Emang Bisnis Punya Etika??? | ARSAD CORNER

Emang Bisnis Punya Etika???

Rabu, 24 November 20100 komentar


Prolog


Setelah menerima undangan panitia dan mencoba mencermatinya, hal pertama yang terbersit dalam fikiran saya adalah pertanyaan besar mengapa tema “etika bisnis” menjadi menarik dan pantas untuk mengemuka dalam seminar ini. Apakah panitia telah terjebak pada dogma kekejaman bisnis, ataukah diantara mereka ada yang pernah menjadi korban praktek bisnis dan kemudian menjadikan seminar ini sebagai moment stategis untuk melakukan edukasi sosial yang persuasif sehingga tidak akan muncul korban berikutnya.  Saya tak menemukan jawabannya dan bahkan tidak berani berkesimpulan pada satu pilihan. Namun kebuntuan ini telah menggiring  saya untuk berdoa semoga ini bukan bagian dari skenario konstruktif menjauhkan kita dari minat menekuni dunia bisnis, tetapi merupakan cara cerdas panitia mengajak kita untuk tetap memegang teguh “etika” dalam memainkan peran sebagai pebisnis. Amin

Ada satu kebiasaan saya tiap kali memberi ceramah dalam berbagai aktivitas ilmiah yaitu membatasi diri pada tingkat penawaran wacana saja tanpa memaksa atau menggiring audience pada satu pilihan. Hal ini semata-mata bentuk penghormatan saya atas kedewasaan dan kecerdasan audience. Dengan demikian, apa yang saya sampaikan terbatas pada pengayaan referensi untuk melakukan satu pilihan.

Memaknai Etika


Persepsi saya, etika identik dengan kesantunan atas nilai/kebenaran  yang selanjutnya menjadi pedoman dalam setiap tindakan dan perilaku. Bisa saja nilai itu  bersumber dari kesepakatan masyarakat atau sekelompok orang  dan atau mutlak bersumber dari ajaran/kalam Tuhan lewat kitab-Nya. Ketika nilai itu dilanggar maka sang pelanggar akan di cap sebagai orang tak beretika.

Menilik 2 (dua) sumber “nilai/kebenaran”, yang tidak terbantahkan adalah konsep nilai ciptaan Tuhan yang terdeskriptif secara sistematis dalam kitab-Nya. Perdebatan yang biasa terjadi hanya pada tingkat intrepretasi kalam-Nya  dan tak satupun berani mencoba mempersalahkan redaksional Tuhan. Hal itu menunjukkan bahwa tidak ada baiknya untuk mempersalahkan Tuhan urusan berkalimat dan sekaligus mempertegas bahwa nilai-nilai  yang diajarkan Tuhan bersifat mutlak dan pasti kebenarannya. Kalau demikian adanya, bagimana dengan tingkat absolutisme nilai/kebenaran yang bersumber dari hasil kesepakatan (tertulis atau tidak tertulis)  sekelompok orang atau masyarakat ???.


Terkadang tergoda untuk skeptis atas proses terbentuknya sebuah konsep nilai/kebenaran tak lepas dari unsur kepentingan. Sehingga, rumusan akhir dari sebuah nilai/kebenaran merupakan titik tengah (keterwakilan/akomodatif) dari berbagai kepentingan yang ada. Ironisnya,ketika kepentingan berkembang dan konsep nilai yang ada tidak berkemampuan mengakomodir dinamika kepentingan, koreksi kebenaran atas konsep nilai sebelumnya telah terjadi secara alamiah dan mendorong untuk melakukan adaptasi dan membawa pergeseran nilai pada konsep yang baru.

Berbicara tentang kebenaran, hal ini mengingatkan saya pada seorang sahabat/saudara yang mencoba mengklasifkasikan sebuah kebenaran sebagaimana berikut ini :
1.         Kebenaran Hakekat/kebenaran obyektif.
Kebenaran ini diperuntukkan pada kalam Tuhan yang kebenaran bersifat absolut.
2.         Kebenaran otoriter.
Kebenaran/nilai yang menjadi pedoman merupakan dogma yang dipaksakan oleh sang penguasa/pimpinan kelompok. Karena sang penguasa begitu otoriter, maka pilihan yang tersedia hanya meng-amini atau keluar dari kesatuan. 
3.         Kebenaran mayoritas/kolektivitas.
Pada jenis ini, kebenaran ditentukan oleh suara mayoritas dan bahkan terjebak pada substansi kebenaran sesungguhnya sehingga sangat memungkinkan sesuatu yang salah (dalam perpsektif Tuhan) menjadi benar dalam konteks manusia.
4.         Kebenaran subyektif
Ketika satu bentuk tawaran konsep nilai/kebenaran menarik,menguntungkan dan bahkan mengandung  tawaran kenikmatan didalamnya, maka biasanya seseorang terdorong untuk memperjuangkannya menjadi sebuah kebenaran.  

