SOSIALISASI 
UU N0. 17 TAHUN  2012 TENTANG PERKOPERASIAN
 Disampaikan pada acara Rakerda Dekopinda Kabupaten Purbalingga, 
di
Aula  Wakil Bupati Kab. Purbalingga, 23
Mei 2013
A.  Pengantar
UU No.17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian telah ditetapkan  menggantikan UU terdahulu No.25 Tahun 1992.
Penggantiannya didasarkan pada satu pertimbangan  bahwa UU yang lama dinilai sudah tidak sesuai
lagi dengan perkembangan dan kebutuhan.  Ragam
apresiasi
dan reaksi bermunculan atas kelahiran UU baru tersebut yang secara umum
bisa dikategorikan ke dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu: (a) setuju seutuhnya; (b)
setuju sebagian dan kurang sependapat sebagian lainnya; (c) tidak sependapat
sama sekali. 
Perbedaan semacam ini bukan hal asing di setiap kelahiran hal-hal yang
bersifat baru. Namun demikian, kebijakan berfikir dan kejernihan berpendapat  menjadi penting dikedepankan. Kajian
kritis yang dilakukan bukan  di
dorong oleh kepentingan sempit, tetapi disemangati oleh keterjagaan “jati diri” koperasi yang berimplikasi pada pertumbuhan atau perluasan kebermanfaatan
berkoperasi bagi anggota dan masyarakat luas pada umumnya.  
Sebagai pengingat, koperasi adalah perkumpulan orang yang lahir dari kesadaran
dan keyakinan bahwa “kebersamaan” merupakan cara hidup yang akan lebih men-sejahterakan
melalui penyatuan komitmen dan potensi sumber daya. Oleh karena itu, koperasi
sesungguhnya merupakan gerakan masyarakat  otonom (mandiri) dimana mereka memiliki
kebebasan mengatur rumah tangganya sendiri tanpa intervensi siapapun sepanjang
tidak berseberangan dengan ketertiban umum,  peraturan-peraturan dan UU yang berlaku. 
Dalam tinjuan semangat, keberadaan UU tentang perkoperasian  adalah untuk menyemangati dan melindungi.
Dengan demikian, potensi berkembangnya koperasi akan lebih besar. Disamping
itu, UU tentang perkoperasian  juga
bermaksud untuk  menghindarkan koperasi
dari ragam intervensi yang tidak edukatif. Dengan demikian, nilai-nilai dan
prinsip-prinsip koperasi, yang merupakan hasil kesepakatan organisasi koperasi
dunia ICA (International Cooperative Alliance) tahun 1995 dimana Indonesia
merupakan salah satu anggotanya, selalu hadir dan menjadi sumber inspirasi
kehidupan perkoperasian di Indonesia.   
Satu hal yang menjadi catatan, UUD 45 memberikan hak berkumpul dan
berserikat bagi setiap warga negara dimana berkoperasi adalah salah satu bentuk
implementasinya. Ruang perjuangan koperasi yang meliputi pembangunan ekonomi,
sosial dan budaya dengan menempatkan orang sebagai subyek dan obyek
pembangunan, memiliki kesamaan dengan ragam 
agenda pembagunan yang diselenggarakan oleh negara. Cara baca ini
selayaknya menginspirasi  terbentuk dan
terjaganya hubungan produktif  negara
dan koperasi.  Artinya, koperasi sebagai
gerakan mandiri masyarakat  layaknya
diapresiasi secara tepat sehingga terbentuk akselerasi dengan tetap
pada keterpeliharaan substasi dasar perjuangannya sebagai kumpulan orang yang
otonom.  Semoga kelahiran UU No.17 Tahun
2012 tentang Perkoperasian ini adalah bagian dari cara negara dalam
mengapresiasi dan sekaligus mengakselerasi pertumbuhan dan perkembang koperasi
di negeri ini. 
B. Menilik Sebagian Isi
UU No.17 Tahun 2012
Menilik isi UU
perkoperasian yang baru, ada beberapa hal yang memerlukan perhatian khusus
segenap pegiat dan aktivist  koperasi,
sebab hal ini berkaitan dengan  penyesuain  di tingkat 
operasionalisasi organisasi dan usaha koperasi, sebagaimana dijabarkan
berikut ini : 
| 
   
