BELAJAR BERSAMA MENJADI KARYAWAN TUHAN (tulisan 02)…
Men-Tuhankan Logika dan Rasa
Kecerdasan logika dan rasa seringkali menjadi faktor terciptanya loncatan percaya diri dalam memetakan apa yang akan terjadi kemudian. ”Kepernahan tepat” atas sebuah rencana sering meng-inspirasi keberanian lebih untuk mendefenisikan kembali tentang keberhasilan-keberhasilan baru yang akan hadir di masa mendatang. Percaya diri ini kemudian memudar ketika deviasi antara asa dan realitas tersajikan. Pada titik nazir terendah….putus asa menjadi hanya satu-satunya pilihan yang tampak tersedia. Keresahan, ketakutan, kekhawatiran kemudian menjadi hantu ketika ”kata pasrah” tak lagi mampu menjadi payung ragam ketidaknyamanan yang tengah menyelimuti. Depresi tak terhindarkan, gairah dan senyum pun tak tampak lagi dari sebentuk wajah yang biasanya sumringah. Pada situsasi ini, Logika dan rasa telah menjelma menjadi Tuhan pada diri manusia...frustasi berwujud ir-rasionalitas langkah, putus asa menggiring emosi membunca. Pada titik itu, manusia telah memilih menyendiri dan menetapkan jarak dengan Sang Penciptanya….Tak ada lagi pembenar yang melahirkan asa di angan. Tak ada lagi faktor penguat yang menjadi landasan untuk bertahan….
Ketika Pasrah Menjadi Pemicu…
Pada mereka yang sering medekat pada-Nya, selalu menampilkan aura ketenangan, ketegasan sikap, optimis dalam melakukan setiap tindakan dan bijak dalam setiap berpandangan. Pasrah….telah menjadi semua itu bermula. Hidup difahami sebagai kesempatan mendulang kebaikan, segala gagasan dan langkah dilandasi keinginan kuat menciptakan makna bagi sesama, niat baik selalu diyakini menemukan jalannya sendiri, optimisme bermula dari hampir tak- berjaraknya dengan Sang Pencipta, kelahiran daya dukung dimaknai sebagai bentuk pesan Tuhan tentang kebenaran perjuangan, kebelum -berhasilan dibaca sebagai pemantik auto koreksi untuk segera berbenah diri dalam kebesaran jira. Sakit hati atas ragam reaksi, imajinasi berbagai resiko dan bayang kematian dunia yang selalu menggoda fikirannya ditepis dan dimobilisasi menjadi moment penguatan niat untuk terus melangkah dan bahkan menjadikannya sumber air mata yang menambah kekhusukan ketika bermohon keberpihakan pada Tuhan.
Hidup difahami sebagai kesempatan….kesempatan untuk melakukan banyak hal yang membawa pada ragam kemuliaan dipandangan-Nya. Kebersihan niat dijadikan sebagai keyakinan bahwa intervensi Tuhan akan senantiasa datang ketika akal dan asa tak menemukan jalannya. Keadaan saat ini difahami sebagai bentuk realisasi do’a masa lalu yang tercermin dari segala pemikiran dan tindakan yang telah dilakukan. Stabilitas suasana kebathinan merupakan wujud dari konsistensi dan korelasi positif antara niat dan langkah. Esok difahami sebagai keadilan Tuhan akan segera dipersembahkan. Lusa dimaknai sebagai ruang kosong yang pola susananya di pasrahkan sepenuhnya pada Sang Pencipta…
Tak ada keresahan dan kehawatiran yang berlama-lama, tak ada langkah yang bernilai percuma…hasil akhir difahami bentuk kebijaksanaan dan keadilan Tuhan. Lompatan hasil diluar takaran asa menjadi referensi untuk senantiasa belajar untuk tak berjarak dengan Tuhan….selalu begitu..selalu begitu….selalu begitu akan KAH..????
Ketika Impian Tak Ingin Menjadi Nyata
Terkadang seseorang memiliki impian tetapi sesungguhnya dia tak berkeinginan menjadi kenyataan. Hal ini bukan karena berubahnya defenisi impian itu, tetapi karena langkah-langkah yang dilakukan tidak ber-korelasi positif terhadap pembentukan faktor-faktor pendukung terwujudnya impian. Pada titik ini, sesungguhnya tak ada alasan untuk stress ketika deviasi asa dan realitas mengemuka. Pada titik ini pula, stress bisa didefenisikan sebagai bentuk ketidakpercayaan pada Tuhan. ..KAH???
