaan (empowering) melalui penyatuan potensi sehingga menimbulkan nilai tawar kolektif. Adanya kesamaan kedudukan (equal) tanpa membedakan agama, ras, status sosial dan lain sebagainya, membuat segenap anggota duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi. Mereka berinteraksi satu sama lain atas dasar persamaan dan secara tegas meniadakan sikap yang satu atau sebagian mendominasi yang lain. Mereka saling hormat menghormati atas dasar persamaan hak dan kesetiakawanan yang terjaga. Ketika pemahaman ini teredukasikan kepada segenap unsur organisasi, maka dipastikan bahwa kemampuan koperasi menyelenggarakan pelayanan yang baik, difahami sebagai akibat langsung dari kemauan segenap unsur organisasi berpartisipasi secara optimal.

D.3.Apresiasi
Dari sudut pandang operasional, aspek-aspek penilaian yang dilakukan merupakan sesungguhnya sudah mewakili semua aspek operasional sebuah usaha simpan pinjam. Artinya, ketika keterkondisian semua indikator tersebut dalam sebuah usaha simpan pinjam dapat diwujudkan, bisa dipastikan bahwa koperasi tersebut mempunyai kemampuan yang baik dalam memberikan pelayanan kepada segenap anggotanya. Koperasi tersebut juga dipastikan akan mampu memberikan kemanfaatan luas.

Oleh karena itu, mengingat roh, spirit dan aspek-aspek penilaian, peraturan menteri tersebut mengandung ketegasan harapan keterbentukan usaha simpan pinjam koperasi yang kokoh. Ketika hal ini benar-benar terwujud, diyakini koperasi bisa ikut serta dalam menyangga perekenomian negara melalui empowering (pemberdayaan) kolektif sebagaimana cita-cita besarnya.


D.4.Realisasi secara bertahap dan berkesinambungan
Pada akhir sebuah penilaian, koperasi diharapkan masuk kategori sehat. Namun demikian, mewujudkan hal yang demikian tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat . Akan tetapi, ketika keinginan kuat dimanifestasikan dalam langkah-langkah bertahap dan berkesinambungan, mencapai titik ideal tersebut adalah sangat mungkin. Satu hal yang menjadi catatan, pengkondisian ”kategori sehat” memerlukan komitmen bersama dari segenap unsur organisasi yaitu; pengurus, pengawas dan juga anggota. Artinya, hanya koperasi yang berlandaskan prinsip-prinsip dan nilai-nilai koperasi yang berpeluang untuk mencapai kategori ”sehat”.

Satu hal yang menjadi catatan penting, bukan untuk ”sebuah penilaian” koperasi itu berjuang. Namun demikian, dalam membahagiakan segenap unsur organisasi sebagai cita-cita besar, pengkondisian indikator-indikator yang termaktub dalam peraturan menteri tersebut akan membawa koperasi pada cita-cita besarnya. Oleh karena itu, tak ada alasan rasional untuk menolak aspek -aspek penilaian, tetapi justru harus membangun kehadiran aspek-aspek penilaian tersebut. Artinya, Pada saat sebuah koperasi membentuk dan mengupayakan langkah- langkah membahagiakan segenap unsur organisasinya, pada saat yang sama koperasi tersebut sedang berupaya memenuhi aspek-aspek penilaian kesehatan yang ada dalam peraturan menteri tersebut.


G.Penutup
Koperasi tetaplah koperasi yang berjalan diatas kemandirian. Namun kamandirian yang dimaksud bukanlah kemandirian yang sempit dan menutup diri pada hal-hal baru. Tidak ada alasan bagi koperasi untuk menolak hal baru sepanjang tidak berseberangan dengan prinsip, apalagi hal itu mampu mendorong terjadinya akselerasi (percepatan) pertumbuhan dan perkembangan koperasi dan semakin meluasnya kebermaknaan koperasi bagi stake holdernya, khususnya anggota. Untuk kebahagaian anggota sebuah koperasi lahir dan isi peraturan menteri pun mendorong ke arah yang sama. Dengan demikian, ketika koperasi melakukan penyesuaian-penyesuaian dengan mereferensi pada peraturan menteri tersebut, disatu sisi koperasi akan tergiring pada titik ideal sesuai konsepsinya dan disisi lain akan membentuk kesimpulan bahwa koperasi tersebut benar-benar sehat dalam pengelolaannya.

Selamat melaksanakan langkah-langkah penyesuaian-penyesuaian, semoga spirit koperasi dan bayang luasnya kebermaknaan berkoperasi menyemangati untuk terus membangun dan menumbuhkembangkan koperasi yang sehat.
Share this article :

Posting Komentar

.

 
Copyright © 2015. ARSAD CORNER - All Rights Reserved