MANAMBATKAN “WIRAUSAHA” SEBAGAI “SUMBER ASA” | ARSAD CORNER

MANAMBATKAN “WIRAUSAHA” SEBAGAI “SUMBER ASA”

Senin, 30 Mei 20110 komentar

disampaikan pada "Diklat Kewirausahaan" yang dilaksanakan oleh Disperndagkop,Kab.Banyumas,Jawa Tengah,31 Mei 2011

Pembuka
Ada rasa kaget luar biasa ketika penyelenggara mengundang saya untuk mengisi acara semacam ini, apalagi membicarakan thema ”wirausaha”, sebuah tema yang syarat dengan sebuah pencapaian. Disisi lain, ada beban untuk berada dihadapan segenap peserta, mengingat kapasitas dan pencapaian saya yang masih jauh dari sebutan ”berhasil”. Sesungguhnya, apa yang sedang saya lakukan saat ini masih dalam tahap berjuang. Oleh karena itu, apa yang bisa saya sampaikan tidak lebih dari sekedar berbagi pengalaman dan saling menyemangati.


Mendefinisikan “Wirausaha”
Dalam konteks ilmiah, defenisi wirausaha bisa anda cari di berbagai referensi buku/literature maupun searching di google. Tetapi, ketika anda ingin menggeluti dunia wirausaha, saya sarankan anda membuat defenisi sendiri dengan catatan : (i) defenisi itu mampu menyemangati anda; (ii) defenisi itu menegaskan visi anda dalam berwirausaha; (iii) defenisi itu mendekatkan peluang keberpihakan Tuhan.

Sebagai stimulan dalam perumusan defenisi tersebut, dibawah ini dijelaskan sebuah contoh defenisi wirausaha yang mungkin tak lazim, yaitu:
1. Wirausaha adalah memindahkan uang dari kantong orang ke kantong kita dengan cara yang di sukai Tuhan atau syaitan (silahkan memilih dengan segala akibatnya).
2. Wirausaha adalah membahagaiakan orang lain yang berimbas pada kebahagiaan diri sendiri.
3. Wirausaha adalah salah satu cara menolong orang lain disamping menolong diri sendiri.
4. Karena ”menolong” adalah hal yang baik dan di sukai Tuhan, maka wirausaha merupakan salah satu jalan ke sorga (kalau memang anda yakin sorga itu ada dan mengimpikan menjadi penghuninya).

Defenisi diatas sangat kental dengan spirit untuk melakukan sesuatu yang produktif dan sekaligus memaknai wirausaha sebagai bagian dari penterjemahan visi hidup membentuk kebermaknaan bagi banyak orang. Bagaimana Dengan defenisi Anda……???.


Salah Kaprah Tentang Wirausaha

Banyak orang berpandangan memulai wirausaha harus memiliki uang yang banyak sebagai modal. Ironisnya, pemahaman ini sering diperdengarkan oleh orang yang tidak punya uang sama sekali, sehingga fakta tersebut sebagai pembenar seseorang tidak pernah memulai wirausaha. Mewakili orang yang sedang berjuang, saya katakan bahwa modal terbesar wirausaha adalah ”kemauan dan keberanian memulai” diikuti dengan ”semangat pantang menyerah” di dalam perjalanannya. Fakta menunjukkan banyak pengusaha sukses berawal dari ketiadaan uang sepeserpun, tetapi semangat pantang menyerah telah membawa mereka pada pencapaian yang luar biasa. Sementara itu, banyak anak orang kaya yang memulai bisnis dengan berlimpah modal, tetapi berakhir dengan kegagalan dan bahkan menyisakan hutang yang menyesakkan.

Alinea diatas menegaskan bahwa wirausaha sesungguhnya bukanlah permasalahan uang, tetapi permasalahan ”semangat” yang dimobilisasi menjadi ragam aktivitas produktif.


Mengapa Wirausaha Jarang Disukai dan Tidak Menjadi Pilihan
Dalam kekinian zaman, pola hidup serba instan (serba cepat dan serba tersedia) telah berkontribusi membentuk manusia-manusia bermental manja. Spirit berjuangnya relatif rendah dan gampang menyerah. Bukti lain yang memperkuat hal itu terlihat dari banyaknya korban akibat tawaran investasi menggiurkan yang menjanjikan return (laba) yang tinggi. Ketika perusahaan investasi tersebut gagal dan pengelolanya raib/menghilang, tak ada yang bisa diperbuat lagi kecuali menyesal dan bahkan tak jarang harus berurusan dengan penyelesaian hutang yang diperuntukkan membeli paket investasi tersebut dimasa yang lalu. Inilah bukti tak terbantahkan, bahwa masih banyak orang yang menginginkan hasil yang menggiurkan tetapi tak siap berkeringat. Akibatnya, banyak diantara mereka terjebak dalam pengambil keputusan ir-rasional karena tergiur janji-janji hasil yang melambungkan asa.

