Disampaikan pada acara Magang Koperasi Se Kab. Banyumas, Jawa Tengah, di KUD Rukun Tani Cilongok, Purwokerto, Jawa Tengah, Indonesia, September 2010
Gaya ini relatif memaksa setiap orang yang ada dibawah kepemimpinannya untuk melakukan langkah-langkah sebagaimana yang dikehendakinya. Gaya ini tidak memberi ruang bagi siapapun untuk berpendapat, sehingga cenderung centralistik. Dengan kata lain, pimpinan gaya ini layaknya seperti super man. Dalam menatap masa depan organisasi, gaya ini beresiko tinggi, karena tidak terjadi proses kaderisasi yang alamiah. Sehingga kalau terjadi pergantian pimpinan yang kebetulan kualitasnya dibawah pimpinan sebelumnya, kecenderungan organisasi akan mengalami kemunduran. Namun terkadang, ego untuk diakui sebagai pimpinan membuat gaya instruktif ini sebagai pilihan yang paling menarik bagi mereka penganut “gaya otoriter”. Gaya ini memberi ruang yang begitu luas bagi semua bawahan untuk mengembangkan kreativitasnya, tetapi tetap dalam koridor target yang ditetapkan pemimpin. Pola ini mengedepankan pada kekuatan tim (super team). Disamping itu, gaya ini mengedepankan pada pembentukan sistem dan kultur organisasi. Dengan gaya ini, dari sisi motivasi relatif lebih besar, sebab semua orang berada pada titik pengakuan dan persaingan kreativitas yang sehat.Gaya ini biasanya tergantung pada situasi, terkadang instruktif, tetapi disisi lain juga partisipatif.
Gaya kepemimpinan yang tepat dipastikan mamapu meningkatakan etos kerja, namun demikian, perubahan etos kerja, harus diikuti dengan perubahan pola penghargaan, sehingga grafik etos kerja, grafik penghargaan dan grafik produktifitas akan berbanding lurus..
A. Pendahuluan
Kalau mau jujur, induk permasalahan atas lesunya kondisi usaha mayoritas koperasi adalah permasalahan sumber daya manusia. Performance usaha yang masih tradisional, pola pelayanan yang masih jauh dari prinsip customer satisfied oriented, lemahnya akses teknologi, wilayah pemasaran yang terbatas sebenarnya adalah imbas dari permasalahan SDM yang dimiliki koperasi. Bahkan, terbatasnya permodalan (sering dijadikan pembenaran atas ketidakberkembangan) juga adalah imbas SDM. Oleh karena itulah, kalau mau koperasi berkembang, hal yang pertama yang harus dibenahi adalah masalah SDM.
B. Hakekat Usaha
Dalam skala dan jenis usaha apapun koperasi bergerak, sukses tidaknya sangat ditentukan oleh “ada tidaknya” respon pasar. Oleh karena itu, perjuangan yang sesungguhnya adalah “merumuskan cara” atau dengan kata lain melakukan pemilihan metode penggarapan. Dalam tahap ini, kreativitas SDM adalah hal yang paling menentukan. Apakah koperasi kita memiliki SDM yang kreatif?.
C. Hakekat SDM
Berbicara tentang SDM adalah hal tersulit. Ada beberapa alasan yang melingkupinya, antara lain :
1. Masing-masing orang mempunyai latar belakang yang berbeda-beda.
2. Masa lalu telah ikut berkontribusi dalam proses pembentukan kepribadian masing-masing orang.
3. Kepribadian adalah hal yang paling besar mempengaruhi seseorang untuk melakukan dan atau tidak melakukan sesuatu.
4. Masing-masing orang mempunyai harapan, keinginan dan cara untuk menggapainya.
D. SDM Kreatif
SDM yang kreatif tidak pernah mengeluh pada keterbatasan, akan tetapi selalu memaksimalkan potensi yang ada guna terciptanya produktivitas. Mengeluh tidak akan pernah merubah keadaan, tetapi memaksimalkan potensi yang ada justru akan mampu mendatangkan peluang berikutnya. SDM yang kreatif dapat mengadakan sesuatu yang belum ada, sedangkan SDM yang mandul dipastikan akan memusnahkan yang sudah ada.
E. Hakekat Manajemen
“Manajemen adalah melakukan sesuatu lewat orang lain”. Dengan kata lain, manajemen mengandung adanya pendelegasian wewenang dengan target yang jelas. Mengingat bahwa manajemen mengandung makna pendelegasian, maka perjuangan yang terberat adalah “siapa dan karakter yang seperti apa” yang pantas dipilih untuk menjalankan delegasi wewenang. Kejelian dan kejituan diperlukan untuk itu. Disamping itu, kita juga harus memiliki alasan rasional mengapa mereka mau menerima delegasi itu.