BAB I : KETENTUAN UMUM 
 | 
 |
| 
   
Pasal 1 
 | 
  
   
·       
  Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau
  badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal
  untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di
  bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi. 
·       
  Koperasi Primer adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan
  orang perseorangan. 
·       
  Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan
  badan hukum Koperasi. 
 | 
 
| 
   
BAB II : LANDASAN, ASAS, DAN TUJUAN 
 | 
 |
| 
   
Pasal 2 
 | 
  
   
Koperasi berlandaskan
  Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.  
 | 
 
| 
   
Pasal 3  
 | 
  
   
Koperasi berdasar atas asas kekeluargaan.  
 | 
 
| 
   
Pasal 4 
 | 
  
   
Koperasi bertujuan meningkatkan kesejahteraan
  Anggota pada khususnya dan
  masyarakat pada umumnya, sekaligus sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari tatanan
  perekonomian nasional yang demokratis dan berkeadilan.  
 | 
 
| 
   
BAB III : NILAI DAN
  PRINSIP 
 | 
 |
| 
   
Pasal 5 
 | 
  
   
(1)   
  Nilai yang mendasari kegiatan Koperasi yaitu: kekeluargaan; b. menolong
  diri sendiri; c. bertanggung jawab; d. demokrasi; e. persamaan; f.
  Berkeadilan dan; g. kemandirian. 
(2)   
  Nilai yang diyakini Anggota Koperasi yaitu: a. kejujuran; b. keterbukaan;
  c. tanggung jawab dan; d. kepedulian terhadap orang lain.  
 | 
 
| 
   
Pasal 6 
 | 
  
   
(1)  Koperasi melaksanakan Prinsip Koperasi yang
  meliputi: 
a.      
  keanggotaan Koperasi bersifat sukarela dan terbuka; 
b.     
  pengawasan oleh Anggota diselenggarakan secara demokratis; 
c.      
  Anggota berpartisipasi aktif dalam
  kegiatan ekonomi Koperasi; 
d.     
  Koperasi merupakan badan usaha swadaya yang otonom, dan independen; 
e.     
  Koperasi menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi Anggota,
  Pengawas, Pengurus, dan karyawannya, serta memberikan informasi kepada
  masyarakat tentang jati diri, kegiatan, dan kemanfaatan Koperasi; 
f.       
  Koperasi melayani anggotanya secara prima dan memperkuat Gerakan Koperasi, dengan bekerja sama melalui jaringan kegiatan pada tingkat lokal,
  nasional, regional, dan internasional; dan 
g.     
  Koperasi bekerja untuk pembangunan berkelanjutan bagi lingkungan dan masyarakatnya
  melalui kebijakan yang disepakati oleh Anggota. 
(2)   
  Prinsip Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi sumber
  inspirasi dan menjiwai secara keseluruhan organisasi dan kegiatan usaha
  Koperasi sesuai dengan maksud dan tujuan pendiriannya. 
 | 
 
| 
   
BAB IV : PENDIRIAN, ANGGARAN DASAR, PERUBAHAN ANGGARAN DASAR, DAN
  PENGUMUMAN 
 | 
 |
| 
   
Pasal 7 
 | 
  
   
(1)   
  Koperasi Primer didirikan oleh paling sedikit 20 (dua puluh) orang
  perseorangan dengan memisahkan sebagian kekayaan pendiri atau Anggota sebagai
  modal awal Koperasi. 
(2)   
  Koperasi Sekunder didirikan oleh paling sedikit 3 (tiga) Koperasi Primer. 
 | 
 
| 
   
Pasal 9 
 | 
  
   
(1)   
  Pendirian Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dilakukan dengan
  Akta Pendirian Koperasi yang dibuat oleh Notaris dalam bahasa Indonesia. 
 | 
 
| 
   
Pasal 17 
 | 
  
   
(2)   
  Nama Koperasi Sekunder harus memuat kata ”Koperasi” dan diakhiri dengan singkatan ”(Skd)”. 
 | 
 
| 
   
Pasal 18 
 | 
  
   
(1)  Koperasi wajib mempunyai tujuan dan kegiatan
  usaha yang sesuai dengan jenis Koperasi dan harus dicantumkan dalam Anggaran
  Dasar. 
(2)  Tujuan dan kegiatan Koperasi sebagaimana dimaksud
  pada ayat (1) disusun berdasarkan kebutuhan ekonomi Anggota dan jenis
  Koperasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 
 | 
 
| 
   
BAB V :  KEANGGOTAAN 
 | 
 |
| 
   
Pasal 26 
 | 
  
   
(1)   
  Anggota Koperasi merupakan pemilik dan sekaligus pengguna jasa Koperasi. 
(3)   
  Keanggotaan Koperasi
  bersifat terbuka bagi semua yang bisa dan mampu menggunakan jasa Koperasi dan
  bersedia menerima tanggung jawab keanggotaan. 
 | 
 
