SISI LAIN DARI PERHELATAN KUMPULAN PPKL PROV JAWA TENGAH
tulisan ini disusun sebagai bagian dari upaya "membangun budaya menulis" 
di kalangan PPKL Prov. jawa Tengah
 Awanya terfikir
untuk naik travel jam 01.00 WIB dari Kota Purwokerto menuju Nugraha Hotel
Bandungan, tempat digelarnya  agenda “peningkatan
kapasitas” para pejuangan koperasi yang terhimpun dalam PPKL selama 3 (tiga)
hari 24-26 Oktober 2018. Untung saja, tiket travel belum di pesan saat “godaan
diskusi” datang dari Pak Bagus Rachman,SE,MEc, sang Plt Asisten Deputi Penyuluhan
Kemenkop & UKM RI. Tentu saja tawaran diskusi ini sangat menarik dan menjadi
ajang bertukar fikir dan saling meng-inspirasi gagasan seputar “pengembangan koperasi” di
negeri ini. Atas hal itu, keberangkatanku pun lebih gasik dari rencana
sebelumnya.
Awanya terfikir
untuk naik travel jam 01.00 WIB dari Kota Purwokerto menuju Nugraha Hotel
Bandungan, tempat digelarnya  agenda “peningkatan
kapasitas” para pejuangan koperasi yang terhimpun dalam PPKL selama 3 (tiga)
hari 24-26 Oktober 2018. Untung saja, tiket travel belum di pesan saat “godaan
diskusi” datang dari Pak Bagus Rachman,SE,MEc, sang Plt Asisten Deputi Penyuluhan
Kemenkop & UKM RI. Tentu saja tawaran diskusi ini sangat menarik dan menjadi
ajang bertukar fikir dan saling meng-inspirasi gagasan seputar “pengembangan koperasi” di
negeri ini. Atas hal itu, keberangkatanku pun lebih gasik dari rencana
sebelumnya. Alhamdulillah, beranjak
jam 14.00 Wib dari Purwokerto, kota kelahiran koperasi, travel pun tiba di
lokasi tepatnya saat  Timnas Indonesia
U-19 sedang berjuang mengandaskan ambisi superior UEA di ajang AFF 19 demi satu tiket ke
perempat final. Untungnya, Sang Pejabat Kemenkop sedang menjalankan perannya
sebagai mentor, sehingga peluang terbuka untuk menyaksikan bagaimana Egy MV Cs yang
tengah berjibaku mengharumkan bangsanya lewat sepakbola. Hampir saja  aku gagal menyaksikan karena saluran TV penyelenggaraan siaran langsung di Hotel
di acak. Pengorbanan quota demi  menyaksikan tim kebanggan pun tidak sia-sia
pada akhirnya. Air mata bahagia menjadi wujud keharuan dan kebanggaan saat
peluit akhir menunjukkan skor berpihak untuk kemenangan Indonesia.
Alhamdulillah, beranjak
jam 14.00 Wib dari Purwokerto, kota kelahiran koperasi, travel pun tiba di
lokasi tepatnya saat  Timnas Indonesia
U-19 sedang berjuang mengandaskan ambisi superior UEA di ajang AFF 19 demi satu tiket ke
perempat final. Untungnya, Sang Pejabat Kemenkop sedang menjalankan perannya
sebagai mentor, sehingga peluang terbuka untuk menyaksikan bagaimana Egy MV Cs yang
tengah berjibaku mengharumkan bangsanya lewat sepakbola. Hampir saja  aku gagal menyaksikan karena saluran TV penyelenggaraan siaran langsung di Hotel
di acak. Pengorbanan quota demi  menyaksikan tim kebanggan pun tidak sia-sia
pada akhirnya. Air mata bahagia menjadi wujud keharuan dan kebanggaan saat
peluit akhir menunjukkan skor berpihak untuk kemenangan Indonesia.   
Menjelang pukul 22.30 Wib, perbincangan
4 (empat) matapun dimulai dengan Pak Bagus Rachman. Seperti biasa kalau kami
berdiskusi, selalu jauh dari kesan formal dan berlangsung dalam suasana akrab
layaknya 2 (dua) insan yang bersahabat lama. 2 (dua) cangkir kopi sachet dan jajanan di kamar Pak bagus
menemani obrolan santai  di balkon kamar, mulai tentang kondisi koperasi di
tanah air sampai mengarah pada optimalisasi kinerja PPKL (Petugas Penyuluhan
Koperasi Lapangan),  yang nota bene merupakan
program kementrian koperasi & UKM RI. 
