MASUKAN AKRINDO DPW JAWA TENGAH
PADA KONGRES
AKRINDO
“MEWUJUDKAN TOKO SEBAGAI SIMBOL IDEOLOGI KOPERASI”
Subyektifitas dalam Rasionalitas
A. Sekedar Pengingat
Koperasi lahir dari adanya ketertindasan kaum buruh akibat dari eksploitasi
yang dilakukan kaum pemilik modal. Mereka menyatukan potensi untuk memperbaiki
kualitas hidup melalui mobilisasi ketertindasan sebagai sumber energi
melahirkan kolektivitas. Bersatu menjadi pilihan karena meyakini perkuatan akan
lahir dari kebersamaan. Selanjutnya, koperasi tersebut menggelinding
menjadi gerakan sosial (social movement) mandiri berbasis
kolektif, dimana koperasi diperankan sebagai alat perjuangan keadilan ekonomi
dan pembangunan hidup yang lebih berkualitas.
Tahun 1995, ICA (International Cooperative Alliance) selaku induk
organisasi koperasi dunia, dalam statemennya tentang “Jati Diri” koperasi menyebutkan bahwa koperasi
adalah kumpulan orang guna memenuhi aspirasi dan kebutuhan ekonomi, sosial dan
budaya. Ada 2 (dua) hal yang menjadi catatan: (i) koperasi sebagai alat
memenuhi aspirasi dan kebutuhan. Kita terbiasa dengan kata “kebutuhan”, tetapi sangat jarang memaknai kata “aspirasi” yang lekat dengan agenda duduk bersama untuk “belajar mendengar dan merumuskan strategi peningkatan kualitas hidup berbasis kebersamaan” dan; (ii) ekonomi, sosial dan budaya. Dalam faham dan laku kebanyakan,
koperasi dimaknai sebagai ekonomi semata. Hal yang paling nyata adalah terbudayakannya
SHU Oriented. Ironisnya, walau faham ini begitu akud, tetapi tak banyak
koperasi yang berhasil mencapai titik optimum. Apa yang salah dalam hal ini?
Apakah SHU oriented adalah misi yang imposible?. Semoga ragam tanya ini
berujung pada gairah untuk berkontemplasi, menyusun solusi dan mewujudkannya ke
dataran praktis, sehingga kebermanfatan-kebermanfaatan koperasi akan tumbuh dan
berkembang secara bertahap dan berkesinambungan.
B. Akrindo Sebuah Terobosan Brilian Berbasis
Profesionalisme
Kelahiran Akrindo dan semangat yang diusung layak diacungi jempol.
Pembacaan peluang menunjukkan insting tajam yang disertai dengan
kapasitas profesionalisme yang tak patut diragukan lagi. Kelahiran beberapa
karya luar biasa Akrindo di daerah asal
kelahirannya Jawa Timur merupakan sederetan bukti yang memperkuat bahwa
Akrindo layak dijadikan tambatan untuk bersandar. Ini harapan baru bagi
perwajahan koperasi-koperasi Indonesia, khususnya dalam konteks pengembangan
unit toko, dimana mayoritas koperasi di Indonesia memiliki unit layanan ini.
Dalam semangat profesionalisme, membahasakan “akumulasi data penjualan” menjadi “peningkatan bargainning position” merupakan terobosan brilian, apalagi diikuti dengan pembenahan segala
aspek manajemen pertokoan koperasi. Dengan demikian, akan tersaji unit layanan
toko koperasi layak konsumsi bila ditinjau dari segala aspek. Adakah ini akan
membuat toko koperasi akan dicintai anggotanya?. Semua berharap demikian.
Dalam tinjauan rasionalitas sebuah bisnis, terobosan profesionalisme
semacam ini adalah prasyarat untuk bisa survive dan berkembang. Oleh karena
itu, apa yang menjadi misi Akrindo adalah sebuah kebutuhan bagi koperasi yang
memiliki kesadaran tinggi, maupun bagi koperasi-koperasi yang masih memerlukan perjuangan “perubahan mindset” dan bahkan bagi koperasi-koperasi yang masih
dalam tensi “hidup segan mati tak mau”.
C. Ketika Toko Menjadi Salah Satu “Simbol Ideologi Koperasi”.
Mengulang kembali sebagian semangat alinea sebelumnya, bahwa koperasi
adalah alat perjuangan membangun kualitas hidup yang lebih baik, khususnya
ekonomi, sosial dan budaya. Mempersonifikasikan koperasi sebagai mesin penjawab
“kebutuhan dan juga aspirasi” menjadi tantangan tersendiri. Pengintegrasian ekonomi, sosial dan budaya
ke dalam perusahaan koperasi memerlukan pengayaan metode demi ketercapaian efekivitas.