| 
   
Pasal 28 
 | 
  
   
(2)   
  Keanggotaan Koperasi
  tidak dapat dipindahtangankan. 
 | 
 
| 
   
BAB VI : PERANGKAT ORGANISASI 
 | 
 |
| 
   
Pasal 31 
 | 
  
   
Koperasi mempunyai perangkat
  organisasi Koperasi yang terdiri atas Rapat
  Anggota, Pengawas, dan Pengurus. 
 | 
 
| 
   
Pasal 32 
 | 
  
   
Rapat Anggota merupakan
  pemegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi 
 | 
 
| 
   | 
  
   
Pengawas 
 | 
 
| 
   
Pasal 48 
 | 
  
   
(1)    Pengawas dipilih dari
  dan oleh Anggota pada Rapat Anggota. 
(2)    Persyaratan untuk
  dipilih menjadi Pengawas meliputi: 
a.       tidak pernah menjadi
  Pengawas atau Pengurus suatu Koperasi atau komisaris atau direksi suatu
  perusahaan yang dinyatakan bersalah karena menyebabkan Koperasi atau
  perusahaan itu dinyatakan pailit; dan 
b.      
  tidak pernah dihukum karena melakukan tindak
  pidana yang merugikan korporasi, keuangan negara, dan/atau yang berkaitan
  dengan sektor keuangan, dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan. 
 | 
 
| 
   
Pasal 49 
 | 
  
   
(3)   
  Jumlah imbalan bagi Pengawas ditetapkan dalam Rapat Anggota. 
 | 
 
| 
   
Pasal 50 
 | 
  
   
(1)   
  Pengawas bertugas: 
a.       mengusulkan calon
  Pengurus; 
b.      memberi nasihat dan
  pengawasan kepada Pengurus; 
(2)   
  Pengawas berwenang: 
a.     menetapkan penerimaan
  dan penolakan Anggota baru serta pemberhentian Anggota sesuai dengan
  ketentuan dalam Anggaran Dasar; 
e.      dapat memberhentikan Pengurus untuk sementara
  waktu dengan menyebutkan alasannya. 
 | 
 
| 
   
Pasal 53 
 | 
  
   
(1)    Pengawas dapat
  diberhentikan berdasarkan keputusan Rapat Anggota dengan menyebutkan
  alasannya. 
 | 
 
| 
   | 
  
   
Pengurus 
 | 
 
| 
   
Pasal 55 
 | 
  
   
(1)   
  Pengurus dipilih dari orang perseorangan, baik Anggota maupun non-Anggota. 
 | 
 
| 
   
Pasal 57 
 | 
  
   
(2)    Gaji dan tunjangan
  setiap Pengurus ditetapkan oleh Rapat Anggota atas usul Pengawas. 
 | 
 
| 
   
Pasal 58 
 | 
  
   
(1)               
  Pengurus
  bertugas: 
c.     
  menyusun rancangan rencana kerja serta rencana anggaran pendapatan dan
  belanja Koperasi untuk diajukan kepada Rapat Anggota; 
e.     
  menyusun rencana pendidikan, pelatihan, dan komunikasi Koperasi untuk
  diajukan kepada Rapat Anggota; 
 | 
 
| 
   
Pasal 61 
 | 
  
   
Pengurus wajib terlebih dahulu mendapatkan
  persetujuan Rapat Anggota dalam hal Koperasi akan: 
a.     
  mengalihkan aset
  atau kekayaan Koperasi; 
b.    
  menjadikan jaminan utang atas aset atau
  kekayaan Koperasi; 
c.     
  menerbitkan obligasi atau surat utang lainnya; 
d.    
  mendirikan atau menjadi Anggota Koperasi Sekunder; dan/atau 
e.     
  memiliki dan mengelola perusahaan bukan Koperasi. 
 | 
 
| 
   
Pasal 63 
 | 
  
   
(1)  Pengurus dapat diberhentikan untuk sementara oleh
  Pengawas dengan menyebutkan alasannya. 
 | 
 
| 
   
BAB VII : MODAL 
 | 
 |
| 
   
Pasal 66 
 | 
  
   
(1)   
  Modal Koperasi terdiri dari Setoran Pokok dan Sertifikat Modal Koperasi
  sebagai modal awal. 
(2)   
  Selain modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) modal Koperasi dapat
  berasal dari: a. Hibah;
  b. Modal Penyertaan; c. modal pinjaman yang berasal  (dari anggota; Koperasi lainnya dan/atau
  Anggotanya; bank dan lembaga keuangan lainnya;        penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya; dan/atau  Pemerintah dan Pemerintah Daerah.)
  dan/atau; d. sumber lain yang sah yang tidak bertentangan dengan Anggaran
  Dasar dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan. 
 | 
 