Wirausaha lekat dengan ketidakpastian hasil. Hal ini sangat tidak disukai oleh orang-orang yang terbiasa dengan hal-hal yang pasti. Dalam dunia wirausaha, hal yang pasti adalah ketidakpastian itu sendiri dan hal yang teratur adalah ketidakteraturan itu sendiri. Oleh karena itu, perlu mental tertentu untuk meyakini wirausaha sebagai ”sumber asa”. Oleh karena itu, hanya mereka ”yang berfikir diluar kebiasaan”-lah yang berpeluang besar menjadi wirausahawan handal. Sementara itu, mereka yang menyukai hal-hal pasti (seperti penghasilan bulanan), sebaiknya memilih untuk menjadi ”karyawan/ti” dan jangan pernah bermimpi menjadi wirausahawan/ti. Disamping lekat dengan ketidakpastian, wirausaha juga memerlukan perjuangan yang tidak singkat dan menuntut akumulasi keringat dan optimalisasi akal/fikiran. Oleh karena itu, efektivitas wirausaha sebagai sumber status sosial dan harga diri tidak bisa diraih dalam sekejap layaknya proses membalikkan tangan.

Banyak hal lainnya lagi yang menyebabkan wirausaha menjadi tidak diminati. Namun demikian, kondisi ini tak perlu disesali atau di cerca, karena kalau semua menjadi pengusaha, siapa yang akan jadi pembeli ??. Siapa pula yang akan jadi karyawan/ti ketika anda memilih menjadi pengusaha..??. Sekali lagi, wirausaha hanya untuk mereka yang mempunyai mental yang cukup dan berani berbeda. Andakah orangnya..???


2 (dua) Pilihan Menggeluti Dunia Wirausaha.
Ada 2 (dua) pilihan yang bisa dilakukan dalam menetapkan diri sebagai penggelut dunia usaha, yaitu langsung atau tidak langsung. Bagi mereka yang memilih langsung menjadi pengusaha biasanya di sebut dengan en-trepreneur, sedangkan yang tidak langsung biasanya di sebuat in-trapreneur.

Bagi kaum entrepreneur, mereka langsung menggeluti dunia usaha tanpa pernah menjadi karyawan sebelumnya. Biasanya mereka memiliki instuisi bisnis yang sangat tajam dan memiliki keberanian tinggi mengambil keputusan dibarengi dengan kesiapan atas segala resiko yang mungkin mengikutinya.

Sementara itu, in-trapreneur biasanya memilih untuk menjadi karyawan/ti terlebih dahulu dan kemudian mengambil keputusan mengundurkan diri dari status kekaryawanannya untuk kemudian menjadi pengusaha. Semasa menjadi karyawan/ti, orang dari golongan ini memaksimalkan waktu untuk mempelajari seluk beluk tentang bagaimana membangun sebuah usaha, baik dari proses pengambilan keputusan bisnis maupun tentang tata cara memobilisasi sebuah keputusan menjadi sebuah bisnis yang eksis.

2 (dua) pola tersebut hanyalah masalah pilihan, dan tak ada jaminan cara mana yang paling menjanjikan sebuah keberhasilan dikemudian hari.

Memulai Wirausaha dari Kata ”Siapa”
Ketika mental anda benar-benar siap, maka awali lah wirausaha dengan sebuah tanya ”siapa” yang akan anda layani, apakah orang, tumbuhan atau hewan. Artinya, petakan dulu pangsa pasar anda baru berfikir lainnya, karena respon pasar (pelanggan) lah yang menjadi kunci survive (bertahan) atau tidaknya usaha yang anda jalankan. Ketika anda sudah menemukan jawab atas tanya ”siapa”, kemudian masuklah pada pertanyaan ”apa”. Pada sesi tanya ”apa”, anda akan menemukan ragam kebutuhan yang berarti juga secara bersamaan anda telah menemukan ragam peluang untuk dipilih. Sekedar menyarankan, juallah apa yang dibutuhkan dan bukan menjual apa yang anda punya.

Sebagai bantuan referensi saja, untuk membentuk jawaban dari ”apa”, anda bisa memilih 2 (dua) hal berikut ini, yaitu ; (i) membangun ide genuine (asli) dan atau ; (ii) membangun ide dengan pola 3 M. Dalam konteks membangun ide genuine (asli), keterlahiran bisnis betul-betul berdasarkan ide asli dan belum ada yang menekuni hal sama sebelumnya. Sementara itu, dalam konteks 3 M, keterlahiran sebuah bisnis mendasarkan pada langkah 3 M yaitu; melihat, meniru dan menambahkan. Disamping diyakini memiliki resiko rendah, pola ini juga lebih cepat diterima market (pangsa pasar) karena sudah terbiasa, sehingga sifatnya hanya perulangan.