Kalau memang demikian adanya, “pilihan nilai/kebenaran” mana sebaiknya kita berpijak ???. Saya tidak memaksa anda pada pilihan manapun, namun sekedar menyarankan untuk melibatkan “nurani dan Tuhan ” dalam proses penetapan  pilihan,  Mengapa nurani  dan Tuhan???

Cobalah merangkai sejuta dusta untuk mempertahankan diri tetap benar (walau sejujurnya anda pada posisi yang salah), rasakan apakah ketika rangkaian dusta mengalir disaat yang sama nurani/hati juga mengakui bahwa bibir anda sedang berduta. Disamping itu, cobalah temukan adakah kalam Tuhan pernah berseberangan dengan nurani.  Kalau memang ada, sebelum menyalahkan Tuhan, pastikan nurani anda tidak tercemari apapun dan siapapun, sebab anda tidak akan pernah lebih baik daripada Tuhan dari sisi manapun .


Mempersepsikan Bisnis

Pepatah bijak mengatakan bahwa perilaku adalah hasil olah kolaborasi keyakinan dan pola fikir. Pilihan cara seseorang dalam berbisnis merupakan bentuk implementasi dari kolborasi keduanya. Dalam bahasa sederhana, cara seseorang mempersepsikan sesuatu selalu menjadi dasar untuk  melakukan atau memilih sesuatu.

Mengacu pada alinia diatas, maka cara berbisnis sesungguhnya dipengaruhi persepsi terhadap bisnis itu sendiri.  Ketika bisnis dipersepsikan sebagai media  untuk menimbun harta sampai tujuh turunan, maka langkah-langkah yang diambil pun akan mengarah pada pengumpulan harta sebanyak mungkin. Akan tetapi,ketika dipersepsikan sebagai media untuk menciptakan makna bagi banyak orang (baca ; menyediakan lapangan pekerjaan), maka langkah-langkah yang diambil pun senantiasa berorienatsi pada upaya memlihara  yang sudah ada dan mengadakan yang belum ada.

Sebagai bentuk tawaran saja, saya coba menjelaskan sebuah cara baca tentang “bisnis”, yaitu;
1.       bisnis adalah upaya memindahkan uang dari kantong orang ke kantong kita, dengan cara yang disukai Tuhan atau Syaitan.  Namun, saya ingatkan untuk  jangan memilih cara yang disukai syaitan, sebab itu akan menjebak anda dalam kesengsaraan yang tak berakhir..
2.       Bisnis adalah proses menyenangkan orang lain untuk menyenangkan diri sendiri. Kalimat ini tidak bisa dibalik sebab akan berbaeda dalam perspektif makna dan semangat.
3.       Bisnis merupakan salah satu tindakan menolong orang lain. Pada titik tertentu, bisnis akan berkembang dan tidak mungkin lagi untuk dikelola sendiri sehingga menciptakan lapangan pekerjaan bagi lainnya,
4.       Menolong orang lain adalah tindakan terpuji dan disukai Tuhan sehingga tidak terlalu berlebihan menyimpulkan bahwa bisnis adalah salah satu jalan menuju ke sorga.

Defenisi itu merupakan hasil kontemplasi panjang sehingga tampak tidak lazim dan tidak akan anda temui dalam buku-buku ilmiah. Namaun demikian, defenisi itu pula yang terus menyemangati  untuk terus merangkai langkah kosntruktif untuk menciptakan makna yang lebih banyak lewat upaya memelihara yang sudah ada dan mengadakan yang belum ada. Bagaimana dengan defenisi anda tentang bisnis ???


Etika Bisnis

Istilah “Hukum bisnis” berbeda dengan  “etika bisnis” . Hukum bisnis secara tegas mendeskripsikan batasan-batasan “boleh” dan “tidak” serta “ganjaran/hukuman” bagi mereka yang nekat melanggar peraturan yang ada. Sementara itu, sepengetahuan saya sampai saat ini belum ada satu bentuk kesepakatan tertulis atau statemen bersama tentang kode etik  bisnis yang berlaku wajib. Ketika seseorang merasa dikecewakan oleh sebuah praktek bisnis dari seorang pengusaha, norma-norma kehidupan masyarakat atau pakem-pakem ajaran Tuhan biasanya dijadikan sebagai referensi  untuk melakukan penilaian.