| 
   
Pasal 67 
 | 
  
   
(1)   
  Setoran Pokok dibayarkan oleh Anggota pada saat yang bersangkutan
  mengajukan permohonan sebagai Anggota dan tidak dapat dikembalikan. 
(2)   
  Setoran Pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus telah disetor
  penuh dengan bukti penyetoran yang sah. 
(3)   
  Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara penetapan Setoran Pokok pada
  suatu Koperasi diatur dalam Anggaran Dasar. 
 | 
 
| 
   
Pasal 68 
 | 
  
   
(1)   
  Setiap Anggota Koperasi harus membeli Sertifikat Modal Koperasi yang
  jumlah minimumnya ditetapkan dalam Anggaran Dasar. 
(2)   
  Koperasi harus menerbitkan Sertifikat Modal Koperasi dengan nilai nominal
  per lembar maksimum sama dengan nilai Setoran Pokok. 
(3)   
  Pembelian Sertifikat Modal Koperasi dalam jumlah minimum sebagaimana
  dimaksud pada ayat (1) merupakan tanda bukti penyertaan modal Anggota di
  Koperasi. 
(4)   
  Kepada setiap Anggota diberikan bukti penyetoran atas Sertifikat Modal
  Koperasi yang telah disetornya. 
 | 
 
| 
   
Pasal 69 
 | 
  
   
(1)    Sertifikat Modal Koperasi
  tidak memiliki hak suara. 
(2)    Sertifikat Modal Koperasi sebagaimana dimaksud
  pada ayat (1) dikeluarkan atas nama. 
(4)    Penyetoran atas
  Sertifikat Modal Koperasi dapat dilakukan dalam bentuk uang dan/atau dalam
  bentuk lainnya yang dapat dinilai dengan uang. 
 | 
 
| 
   
Pasal 70 
 | 
  
   
(1)   
  Pemindahan Sertifikat Modal Koperasi kepada Anggota yang lain tidak boleh
  menyimpang dari ketentuan tentang kepemilikan Sertifikat Modal Koperasi dalam
  jumlah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68. 
(2)   
  Pemindahan Sertifikat Modal Koperasi oleh seorang Anggota dianggap sah
  jika: 
a.    Sertifikat Modal Koperasi telah dimiliki paling singkat selama 1
  (satu) tahun; 
b.   pemindahan dilakukan kepada Anggota lain dari Koperasi yang
  bersangkutan;  
c.    pemindahan dilaporkan kepada Pengurus; dan/atau 
d.   belum
  ada Anggota lain atau Anggota baru yang bersedia membeli Sertifikat Modal
  Koperasi untuk sementara Koperasi dapat membeli lebih dahulu dengan
  menggunakan Surplus Hasil Usaha tahun berjalan sebagai dana talangan dengan
  jumlah paling banyak 20% (dua puluh persen) dari Surplus Hasil Usaha tahun
  buku tersebut. 
(3)   
  Dalam hal keanggotaan diakhiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat
  (1), Anggota yang bersangkutan wajib menjual Sertifikat Modal Koperasi yang
  dimilikinya kepada Anggota lain dari Koperasi yang bersangkutan berdasarkan
  harga Sertifikat Modal Koperasi yang ditentukan Rapat
  Anggota. 
 | 
 
| 
   
Pasal 71 
 | 
  
   
Perubahan nilai Sertifikat
  Modal Koperasi mengikuti standar akuntansi keuangan yang berlaku dan
  ditetapkan dalam Rapat Anggota. 
 | 
 
| 
   
Pasal 72 
 | 
  
   
(1)   
  Sertifikat Modal Koperasi dari seorang Anggota yang meninggal dapat
  dipindahkan kepada ahli waris yang memenuhi syarat dan/atau bersedia menjadi
  Anggota. 
(2)   
  Dalam hal ahli waris tidak memenuhi syarat dan/atau tidak bersedia
  menjadi Anggota, Sertifikat Modal Koperasi dapat dipindahkan kepada Anggota
  lain oleh Pengurus dan hasilnya diserahkan kepada ahli waris yang
  bersangkutan. 
 | 
 
| 
   
Pasal 75 
 | 
  
   
(1)   
  Koperasi dapat menerima Modal Penyertaan dari: 
a.      
  Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau 
b.     
  masyarakat berdasarkan perjanjian penempatan Modal Penyertaan. 
(2)   
  Pemerintah dan/atau masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
  turut menanggung risiko dan bertanggung jawab terhadap kerugian usaha yang
  dibiayai dengan Modal Penyertaan sebatas nilai Modal Penyertaan yang
  ditanamkan dalam Koperasi.  
 | 
 