Dalam teknis operasionalnya, implementasi dari kedua pilihan ide tersebut itu bisa dilakukan dengan tangan anda sendiri ataupun lewat tangan orang lain. kalau dengan tangan sendiri, anda menjalankannya dengan mengkombinasikan segala kemampuan anda dalam memobilisasi peluang menjadi sebuah aktivitas yang menghasilkan. Sementara itu, kalau lewat tangan orang lain, implementasi sebuah gagasan melalui pemberdayaan orang lain yang bekerja dengan memposisikan mereka sebagai karyawan/ti anda. Atau bahkan, ketika anda tidak mau repot dan dengan resiko kecil, anda cukup memilih pola frenchise yang akhir-akhir ini banyak diminati orang, khususnya mereka yang berduit dan tidak mau bersusah payah. Mana yang anda pilih??


Relevansi Tuhan dan Sebuah Akhir
Saya yakin anda percaya pada Tuhan walau pasti belum pernah bertemu dengan-Nya sampai saat ini. Anda hanya bisa merasakan kehadiran Nya dalam hari-hari anda atau melalui ragam fakta yang datang dalam kehidupan anda yang justru sering diluar nalar dan rencana anda sebelumnya. Anda tak pernah tahu apa yang terjadi esok hari, apakah anda masih hidup atau berapa rejeki yang anda raih. Akan tetapi, rekam jejak pencapaian anda dan ragam keberpihakan Tuhan yang membuat anda bisa bernafas dan tetap tersenyum sampai saat ini, menjadi faktor yang membuat anda tenang dan merasa bahwa besok akan baik-baik saja. Seringkali, saat anda berfikir telah berbuat kebaikan sebagaimana ajaran Tuhan, tanpa disadari hal itu membuat anda lebih tenang dan percaya diri untuk menatap esok hari. Pasrah dan yakin akan kebepihakan Tuhan sangat membantu melenyapkan kegusaran anda tentang hari-hari berikutnya.

Disisi lain, bayangkan tabungan anda bertahun-tahun atau anda berhutang pada seseorang atau bank dan kemudian menginvestasikannya pada sebuah bisnis, tahukah anda kalau besok akan mendapatkan omzet berapa..?? . Adakah yang bisa memberi jawaban pasti bahwa pilihan bisnis yang anda geluti akan berakhir sesuai mimpi anda...??. Saya yakin, tak ada yang bisa menjelaskannya. Akan tetapi, keyakinan akan membimbing anda untuk tetap berani melakukannya dan semangat untuk terus menjalaninya. Artinya, anda telah menyandarkan sesuatu yang nyata dengan yang tidak nyata (keyakinan).

2 (dua) alinea diatas, yang satu tentang meyakini Tuhan dan satu lagi tentang meyakini sebuah peluang bisnis, menunjukkan bahwa meyakini bisnis ada kemiripan dengan proses ber-Tuhan, yaitu sama-sama hanya bisa merasakan tapi tidak pernah bisa meraba dan atau bahkan melihatnya. Artinya, ketika anda membentuk sebuah keputusan, jangan lupa melibatkan Tuhan dalam prosesnya. Dengan demikian, apapun yang anda jalankan berpeluang mendapat lindungan dan keberpihakan dari Sang Pencipta. Kombinasi segenap sumberdaya (akal,fikiran, semangat dan lainnya) sesungguhnya hanyalah media yang berfungsi menginspirasi keberpihakan Tuhan atas apa yang anda cita-cita kan. Sebagai wirausahawan/ti, janganlah terjebak men-Tuhankan rasa dan asa, sebab hal itu hanya akan membentuk kesombongan yang membawa pada awal keputus –asa-an yang tak berujung atau hanya akan membawa anda pada keberhasilan semu.


Penghujung
Bayangkan keberhasilan menghampiri anda dan bayangkan banyaknya rezeki mengalir pada pundi-pundi anda. Jadikan bayangan itu terus menjadi penyemangat . Jadikan bayangan itu begitu dekat tiap kali anda sedang berjibaku di medan perjuangan dan bertarung dengan lelah dan keyakinan yang terkadang memudar karena hasil yang kurang memuaskan. Berfikirlah positif karena itu akan senantiasa meningkatkan kemampuan, melipatgandakan energy perjuangan dan sekaligus membentuk daya dukung alam atas apa yang anda fikirkan dan inginkan.

Ketika bayangan dan impian itu benar-benar menjadi nyata, fahamilah itu sebagai bentuk restu Tuhan atas pola berfikir dan rekam jejak lelah anda. Syukurilah dengan cara-cara yang membentuk keberpihakan Tuhan pada apa-apa yang akan anda perjuangkan kemudian.

Selamat berkontemplasi, kebahagiaan tidak hadir tiba-tiba, tetapi harus diperjuangkan. Kegagalan hanya akan datang ketika anda berketetapan bahwa harapan benar-benar tidak ada. Semoga menginspirasi....
Share this article :

Posting Komentar

.

 
Copyright © 2015. ARSAD CORNER - All Rights Reserved