Kondisi ini menggambarkan bahwa etika dalam bisnis relatif lekat dengan “masalah kepatutan”, baik  kepatutan sosial (nilai-nilai kemasyarakatan) maupun kepatutan religius (ajaran-ajaran Tuhan). Hal inilah yang kemudian memotivasi untuk menempatkan “trust” (kepercayaan atau amanah) sebagi modal terpenting/terbesar (bukan uang atau strategi) dalam sebuah bisnis. Tak ada yang bisa dijual ketika konsumen berkali-kali anda kecewakan. Tidak ada yang bersedia memberikan pinjaman ketika anda “cela/tidak jujur” dalam urusan hutang piutang. Tidak ada yang tergerak untuk menolong dari keterpurukan ketika kesuksesan yang pernah  anda raih didentingkan dengan “petikan nada kesombongan”. 


“Kecerdasan  Akal” dan “Kuasa Tuhan” 

Bisnis memerlukan instuisi dan kecerdasan membaca peluang dan mengintrepretasikannya dalam tampilan menarik. Kemampuan memahami karakter dan mempengaruhi konsumen untuk minat dan termotivasi mengkonsumsi apa yang ditawarkan menjadi sebuah keharusan ketika menjadi pebisnis adalah pilihan anda.  Pada proses menampilkan sesuatu yang menarik itu lah diperlukan kejelian sehingga konsumen melepas uangnya dengan rasa puas,mengesankan dan menyuarakan kepada calon konsumen lainnya. Semua Tahapan itu memerlukan kecerdasan, kejelian,kejujuran dan yang tak kalah pentingnya adalah masuknya unsur kebijakan nurani. Mengapa nurani menjadi penting ???.

Tidak dapat dipungkiri, unsur “tega dan tidak tega” terkadang terlibat dalam proses pengambilan keputusan bisnis.  Sebagai illustrasi tentang bisnis di bidang kesehatan. Statemen “kesehatan adalah hal yang paling penting dalam hidup”  terlanjur berkembang dan menjadi keyakinan dipandangan masyarakat maka hal ini akan memotivasi orang untuk melakukan apapaun untuk kesembuhan seorang anak atau sanak famili yang sedang terbaring sakit. Kondisi ini terkadang memacu nafsu sebagian kecil para pelaku usaha (pabrik atau pedagang obat)  untuk mengambil kesempatan dalam kesempitan untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya dan membutakan diri pada unsur empati dan kepatutan sosial. Akibatnya, penderitaan dijadikan obyek keberhasilan.  Apalagi hal ini didorong perilaku konsumen yang cenderung membayar berapapun (cenderung tidak pernah menawar) harganya asal bisa sembuh. Hal ini tidak terbatas pada bisnis kesehatan saja, jenis bisnis lain juga  terkadang diinspirasi oleh kondisi/moment seperti tingginya harga kebutuhan pokok, pakaian dan transportasi menjelang lebaran, harga pensil 2B saat menjelang UMPTN dan lain sebagainya. Perilaku demikian mengundang pertanyaa kecil apakah pelaku bisnis tersebut dikategorikan beretika ????.

Tidak adanya batasan yang jelas dan banyaknya hal-hal yang tak bisa disentuh telah memotivasi praktek-praktek bisnis dikendalikan nafsu duniawi.. Kecerdasan akal memanipulasi persepsi konsumen dimanfaatkan untuk meraup keuntungan diatas ketidakberdayaan orang lain. Kemampuan lobbying (baca: kecerdasan melakukan komunikasi yang dibahasakan sebagai bentuk empati dan semangat berbagi) menjadikan batasan “etis” atau “tidak etis” sangat tipis.

Pada titik itulah peran nurani menjadi penting. Pada titik itu pula, peran keimanan (terintegrasinya nilai-nilai ketuhanan dalam pola fikir dan perilaku)  menjadi efektif sebagai alat control dan sekaligus menjaga kesadaran untuk tetap bertindak patut dan wajar.  Ketika bayang azab Tuhan mengedepan bersamaan dengan peluang keuntungan sebuah moment strategis, maka nafsu akan terfilter menjadi satu bentuk keputusan yang bijak.