Men-Tuhankan Logika dan Rasa
Kecerdasan logika dan rasa seringkali menjadi faktor terciptanya loncatan percaya diri dalam memetakan apa yang akan terjadi kemudian. ”Kepernahan tepat” atas sebuah rencana sering meng-inspirasi keberanian lebih untuk mendefenisikan kembali tentang keberhasilan-keberhasilan baru yang akan hadir di masa mendatang. Percaya diri ini kemudian memudar ketika deviasi antara asa dan realitas tersajikan. Pada titik nazir terendah….putus asa menjadi hanya satu-satunya pilihan yang tampak tersedia. Keresahan, ketakutan, kekhawatiran kemudian menjadi hantu ketika ”kata pasrah” tak lagi mampu menjadi payung ragam ketidaknyamanan yang tengah menyelimuti. Depresi tak terhindarkan, gairah dan senyum pun tak tampak lagi dari sebentuk wajah yang biasanya sumringah. Pada situsasi ini, Logika dan rasa telah menjelma menjadi Tuhan pada diri manusia...frustasi berwujud ir-rasionalitas langkah, putus asa menggiring emosi membunca. Pada titik itu, manusia telah memilih menyendiri dan menetapkan jarak dengan Sang Penciptanya….Tak ada lagi pembenar yang melahirkan asa di angan. Tak ada lagi faktor penguat yang menjadi landasan untuk bertahan….
Ketika Pasrah Menjadi Pemicu…
Pada mereka yang sering medekat pada-Nya, selalu menampilkan aura ketenangan, ketegasan sikap, optimis dalam melakukan setiap tindakan dan bijak dalam setiap berpandangan. Pasrah….telah menjadi semua itu bermula. Hidup difahami sebagai kesempatan mendulang kebaikan, segala gagasan dan langkah dilandasi keinginan kuat menciptakan makna bagi sesama, niat baik selalu diyakini menemukan jalannya sendiri, optimisme bermula dari hampir tak- berjaraknya dengan Sang Pencipta, kelahiran daya dukung dimaknai sebagai bentuk pesan Tuhan tentang kebenaran perjuangan, kebelum -berhasilan dibaca sebagai pemantik auto koreksi untuk segera berbenah diri dalam kebesaran jira. Sakit hati atas ragam reaksi, imajinasi berbagai resiko dan bayang kematian dunia yang selalu menggoda fikirannya ditepis dan dimobilisasi menjadi moment penguatan niat untuk terus melangkah dan bahkan menjadikannya sumber air mata yang menambah kekhusukan ketika bermohon keberpihakan pada Tuhan.
Hidup difahami sebagai kesempatan….kesempatan untuk melakukan banyak hal yang membawa pada ragam kemuliaan dipandangan-Nya. Kebersihan niat dijadikan sebagai keyakinan bahwa intervensi Tuhan akan senantiasa datang ketika akal dan asa tak menemukan jalannya. Keadaan saat ini difahami sebagai bentuk realisasi do’a masa lalu yang tercermin dari segala pemikiran dan tindakan yang telah dilakukan. Stabilitas suasana kebathinan merupakan wujud dari konsistensi dan korelasi positif antara niat dan langkah. Esok difahami sebagai keadilan Tuhan akan segera dipersembahkan. Lusa dimaknai sebagai ruang kosong yang pola susananya di pasrahkan sepenuhnya pada Sang Pencipta…
Tak ada keresahan dan kehawatiran yang berlama-lama, tak ada langkah yang bernilai percuma…hasil akhir difahami bentuk kebijaksanaan dan keadilan Tuhan. Lompatan hasil diluar takaran asa menjadi referensi untuk senantiasa belajar untuk tak berjarak dengan Tuhan….selalu begitu..selalu begitu….selalu begitu akan KAH..????
Ketika Impian Tak Ingin Menjadi Nyata
Terkadang seseorang memiliki impian tetapi sesungguhnya dia tak berkeinginan menjadi kenyataan. Hal ini bukan karena berubahnya defenisi impian itu, tetapi karena langkah-langkah yang dilakukan tidak ber-korelasi positif terhadap pembentukan faktor-faktor pendukung terwujudnya impian. Pada titik ini, sesungguhnya tak ada alasan untuk stress ketika deviasi asa dan realitas mengemuka. Pada titik ini pula, stress bisa didefenisikan sebagai bentuk ketidakpercayaan pada Tuhan. ..KAH???
Posting Komentar
.