  
BAB VIII :  SELISIH HASIL USAHA
  DAN DANA CADANGAN
 | 
 |
| 
   
Pasal 78 
 | 
  
   
Surplus Hasil Usaha 
(1)   
  Mengacu pada
  ketentuan Anggaran Dasar dan keputusan Rapat Anggota, Surplus Hasil Usaha
  disisihkan terlebih dahulu untuk Dana Cadangan dan sisanya digunakan seluruhnya atau sebagian untuk: 
a.          
  Anggota sebanding dengan transaksi usaha yang dilakukan oleh
  masing-masing Anggota dengan Koperasi; 
b.          
  Anggota sebanding dengan Sertifikat Modal Koperasi
  yang dimiliki; 
c.          
  pembayaran bonus kepada Pengawas, Pengurus, dan karyawan Koperasi; 
d.          
  pembayaran kewajiban kepada dana pembangunan Koperasi dan kewajiban
  lainnya; dan/atau 
e.          
  penggunaan lain yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar.  
(2)   
  Koperasi dilarang membagikan kepada Anggota Surplus Hasil Usaha yang
  berasal dari transaksi dengan non-Anggota. 
(3)   
  Surplus Hasil Usaha yang berasal dari non-Anggota sebagaimana dimaksud
  pada ayat (2) dapat digunakan untuk mengembangkan usaha Koperasi dan
  meningkatkan pelayanan kepada Anggota. 
 | 
 
| 
   
Pasal 79 
 | 
  
   
Defisit Hasil Usaha 
(1)   
  Dalam hal terdapat Defisit Hasil Usaha, Koperasi dapat menggunakan Dana
  Cadangan. 
(2)   
  Penggunaan Dana Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
  berdasarkan Rapat Anggota. 
(3)   
  Dalam hal Dana Cadangan yang ada tidak cukup untuk menutup Defisit Hasil
  Usaha, defisit tersebut diakumulasikan dan dibebankan pada anggaran
  pendapatan dan belanja Koperasi pada tahun berikutnya. 
 | 
 
| 
   
Pasal 80 
 | 
  
   
Dalam hal terdapat Defisit Hasil Usaha pada
  Koperasi Simpan Pinjam, Anggota wajib menyetor tambahan Sertifikat Modal
  Koperasi 
 | 
 
| 
   
Pasal 81 
 | 
  
   
Dana Cadangan 
(1)   
  Dana Cadangan dikumpulkan dari penyisihan sebagian
  Selisih Hasil Usaha. 
(2)   
  Koperasi harus menyisihkan Surplus Hasil Usaha untuk Dana Cadangan
  sehingga menjadi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari nilai Sertifikat
  Modal Koperasi. 
(3)   
  Dana Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum mencapai
  jumlah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dipergunakan untuk
  menutup kerugian Koperasi. 
 | 
 
| 
   
BAB IX : JENIS, TINGKATAN, DAN USAHA 
 | 
 |
| 
   
Pasal 82 
 | 
  
   
(1)   
  Setiap Koperasi mencantumkan jenis Koperasi dalam Anggaran Dasar. 
(2)   
  Jenis Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada
  kesamaan kegiatan usaha dan/atau kepentingan ekonomi Anggota. 
 | 
 
| 
   
Pasal 83 
 | 
  
   
Jenis Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
  82 terdiri dari: a. Koperasi konsumen; 
  b. Koperasi produsen; c. Koperasi jasa dan; d. Koperasi Simpan Pinjam. 
 | 
 
| 
   
Pasal 84 
 | 
  
   
(1)   
  Koperasi konsumen menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di bidang
  penyediaan barang kebutuhan Anggota dan non-Anggota. 
(2)   
  Koperasi produsen menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di bidang pengadaan
  sarana produksi dan pemasaran produksi yang dihasilkan Anggota kepada Anggota
  dan non-Anggota. 
(3)   
  Koperasi jasa menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan jasa non-simpan
  pinjam yang diperlukan oleh Anggota dan non-Anggota. 
(4)   
  Koperasi Simpan Pinjam menjalankan usaha simpan pinjam sebagai
  satu-satunya usaha yang melayani Anggota. 
 | 
 
| 
   
Pasal 87 
 | 
  
   
(2)   
  Koperasi dapat melakukan kemitraan dengan pelaku usaha lain dalam
  menjalankan usahanya. 
(3)   
  Koperasi dapat menjalankan usaha atas dasar prinsip ekonomi syariah. 
(4)   
  Ketentuan mengenai Koperasi berdasarkan prinsip ekonomi syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. 
 | 
 
| 
   
BAB X : KOPERASI SIMPAN PINJAM 
 | 
 |
| 
   
Pasal 88 
 | 
  
   
(1)   
  Koperasi Simpan Pinjam harus memperoleh izin usaha simpan pinjam  dari Menteri. 
 | 
 