Alinie diatas hanya illustrasi atas sebagaian kecil modus/praktek bisnis  yang rentan terhadap eksploitasi. Namun demikian kurang bijak untuk berkesimpulan illustrasi tersebut sebagai representatif mayoritas perilaku dalam dunia bisnis.  Kalau kebetulan anda pernah mengalami atau kebetulan sedang menggeluti dunia bisnis, setidaknya bisa menjadi pengingat untuk lebih bijak dikemudian hari. Bukan   terlambat lebih baik ketimbang tidak sama sekali ????
Satu hal yang perlu menjadi perhatian, diatas kecerdasan, kejelian dan ketajaman instuisi manusia masih ada kekuasaan Tuhan yang bisa membalik keberhasilan menjadi kegagalan yang membawa penderitaan  dalam sekejap.  Disamping itu, dunia  bisnis yang penuh ketidakpastian harus dibaca sebagai bukti bahwa peran Tuhan begitu ada dan begitu besar dalam setiap langkah anda menapak tangga keberhasilan. Kecerdasan logika harus dipandang sebagai bentuk titipan-Nya sehingga pemanfaatannya tetap dalam koridor nurani dan ajaran-Nya. Keberhasilan sebaiknya dipandang sebagai ujian dan perluasan kesempatan untuk menciptakan “ruang manfaat” yang lebih luas.

Tanpa bermaksud menggurui, dalam pandangan Tuhan  “sesunggunya apa yang kita miliki adalah apa yang telah kita beri”. Oleh karena itu, membangun semangat berbagi jauh lebih berpengharapan ketimbang menumbuhkembangkan semangat memperkaya diri sendiri. Dalam logika matematis, pendapat ini memang sulit untuk diterima. Tapi cobalah sedikit berkontemplasi  atas berbagai kejadian yang mewarnai hidup/usaha anda, rasakan  betapa banyak hal-hal yang terjadi diluar rancang logika cerdas anda. Pada titik itulah kekuasaan Tuhan bicara dan berperan membentuk keberhasilan anda sehingga tidak ada alasan pantas untuk mengklaim keberhasilan sebagai hasil olah fikir semata. Kesombongan selalu berakhir dengan kesengsaraan maupun penderitaan. Kalaupun anda belum mengalaminya, bukanlah pilihan bijak untuk mencoba membuktikan kecuali memang anda menginginkannya. Sependapatkah anda ????.


Modus Bisnis Berpengharapan

Tanpa bermaksud mengadili praktek bisnis yang sekarang begitu variatif dan dinamis ataupun memaksa anda untuk mengikuti alur fikir saya, berikut ini dijabarkan beberapa kalimat yang mungkin bisa membantu anda menjadi pengusaha/pebisnis sukses dan beretika;
1.       Memaknai “ketajaman instuisi” dan “kecerdasan merangkai peluang” sebagai bentuk kepercayaan Tuhan untuk menciptakan jutaan makna dan peluang untuk menyebarluaskan semangat untuk mencipta (baca: berkreasi/inovasi).
2.       Jadilah pengusaha yang memiliki pribadi dan perilaku yang disukai Tuhan, sebab dengan cara itulah bisnis anda akan senantiasa terhindar dari segala bentuk tipu daya manusia lainnya dan sekaligus memperbesar peluang untuk melipatgandakan keberhasilan.
3.       Adalah benar dunia bisnis tidak memiliki kode etik yang wajib untuk diikuti, tetapi nurani dan kalam Tuhan adalah sebuah pedoman dan sekaligus yang akan membawa anda pada tingkat kesuksesan yang tak pernah anda bayangkan sebelumnya. 


Penutup

Dalam bahasa harapan, Bisnis terkadang dimaknai sebagai sesuatu yang menggiurkan karena mengandung potensi keuntungan berlimpah yang bisa membawa anda kaya raya dan bahkan menjadi penguasa. Itu cara pandang yang tidak sepenuhnya salah. Namun demikian,seyogyanya langkah–langkah dalam proses pencapainnya tetap memegang teguh nurani sehingga terjaga dalam perpspektif kepatutan sosial dan terpelihara dalam perpspektif ketuhanan. Dengan demikian, ketika nurani dan kalam Tuhan senantiasa menjadi pegangan maka keberadaan anda di lingkungan bisnis pasti  akan mendapat sambutan dari manusia dan juga perlindungan dari Sang Pencipta. Amin.

Demikian pemikiran sederhana ini saya sampaikan dihadapan anda, semoga mamapu memperkaya referensi anda untuk mengambil sikap dari banyak pilihan yang tersaji dihadapan anda. Selamat merangkai mimpi keberhasilan dan menapakinya dengan penuh kesabaran dan kesungguhan, semoga Tuhan senantiasa berpihak pada mimpi dan do’a anda. Amin
Disampaikan tanggal 12 Juni 2006 pada acara Seminar Nasional Kewirausahaan, di Auditorium Fakultas Pertanian UNSOED,Purwokerto,Jawa Tengah,Indonesia
Share this article :

Posting Komentar

.

 
Copyright © 2015. ARSAD CORNER - All Rights Reserved