F. Pengaruh Kepemimpinan Memotivasi Kreativitas Untuk Melahirkan Produktivitas
Beberapa tahun lalu, “Tanri Abeng” dikenal sebagai manajer 1 milyar. Pertanyaan yang paling menarik adalah apa yang membuat Tanri Abeng begitu menarik, hingga orang tertarik untuk merekrutnya?..
Dalam konteks bisnis, satu hal yang pasti : Tanri Abeng punya gaya kepemimpinan yang mampu memotivasi kreativitas SDM sehingga melahirkan peningkatan produktivitas. Kalau hasil akhirnya tidak sebanding dengan biaya kehadiran Tanri Abeng, saya nggak yakin perusahaan mau melakukan langkah itu.
Dari banyak teori tentang tugas pemimpin, satu hal yang sangat mengesankan saya, yaitu pendapat yang menyatakan bahwa “ Tugas pemimpin adalah mengarahkan yang dipimpinnya untuk melakukan hal-hal yang disukai Tuhan”. Tuhan suka pada kreativitas, sportivitas, inovasi, improvisasi, efisiensi, produktivitas dan lain sebagainya, sehingga adalah hal yang benar untuk mengatakan menjadi pemimpin bukanlah hal sederhana. Sebab, dalam proses perjalanannya memerlukan ketauladanan. Artinya, tindak tanduk, perilaku, budaya, etika, etos kerja seorang pemimpin sangat mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam memimpin. Secara singkat “gaya ” adalah kunci dari kepemimpinan itu sendiri.
G. Gaya Kepemimpinan
Cara Pandang atas sesuatu adalah hal yang paling berpengaruh pada semua orang. Demikian halnya dengan kepemimpinan. Ada 2 (dua) cara pandang yang mempengaruhi gaya kepemimpinan seseorang, yaitu :
1. Kepemimpinan dipandang sebagai kendaraan (kenikmatan). Biasanya pemimpin yang seperti ini akan berorientasi pada pemaksimalan kenikmatan yang ada. Istilah lain: “aji mumpung”. Cara pandang inilah yang menyebabkan seseorang mengalami “power syndrom” , ketika kepemimpinannya dicabut/digantikan.
2. Kepemimpinan adalah sebuah beban/amanat. Dalam hal ini, pemimpin ini beranggapan bahwa kepemimpinannya harus mampu memberi nilai tambah/manfaat bagi orang/lembaga yang memberi kepercayaan kepadanya. Oleh karena itu, dia akan melakukan serangkaian perubahan positif yang akan mempercepat pencapaian visi/misi. Uniknya, kalau kepemimpinannya dicabut/digantikan maka dia tidak akan kecewa bahkan senang sebab beban yang dipundaknya menjadi ringan.
Pada pilihan cara pandang manapun yang diyakini, disadari atau tidak disadari akan mempengaruhi gaya kepemimpinan seseorang dalam keseharian.
Begitu berpengaruhnya gaya , sehingga tidak ada salahnya kita melihat beberapa gaya kepemimpinan dibawah ini, dengan satu harapan akan memperkaya referensi kita untuk melakukan pemilihan gaya kepemimpinan kita dalam menjalnkan amanat anggota koperasi.
1. Gaya kepemimpinan Instruktif
2. Gaya kepemimpinan Partisipatif.
3. Gaya kepemimpinan campuran/adaptif.
Pilihan gaya manapun yang diambil, sejujurnya itu hak dan keyakinan masing-masing orang. Akan tetapi, yang terpenting adalah adanya kesadaran penuh atas efektivitas gaya kepemimpinan itu terhadap perkembangan organisasi dan usaha jangka pendek maupun jangka panjang.
H. Perlunya Penghargaan Yang Proporsional
Kalau kita mau jujur pada diri sendiri, terkadang terbersit sebuah kekecewaan atas pola penghargaan yang kurang tepat terhadap kreativitas, komitmen dan loyalitas yang dikembangkan di koperasi pada umumnya.
Persepsi dominan dikalangan anggota lebih memposisikan koperasi sebagai lembaga sosial, sehingga keberadaan pengurus dan pengelola cenderung dipandang sebagai aktivitas sosial. Namun demikian, ketika anggota menempatkan diri mereka pada posisinya, tuntutan kemanfaatan ekonomis (SHU tinggi) selalu mendominasi. Pertanyaan yang paling mendasar muncul kemudian : Apakah hal ini proporsional ?.