| 
   
Pasal 89 
 | 
  
   
Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud dalam
  Pasal 88 ayat (1) meliputi kegiatan:  
a.     
  menghimpun dana dari Anggota;  
b.    
  memberikan
  Pinjaman kepada Anggota; dan 
c.     
  menempatkan dana pada Koperasi Simpan Pinjam sekundernya. 
 | 
 
| 
   
Pasal 91 
 | 
  
   
(1)    Untuk
  meningkatkan usaha Anggota dan menyatukan potensi usaha serta mengembangkan
  kerjasama antar-Koperasi Simpan Pinjam, Koperasi Simpan Pinjam dapat
  mendirikan atau menjadi Anggota Koperasi Simpan Pinjam Sekunder. 
(2)    Koperasi
  Simpan Pinjam Sekunder sebagaimana dimaksud pada  ayat (1) dapat menyelenggarakan kegiatan: 
a.       simpan
  pinjam antar-Koperasi Simpan Pinjam yang menjadi anggotanya; 
b.      manajemen risiko; 
c.       konsultasi
  manajemen usaha simpan pinjam; 
d.      pendidikan dan pelatihan
  di bidang usaha simpan pinjam; 
e.      standardisasi
  sistem akuntansi dan pemeriksaan untuk anggotanya; 
f.       
  pengadaan sarana usaha untuk
  anggotanya; dan/atau 
g.      pemberian bimbingan dan
  konsultasi. 
(3)    Koperasi Simpan Pinjam
  Sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilarang memberikan Pinjaman kepada Anggota perseorangan. 
 | 
 
| 
   
Pasal 92 
 | 
  
   
(1)    Pengelolaan kegiatan Koperasi Simpan Pinjam
  dilakukan oleh Pengurus atau pengelola profesional berdasarkan standar
  kompetensi. 
(2)    Pengawas dan Pengurus
  Koperasi Simpan Pinjam harus memenuhi persyaratan standar kompetensi yang
  diatur dalam Peraturan Menteri. 
 | 
 
| 
   
Pasal 93 
 | 
  
   
(5)   
  Koperasi Simpan Pinjam dilarang melakukan investasi usaha pada sektor
  riil. 
 | 
 
| 
   
Pasal 94 
 | 
  
   
(1)   
  Koperasi Simpan Pinjam wajib menjamin Simpanan Anggota. 
(2)   
  Pemerintah dapat membentuk Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi Simpan
  Pinjam untuk menjamin Simpanan Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 
(3)   
  Lembaga Penjamin Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat
  (2) menyelenggarakan program penjaminan Simpanan bagi Anggota Koperasi Simpan
  Pinjam. 
 | 
 
| 
   | 
  
   
BAB XI : PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN  
 | 
 
| 
   
Pasal 96 
 | 
  
   
Pengawasan 
(1)   
  Pengawasan terhadap Koperasi wajib dilakukan untuk meningkatkan
  kepercayaan para pihak terhadap Koperasi. 
(2)   
  Pengawasan terhadap Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
  oleh Menteri. 
 | 
 
| 
   
Pasal 97 
 | 
  
   
(1)   
  Pengawasan
  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 dilakukan melalui pelaporan, pemantauan,
  dan evaluasi terhadap Koperasi. 
(2)   
  Kegiatan pengawasan melalui pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
  dilakukan dengan cara: 
a.      
  meneliti laporan
  pertanggungjawaban tahunan, dokumen-dokumen, dan keputusan-keputusan Rapat
  Anggota; 
b.     
  meminta untuk hadir dalam Rapat Anggota; dan/atau 
c.      
  memanggil
  Pengurus untuk diminta keterangan mengenai perkembangan Koperasi. 
(3)   
  Kegiatan
  pengawasan melalui pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
  dilakukan dengan mengamati dan memeriksa laporan. 
(4)   
  Apabila dari hasil pemantauan dan evaluasi
  terbukti terjadi penyimpangan, Menteri wajib mengambil langkah penyelesaian
  sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini. 
 | 
 
| 
   
Pasal 98 
 | 
  
   
Pemeriksaan  
(1)              
  Menteri
  melakukan pemeriksaan terhadap Koperasi, dalam hal: 
a.   
  Koperasi
  membatasi keanggotaan atau menolak permohonan untuk menjadi Anggota atas
  orang perseorangan yang telah memenuhi persyaratan keanggotaan sebagaimana
  ditetapkan dalam Anggaran Dasar; 
b.  
  Koperasi tidak
  melaksanakan Rapat Anggota Tahunan dalam waktu 2 (dua) tahun berturut-turut; 
c.   
  kelangsungan usaha  Koperasi sudah
  tidak dapat diharapkan; dan/atau 
d.  
  terdapat dugaan kuat
  bahwa Koperasi yang bersangkutan tidak mengelola administrasi keuangan secara
  benar. 
 | 
 
