Awal mula tulisan ini terinspirasi ketika seorang sahabat bertanya apakah saya punya kenalan kyai yang top cer dan bisa membantu karirnya. Tulisan ini juga disemangati oleh keinginan berbagi dan diskusi…juga sama sekali tidak berniat untuk mengajari karena sesungguhnya saya masih jauh dari kategori baik atau mungkin lebih tepat sedang dalam fase menjadi baik, khususnya dalam dimensi Tuhan, Ber-Tuhan dan Ke-Tuhan-an.
Pembacaan saya, hal mendasar yang mendorong sesorang melakukan sesuatu adalah “motif”. Dalam bahasa yang lebih keren kemudian ditasbihkan sebagai mimpi atau “visi hidup”. Menjasi menarik untuk menelusur tentang faktor2 yang menginspirasi tersusunnya sebuah mimpi. Mungkin saja… didasarkan pada unsur keinginan, sejarah/pengalaman/jejak bathin di masa lalu, persepsi lingkungan atas defenisi sukses dan rasional ketercapaian serta ketersediaan daya dukung yang mengarah pada perwujudan mimpi itu sendiri.
Perjuangan dimulai, sejarahpun terbentuk lewat akumulasi peristiwa yang mewarnai hari-hari diperjuangan perwujudan. Keberhasilan atau kebelum berhasilan, harapan atau keputusasaan, adalah bentuk beberapa situasi yang sering akan mewarnai di sesi perjuangan sebuah impian. Keyakinan dimasa lalu selalu terkoreksi oleh pencapaian saat ini. Sebaik atau seburuk apapun kepuasan atas pencapaian kemudian biasanya menginspirasi semangat baru untuk lebih baik. Akan tetapi bukan tak mungkin pencapaian justru memper-lemah spirit ketika terjebak dalam kebuntuan kemampuan menterjemahkan kebelum-berhasilan ke dalam dataran yang bijak. Akhirnya, situasi kemudian yang tercipta adalah “Stres”. Stress sesungguhnya reaksi atas terjadinya deviasi (jurang penyimpangan) antara harapan/impian dan kenyataan. Stress menjadi benar bermula ketika kita membiarkan diri terjebak dalam kebuntuan berfikir dan kegagalan olah rasa berkepanjangan. Kekhawatiran dan was was sering muncul sebagai reaksi atas kebelum mampuan bangkit dan membunuh fikiran2 negatif yang semakin liar dan mengakar. Ada satu pembacaan yang menarik dalam cara fikir yang mungkin tak wajar atau bahkan cenderung mengadili (apalagi membaca tulisan ini pada saat fikiran lagi kalut) …dimana “STRESS” didefenisikan sebagai bentuk nyata tak percaya pada TUHAN. Artinya…manusia telah terjebak pada men-TUHAN-kan logika dan rasa…sehingga ketika kebuntuan fikiran dan rasa terjadi…yang terfikir adalah kematian segera datang.
Dalam tinjauan logika, alur hidup tak lepas dari hukum “sebab akibat”, Artinya…kebelumberhasilan sesungguhnya akibat dari langkah yang kurang tepat dimasa lalu. Namun, emosi tak terkendali berwujud stress…tlah mematikan kemauan untuk berjiwa besar, hasrat untuk auto koreksi atas efektivitas langkah2 diwaktu lampau dan melakukan kontemplasi (perenungan mendalam) untuk menyusun langkah2 ke depan yang lebih baik dan berpengharapan dengan me-refrensi pada peta keberhasilan2 dan kebelumberhasilan2 yang pernah terjadi dimasa lalu. Akibatnya..keadaan tak berubah…dan bahkan sering menjadi lebih runyam.