 Pak Bagus yang
sangat concern dalam mengawal PPKL ini
mencoba mengajak ber-eksplorasi berkaitan dengan strategi peningkatan output, outcome dan impact dari
keberadaan PPKL di Tanah air. Diskusi ini pun berlangsung gayeng dan baru
berakhir di jam 03.40 Wib pagi. Sesampai di kamar hotel, masih tersisa sedikit waktu
untuk menggelar tahajjud sebelum waktu
subuh masuk.
Pak Bagus yang
sangat concern dalam mengawal PPKL ini
mencoba mengajak ber-eksplorasi berkaitan dengan strategi peningkatan output, outcome dan impact dari
keberadaan PPKL di Tanah air. Diskusi ini pun berlangsung gayeng dan baru
berakhir di jam 03.40 Wib pagi. Sesampai di kamar hotel, masih tersisa sedikit waktu
untuk menggelar tahajjud sebelum waktu
subuh masuk.
Berandai habis
sarapan di restauran hotel bisa memanfaatkannya untuk membayar lunas istarahat
yang kurang, ternyata terkoreksi oleh kehadiran Sang Koordinator PPKL Prop Jawa
Tengah, Bung Anto. Perbincangan pun tergelar dan mengalir alamiah dengan tokoh
hebat satu ini. “Bagaimana memaksimalkan peran PPKL dan bagaimana mem-branding koperasi
lewat optimalisasi website” adalah 2 (dua) thema yang menjadi fokus
kami di pagi ini. Semangat Bung Anto membuat waktu berjalan begitu saja melebihi
waktu standar sarapan hotel. Untungnya sudah sempet mencicipi beberapa menu
walau beberapa menu lainnya tak kesampaian karena makanan keburu diangkut oleh
sang petugas hotel. Asiknya perbincangan ini pun berujung pada permohonan izin Bung
Anto untuk memasukkan nomor saya ke dalam group WA PPKL Jawa Tengah yang mereka
beri nama “Makaryo”, sebuah pemilihan nama group yang keren dan sarat
filosopis.
Masih tersisa waktu
sekitar 2,5  jam sebelum jadualku
menjalankan peran mentor sehingga terbuka peluang menunaikan niat melanjutkan
tidur. Bergegas ke kamar dan sikat gigi, lalu ku rebahkan badan di kasur empuk lengkap
dengan selimut dan apitan bantal di tangan dan di kaki. Baru saja mata terpejam
dan masih jauh dari lelap, suara panggilan telepon membangunkanku. Rentetan WA diselanjutnya pun menggiring untuk merespon semua yang masuk. “Ini jam pelayanan”,
fikirku sambil membangun ikhlas untuk membatalkan niat untuk melanjutkan tidur.
 Tengah asik merespon
WA yang masuk, kumandang azan zuhur menyadarkanku bahwa sebentar lagi harus
masuk kelas. “Aku harus masuk kelas dalam
keadaan bugar. Kurang tidur bukan alasan yang cukup baik untuk tampak lesu bagi
seorang pejuang”, ungkapku dalam hati menyemangati diri sendiri.
Tengah asik merespon
WA yang masuk, kumandang azan zuhur menyadarkanku bahwa sebentar lagi harus
masuk kelas. “Aku harus masuk kelas dalam
keadaan bugar. Kurang tidur bukan alasan yang cukup baik untuk tampak lesu bagi
seorang pejuang”, ungkapku dalam hati menyemangati diri sendiri. Aku pun bergegas ke kamar mandi dan kran air panas ku pilih untuk menjaga kebugaran. Tak sampai disitu, seluruh punggung dan kedua betis ku usapi dengan hot-in agar terasa hangat. Ide ini terinspirasi oleh kebiasaan para pemain Persibas Banyumas saat akan berlatih dan juga melakoni pertandingan sepak bola di liga 03. Ku perbanyak semprotan parfum untuk sekedar mengalahkan bau hot-in yang tengah menyeruak.
Usai menggelar menunaikan
sholat jama’ zuhur dan ashar, aku pun tergopo-gopo mencapai ruang kelas mengingat
waktunya begitu mepet. Untungnya, session kelas sebelumnya  melebihi jam normal sehingga jam kelasku agak
bergeser sedikit. Apalagi para peserta juga sedang asik melahap makam siang,
sehingga ketergopohanku pun terhenti oleh situasi yang berpihak. Setelah memastikan laptop matching dengan kabel layar di ruang kelas,
akupun turun ke restauran dan bergabung makan siang dengan para pejabat Dinkop
Jateng dan juga beberapa insan PPKL dalam satu meja. 