| 
   
Pasal 100 
 | 
  
   
Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam 
(1)   
  Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam dilakukan oleh Lembaga Pengawasan
  Koperasi Simpan Pinjam. 
(2)   
  Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam bertanggung jawab kepada
  Menteri. 
(3)   
  Pembentukan Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana
  dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. 
(4)   
  Lembaga Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat
  (3) harus dibentuk paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini
  diundangkan. 
 | 
 
| 
   | 
  
   
BAB XIV : PEMBERDAYAAN 
 | 
 
| 
   
Pasal 112 
 | 
  
   
Peran Pemerintah 
(1)   
  Pemerintah dan Pemerintah Daerah menetapkan kebijakan yang mendorong
  Koperasi agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. 
(2)  Dalam
  menetapkan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan
  Pemerintah Daerah menempuh langkah untuk mendukung pertumbuhan, perkembangan,
  dan pemberdayaan Koperasi bagi kepentingan Anggota. 
(3)  Langkah
  sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan memberikan bimbingan dan
  kemudahan dalam bentuk: 
a.      
  pengembangan kelembagaan dan bantuan pendidikan, pelatihan, penyuluhan,
  dan penelitian Koperasi; 
b.      
  bimbingan usaha Koperasi yang sesuai dengan kepentingan ekonomi Anggota; 
c.      
  memperkukuh permodalan dan pembiayaan Koperasi; 
d.      
  bantuan pengembangan jaringan usaha Koperasi dan kerja sama yang saling
  menguntungkan antara Koperasi dan badan usaha lain; 
e.      
  bantuan konsultasi dan fasilitasi guna memecahkan permasalahan yang
  dihadapi oleh Koperasi dengan tetap memperhatikan Anggaran Dasar Koperasi;
  dan/atau 
f.       
  insentif pajak dan fiskal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 
 | 
 
| 
   
Pasal 113 
 | 
  
   
 (1) Dalam
  rangka pemberian perlindungan kepada Koperasi, Pemerintah dan Pemerintah
  Daerah dapat memprioritaskan bidang kegiatan ekonomi yang hanya boleh
  diusahakan oleh Koperasi. 
(2)  Ketentuan mengenai peran Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta
  persyaratan dan tata cara pemberian perlindungan kepada Koperasi diatur dalam
  Peraturan Pemerintah. 
 | 
 
| 
   
Pasal 115 
 | 
  
   
Gerakan Koperasi 
(1)   
  Gerakan Koperasi mendirikan suatu dewan Koperasi Indonesia yang berfungsi
  sebagai wadah untuk memperjuangkan kepentingan dan bertindak sebagai pembawa
  aspirasi Koperasi, dalam rangka pemberdayaan Koperasi. 
(2)   
  Nama, tujuan, keanggotaan, susunan organisasi, dan tata kerja dewan
  Koperasi Indonesia  diatur dalam
  Anggaran Dasar. 
(3)   
  Anggaran Dasar dewan Koperasi Indonesia disahkan oleh Pemerintah. 
 | 
 
| 
   
Pasal 116 
 | 
  
   
Dewan
  Koperasi Indonesia menjunjung tinggi nilai dan prinsip Koperasi yang
  bertugas: 
a.      
  memperjuangkan kepentingan dan menyalurkan aspirasi Koperasi; 
b.      
  melakukan supervisi dan advokasi dalam penerapan nilai-nilai dan prinsip
  Koperasi; 
c.      
  meningkatkan kesadaran berkoperasi di kalangan masyarakat; 
d.      
  menyelenggarakan sosialisasi
  dan konsultasi kepada Koperasi;  
e.      
  mengembangkan dan mendorong kerjasama antar-Koperasi dan antara Koperasi dengan badan usaha lain, baik pada tingkat
  lokal, nasional, regional, maupun internasional; 
f.       
  mewakili dan bertindak sebagai juru bicara Gerakan Koperasi;  
g.      
  menyelenggarakan komunikasi, forum, dan jaringan kerja sama di bidang
  Perkoperasian; dan memajukan
  organisasi anggotanya. 
 | 
 
| 
   
Pasal 118 
 | 
  
   
(1)   
  Pemerintah menyediakan anggaran bagi kegiatan dewan Koperasi Indonesia
  yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran
  Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
  perundang-undangan.   
 | 
 