Satu hal yang menjadi catatan, koperasi tidaklah bebas nilai sehingga apapun
yang dilakukan harus mereferensi pada nilai-nilai yang terumuskan dalam “jati diri” koperasi sebagaimana termaktub
dalam ICIS (ICA Cooperative Indentity Statemen), 1995.
Pendekatan rasionalitas sebagaimana
visi dan misi Akrindo adalah salah satu faktor penting ditengah persaingan
layanan yang super sengit saat ini dalam dunia usaha. Namun demikian, “mengembalikan anggota ke kandang koperasi ” adalah pekerjaan besar, dimana langkah-langkah rasionalitas harus di ikuti
dengan langkah berikutnya, yaitu membangun kesadaran bahwa “kolektivitas adalah muasal kelahiran efisiensi kolektif”. Artinya, kesadaran-kesadaran semacam ini harus dibangun melalui
pendidikan yang terus menerus, karena bila hanya “pendekatan rasionalitas” yang dilakukan,
pelaku ekonomi lain pun telah lebih dulu melakukannya. Disinilah “ nilai beda” koperasi perlu ditonjolkan lewat pembangunan kesadaran. Pola Sounding “keberadaan toko” koperasi harus mencerminkan pada semangat
membangun kebersamaan, sehingga “rasa memiliki” menjadi
faktor dominan dalam diri anggota dalam mentransaksikan kebutuhannya di
koperasi. Semangat kepemilikan ini harus di drive menjadi kesadaran mengambil
tanggungjawab untuk ikut membesarkan perusahaan milik bersama bernama koperasi.
Dengan demikian, akan terbentuk transaksi subyektif yang didasarkan
pada semangat untuk memperluas kebermanfaatan berkoperasi pada segenap stake
holdernya, khususnya anggota sebagai unsur mayoritas.
Andai rasionalitas manajemen dan semangat
kepemilikan ini menyatu, maka toko koperasi akan mewujud menjadi “simbol ideologi” dari kebersamaan yang terbentuk di koperasi.
Adakah didunia ini hubungan yang lebih rekat ketimbang sebuah hubungan
ideologi?. Bukankah hubungan ideologi terbukti efektif menggerus kekakuan struktur,
jarak dan juga rentang status sosial antar personal?. Intinya adalah, koperasi harus dijauhkan dari
hubungan kepentingan sempit sebatas transaksional sesaat, tetapi harus didorong
menjadi hubungan ideologi yang
menjunjung tinggi nilai-nilai persahabatan, kesetiakawanan, kegotongroyongan
dan saling tolong menolong.
Pemikiran semacam ini tidak bermaksud untuk menilai
rendah inisiasi besar yang telah dibangun oleh Akrindo dalam menumbuhkembangkan
toko-toko milik koperasi di seluruh Indonesia, tetapi “mendudukkan toko koperasi sebagai simbol ideologi” sebagai induk semangat akan lebih
mendorong percepatan visi dan misi yang dikembangkan dan di geluti Akrindo itu
sendiri. Dalam perumpamaan sederhana, tak satupun pasangan suami istri bisa
menghalau laju perkembangan fashion dan tata kelola kecantikan yang telah
membuat generasi muda tampil lebih kinclong dan lebih menarik dibanding
generasi setengah abad, tetapi “ketulusan cinta” yang di kombinasi dengan “kekuatan iman” telah mendorong mereka untuk tetap bersatu dalam ikatan suci pernikahan
yang pernah mereka ikrarkan di kala masih muda. Semoga perumpamaan ini membantu
kita memaknai kedahsyatan sebuah “hubungan ideologi” yang bernama koperasi.
D. Penutup
Andai margin di koperasi hanya
diperuntukkan menutup biaya operasional saja, bisa dibayangkan “berapa banyak peningkatan pendapatan riil” anggota koperasi melalui terciptanya efisiensi
kolektif. Artinya, ketika koperasi SHU 0 (nol) sekalipun bukanlah sesuatu yang
buruk ketika hal itu menjadi kesepakatan sosial dari segenap anggotanya. Hal
ini sangat mungkin menjadi sebuah cara efektif membangun kesadaran akan
kebermanfaatan koperasi secara nyata. Namun demikian, hal ini harus melalui
kombinasi antara keterbangunan kualitas kolektivitas dengan rasionalitas manajemen yang komit
mengusung efisiensi, efektivitas dan medernitas performance pelayanan.
Inilah uniknya ideologi koperasi yang menjunjung
tinggi kebersamaan untuk memperluas kebermaknaan, sebab koperasi lahir bukan dilandasi
pada semangat pertumbuhan modal sebagaimana kapitalis, tetapi membentuk kualitas hidup
melalui kesepakatan sosial yang kental.
Semoga
pemikiran sederhana ini menginspirasi kebaikan, khususnya bagi perkuatan
eksistensi AKRINDO di seluruh penjuru negeri tercinta ini. Bravo Koperasi....!!!!!!
Posting Komentar
.