Seperti kebiasaan kaum
milenial, aku pun makan siang sambil merespon beberapa WA yang masuk, hingga salah
satu insan PPKL mengingatkanku dengan nada gurau untuk fokus makan dulu. Aku
pun senyum sambil meletakkan HP dan kemudian menikmati  rezeki dari Allah SWT yang tersaji dalam menu
berselera di piring. Mengecek nafas pun kulakukan di luar restauran sesudahnya untuk
memastikan bahwa kondisi masih normal dan cukup bertenaga untuk berada di depan kelas.
Alhamdulillah, kelasku usai
menjelang maghrib. Semangat peserta telah membuatku lupa tentang kantuk karena
kurang tidur. Lelah pun baru mulai terasa saat mencoba merebahkan badan di kursi
di sisi luar hotel sambil mengobrol santai dengan Bung Anung, salah satu
pejabat di lingkungan Dinkop & UKM Jateng. 
Usai salam sholat
maghrib, aku langsung beranjak ke kasur dan merebahkan badan. Sesi do’a pun  kulakukan sambil membiarkan mata menemukan
titik pejamnya. Tidak lebih dari sepuluh menit, ketokan di pintu kamar
membangunkanku. Ternyata Om Dimas Goestaman mengingatkanku untuk makan malam. Bersama
Om Dimas, akupun menuju restauran hotel dan langsung menata satu persatu menu
ke dalam piringku dan kemudian mencari meja yang kosong. Ku peroleh satu kursi
kosong dimana ada 2 (dua) insan PPKL tengah asik makan. Sepertinya kehadiranku disambut antusias oleh insan PPKL yang kemudian kuketahui berasal
dari Tegal. 
 Perbincanganpun berlangsung ketika insan PPKL, yang lupa kutanyakan
namanya ini, mulai melempar beberapa pertanyaan bernada konsultasi. Sambil
melahap makan, kucoba merespon pertanyaannya satu persatu.  Demikian tanya jawab terus berlangsung hingga pada
satu pertanyaan yang memerlukan jawaban panjang. Sebelum menjawab tentang “cara
me-review usaha manajemen retail”,  aku
pun menggiringnya untuk pindah ke barisan kursi sisi luar reaturan hotel agar suasananya
agak lebih terbuka. Perbincangan pun akhirnya selesai hampir di jam 20.00 Wib
dengan bahasan terakhir seputar “tauhid versi anak jalanan”.
Perbincanganpun berlangsung ketika insan PPKL, yang lupa kutanyakan
namanya ini, mulai melempar beberapa pertanyaan bernada konsultasi. Sambil
melahap makan, kucoba merespon pertanyaannya satu persatu.  Demikian tanya jawab terus berlangsung hingga pada
satu pertanyaan yang memerlukan jawaban panjang. Sebelum menjawab tentang “cara
me-review usaha manajemen retail”,  aku
pun menggiringnya untuk pindah ke barisan kursi sisi luar reaturan hotel agar suasananya
agak lebih terbuka. Perbincangan pun akhirnya selesai hampir di jam 20.00 Wib
dengan bahasan terakhir seputar “tauhid versi anak jalanan”. Dengan sisa-sisa
tenaga yang ada, melangkah gontai ku menuju kamar yang untungnya tak jauh dari
restauran. Sinyal yang kurang bersahabat di kamar kedua ini seperti menjadi
penolong yang memberiku kesempatan untuk istrahat sambil menunggu Om Dimas menyelesaikan
perannya di kelas. Setelah memastikan istri dan anak-anak di rumah dalam
keadaan baik-baik saja via telepon, aku pun akhirnya terlelap hingga Om Dimas membangunkanku
di jam 00.45 Wib dan kemudian beranjak pulang menuju Kota Mendoan Purwokerto
yang tengah dikaji menjadi salah satu alternatif tempat pegelaran Puncak HUT
Koperasi Nasional di 2019 nanti.
Dengan sisa-sisa
tenaga yang ada, melangkah gontai ku menuju kamar yang untungnya tak jauh dari
restauran. Sinyal yang kurang bersahabat di kamar kedua ini seperti menjadi
penolong yang memberiku kesempatan untuk istrahat sambil menunggu Om Dimas menyelesaikan
perannya di kelas. Setelah memastikan istri dan anak-anak di rumah dalam
keadaan baik-baik saja via telepon, aku pun akhirnya terlelap hingga Om Dimas membangunkanku
di jam 00.45 Wib dan kemudian beranjak pulang menuju Kota Mendoan Purwokerto
yang tengah dikaji menjadi salah satu alternatif tempat pegelaran Puncak HUT
Koperasi Nasional di 2019 nanti. 


 
 
+ komentar + 1 komentar
PPKL tegal itu bernama Mohamad Sophal Jamil & Akhmad Yani. Yang ngobrol 4 mata tentang Tauhid anak jalanan itu Mohamad Sophal Jamil. Keduanya dari Tegal
Posting Komentar
.