| 
   
BAB XVI : KETENTUAN PERALIHAN 
 | 
 |
| 
   
Pasal 121 
 | 
  
   
Pada saat Undang-Undang ini
  mulai berlaku: 
a.       
  Koperasi yang telah didirikan sesuai dengan ketentuan peraturan
  perundang-undangan diakui sebagai Koperasi berdasarkan Undang-Undang ini; 
b.      
  Koperasi sebagaimana dimaksud pada huruf a wajib melakukan penyesuaian
  Anggaran Dasarnya paling lambat 3 (tiga) tahun sejak berlakunya Undang-Undang
  ini; 
c.       
  Koperasi yang tidak melakukan penyesuaian Anggaran Dasar dalam jangka
  waktu sebagaimana dimaksud pada huruf b ditindak sesuai dengan ketentuan
  peraturan perundang-undangan; dan  
d.      
  Akta Pendirian Koperasi yang belum disahkan atau perubahan Anggaran Dasar
  Koperasi yang belum disetujui oleh Menteri, proses pengesahan dan
  persetujuannya dilakukan sesuai dengan Undang-Undang ini. 
 | 
 
| 
   
Pasal 122 
 | 
  
   
(1)   
  Koperasi yang mempunyai Unit Simpan Pinjam wajib mengubah Unit Simpan
  Pinjam menjadi Koperasi Simpan Pinjam dalam waktu paling lambat 3 (tiga)
  tahun sejak Undang-Undang ini disahkan 
(2)   
  Dalam jangka
  waktu perubahan menjadi Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud ayat (1)
  Unit Simpan Pinjam dilarang menerima Simpanan dan/atau memberikan Pinjaman
  baru kepada non-Anggota. 
(3)   
  Koperasi
  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak mengubah Unit Simpan Pinjam
  menjadi Koperasi Simpan Pinjam dilarang melakukan kegiatan simpan pinjam. 
(4)   
  Tata cara perubahan Unit Simpan Pinjam Koperasi
  menjadi Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
  dalam Peraturan Menteri. 
 | 
 
| 
   
Pasal 123 
 | 
  
   
(1)   
  Koperasi Simpan
  Pinjam dan Unit Simpan Pinjam yang telah memberikan Pinjaman kepada
  non-Anggota wajib mendaftarkan non-Anggota tersebut menjadi Anggota Koperasi
  paling lambat 3 (tiga) bulan sejak berlakunya Undang-Undang ini 
(2)   
  Jika non-Anggota
  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak bersedia menjadi Anggota Koperasi
  yang bersangkutan, non-Anggota tersebut tidak berhak memanfaatkan jasa simpan
  pinjam dari Koperasi yang bersangkutan. 
 | 
 
| 
   
BAB XVII : KETENTUAN PENUTUP 
 | 
 |
| 
   
Pasal 124 
 | 
  
   
(1)   
  Pada saat
  Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
  Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116,
  Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502) dicabut dan
  dinyatakan tidak berlaku. 
(2)   
  Peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
  Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116,
  Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502) dinyatakan masih
  tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan atau belum diganti
  berdasarkan Undang-Undang ini. 
(3)   
  Terhadap Koperasi
  berlaku Undang-Undang ini, Anggaran Dasar Koperasi, dan Peraturan
  Perundang-Undangan lainnya. 
 | 
 
| 
   
Pasal 125 
 | 
  
   
Peraturan perundang-undangan sebagai pelaksanaan Undang-Undang ini
  ditetapkan paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan. 
 | 
 
Sumber : UU NO.17 Tahun 2012  Tentang Perkoperasian
C.  Penutup
Terlepas dari ragam pro dan kontra terhadap UU No.17 Tahun 2012, UU ini
sudah ditetapkan oleh Pemerintah. Artinya, sepanjang belum ada revisi
terhadap UU ini, maka pilihan yang tersedia adalah mensikapi  dan menyesuaikan diri. Sebagai informasi
tambahan, untuk mendukung efektivitas UU ini, pemerintah akan segera menerbitkan
beberapa PP dan juga Permen (Peraturan Mentri). Dengan terbitnya UU ini,
segenap gerakan koperasi harus segera melakukan beberapa
penyesuaian-penyesuaian, kecuali bagi koperasi yang memang seluruhnya sudah
sesuai dengan apa-apa yang digariskan dalam UU 
No.17 Tahun 2012 tersebut.
Sebagai catatan, materi tulisan ini hanya berisi cuplikan dari sebagian UU
No.17 Tahun 2012, oleh karena itu kepada segenap peserta sosialisasi disarankan
untuk membaca dan mempelajari secara utuh materi dari UU No,17 Tahun 2012
tentang Perkoperasian, sehingga terbentuk pemahaman yang utuh terhadap
keseluruhan isinya. 

Posting Komentar
.