Dalam tinjauan vertikal…ketika membicarakan muasal pencapaian sebuah prestasi dan karir yang berujung pada reward (materil maupun immateril)…ada baiknya kita mencari jawab atas tanya…sesungguhnya segala sesuatu itu bermula dari mana??... jawabnya adalah “TUHAN/ALLAH sang PENCIPTA”. Dengan segala kekuasaan dan segala sifat yang melekat pada NYA, DIA telah membuktikan bisa “mengadakan” sebagaimana juga bisa “meniadakan”. Dia memberi kerajaan bagi yang di kehendaki NYA dan juga mencabut kerajaan dan bahkan menggantinya dengan kehinaan dari orang2 yang dikehendaki NYA pula. SO…ada satu penegasan pemaknaan dari copy kalam Tuhan tersebut…”ORANG2 YANG DIKEHENDAKINYA”. Dalam pemahaman ini, kalau kemudian kita mengidentikkan “KERAJAAN” dengan sebuah “KEBERHASILAN”…maka kunci jawaban NYA ketemu…cukup dengan MENJADI ORANG YANG DIKEHENDAKINYA… kalau demikian, titik perjuangan sesungguhnya adalah bagaimana fikiran dan langkah2 yang dilakukan menggiring Tuhan untuk menyukai dan menyayangi kita. Tuhan sudah mengaskan bahwa sesungguhnya TUHAN akan seperti pra sangka hambanya kepada NYA. Ini memang gampang dikatakan tetapi tak mudah dalam penerapannya. Tetapi menjadi orang yang disukai Tuhan adalah sebagai jaminan atas pencapaian kebahagiaan dan kesuksesan. Mungkin tak berlebihan untuk berkesimpulan bahwa sesungguhnya keberhasilan ditentukan oleh kemampuan seseorang mengintegrasikan fikiran dan langkah dengan kalam Tuhan. So…hanya diri sendirilah lah yang bisa membantu dan merubah nasib nya sendiri dan orang lain bersifat servant (pendukung).
KIYAI, DUKUN dan KEBERHASILAN
Sub tema ini menjadi menarik. Fakta menunjukkan bahwa banyak orang yang kemudian terjebak membentuk nasibnya dengan mencoba berkolaborasi dengan Kyai atau bahkan Dukun. Ironisnya, banyak yang kemudian berpangku tangan dan menyerahkan segala sesuatunya kepada kyai dan bahkan dukun. Keterjebakan mereka bermula ketika meyakini bahwa “Dukun dan Kyai” berkemampuan membantu untuk mencapai sesuatu. Adalah benar sebagian kecil insan diberi kemampuan oleh Tuhan untuk berkomunikasi dengannya. Tetapi ketika kemudian menempatkan “kyai atau dukun” adalah sebagai “dewa penolong”....maka ke-SYIRIKAN- bermula dan ke-terjerambapan semakin dalam....Tuhan telah di 2 (dua) kan...keimanan telah tergadaikan. Memang tak ada ke-haram-an berhubungan dengan orang-orang yang diyakini mempunyai pola komunikasi yang unik degan Tuhan (kyai atau dukun). Tetapi dasar berfikir untuk berdialog dengan mereka...menjadi kunci untuk terhindar dari ke-SYIRIK-an atau Menduakan TUHAN.
Dengan demikian, ketika bertemu kyai...sesungguhnya yang bisa kita lakukan adalah terbatas pada diskusi/tukar fikiran yang berakhir dengan “saling empati dan saling mendoakan”. JUST THAT...Not More...Not More...Not More...
Alinea diatas menggiring untuk memaknai bahwa sesungguhnya “keberhasilan” adalah akibat positif dari kesesuaian “kalam Tuhan” dengan “fikiran dan tindakan manusia itu sendiri”. Dalam penterjemahan yang lebih sederhana, tugas manusia adalah; (i) dalam kejernihan fikiran membangun niat dan; (ii) dalam kesungguhan ikhtiar menterjemahkan niat dalam tingkatan tindakan. Bahkan ada yang berpendapatan bahwa “niat dan tindakan” sesungguhnya adalah cara menyampaikan pesan kepada Tuhan. Dengan kata lain....akumulasi keringat fikiran dan fisik adalah bentuk doa yang paling sungguh2. Selamat merenung..semoga kesuksesan akan datang dalam lingkar Sabda Tuhan. Hanya pada Tuhan kita berserah dan meminta. Amin
Posting Komentar
.