Terlepas dari kita sebagai pengurus/pengelola atau tidak, demi perkembangan organisasi dan usaha koperasi, kita perlu melihat,mengkaji dan mensikapi hal ini secara obyektif. Bagaimanapun juga, kondisi yang tercipta saat ini juga akibat dari kerikuhan kita (seluruh elemen organisasi) untuk mengkomunikasikan secara terbuka. Mungkin, hal ini pulalah yang mendorong terciptanya situasi dimana mengurus koperasi adalah samben (sambilan) dan pada akhirnya mengakibatkan rendahnya produktivitas. Bahkan sampai saat ini, praktek KKN dikoperasi selalu kita temukan/dengan /baca lewat berbagai media. Terlepas tindakan itu salah, bukankah pola penghargaan yang berlaku dikoperasi juga ikut andil dalam memotivasi perilaku menyimpang itu?. Perlu kebijaksanaan untuk melihat ini.
Oleh karena itu, perlu segera melakukan upaya-upaya perbaikan model penghargaan atas kreativitas SDM koperasi. Hal ini juga akan memotivasi orang-orang yang berkapasitas untuk mau bergabung dengan koperasidengan harapan akan menambah gairah perkoperasian kita masing-masing. Disamping itu, penghargaan yang proporsional juga akan lebih mempermudah penerapan apa yang dinamakan dengan istilah“punishment”: Jangan sampai kita terjebak mengambil tindakan secara membabi buta atas kesalahan yang terjadi, akan tetapi tidak ada salahnya kita sedikit melakukan koreksi kebelakang atas faktor-faktor penyebabnya. Hal ini bukan bentuk apologi (permaafan) terhadap kesalahan yang terjadi, tetapi sebabagi bentuk pencegahan atas kejadian serupa dikemudian hari.
I. Alternatif Model Penghargaan (berbanding lurus dengan Produktivitas)
Dalam konteks SDM ada beberapa prinsip yang perlu mendapat perhatian, antara lain :
ü Prinsip Penambahan jumlah SDM bukanlah penambahan biaya melainkan peningkatan produktivitas.
Prinsip ini mencoba memandang SDM adalah identik dengan investasi, bukan biaya. Kalau biaya akan cenderung mengurangi laba sedangkan investasi adalah menambah laba. Prinsip ini juga mengandung adanya prasyarat kualitas, kapasitas dan kompetensi setiap orang yang berada di dalam organisasi/perusahaan.
ü Prinsip “The Rigt Man on The Rigt Place, Position and The Right Walfare”
Prinsip ini menekankan pada 3 (tiga) hal yaitu:
Þ The rigt man (orang yang benar) baik secara kualitas, kapasitas, kopetensi.
Þ The right position (posisi yang benar). Menempatkan seorang sarjana tidaklah tepat sebagai penjaga wartel, sebab prinsip dasar menjaga wartel adalah menunggu dan melayani dengan baik, sehingga tidak memerlukan spesifikasi pendidikan yang tinggi. Disamping itu, menempatkan seseorang yang tidak punya jiwa kepemimpinan menjadi kepala unit dan atau manager, dimana pekerjaan itu memerlukan pemikiran yang kompleks dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu, sebelum melakukan rekruitmen seharusnya dilakukan job analyse, sehingga semua orang berada pada tempat yang seharusnya.
Þ The right walfare (kesejahteraan yang benar). Saya memandang hal ini sangat penting. Disamping sebagai salah satu sumber motivasi perbaikan etos kerja juga sebagai bentuk perbaiakan harapan masa depan perusahaan. Ada dua alternatif model yang bisa dikembangkan; (1) sistem gaji plus bonus produktivitas dan (2) sistem bagi hasil dengan prosentase pembagian yang layak dan pantas.
J. Penutup
Kita ingin koperasi maju, semua setuju dengan keinginan itu. Akan tetapi, proses pencapaian keinginan itu harus diikuti dengan langkah-langkah rasional, langkah-langkah yang mampu memotivasi terciptanya produktivitas. Kita sangat tidak pantas berharap koperasi maju dalam usaha/bisnis ketika SDM yang ada tidak memiliki loyalitas terhadap koperasi. Tidak ada hasil maksimal dari kerja separo-separo, itu hukum alam yang tidak mungkin dapat dihindari. Disamping itu, sangat tidak fair menuntut kemanfaatan ekonomis berkoperasi, ketika ada ketidakwajaran dalam proses penghargaan bagi mereka yang berkontribusi.
Akhirnya marilah kita bertindak dan berharap yang rasional, dimana pengorbanan sebanding dengan penghasilan. Jika tidak, jangat berharap koperasi maju dan bergairah. Selamat mengembangkan koperasi dengan cara-cara rasional.
Posting Komentar
.