Disampaikan pada Rakor KOPINDO untuk wilayah DIY dan Jawa Tengah, tanggal 01 Oktober 2010,di Hotel Bronto Suryadiningratan, Yogyakarta
A. Prolog Bernuansa Kontemplasi dan auto koreksi
Atas nama pribadi saya mengucapkan terimakasih atas undangan dan kesempatan hingga bisa bergabung dalam diskusi “perkoperasian” dengan aktivis2 koperasi yang brilian dan masih muda di lingkungan KOPMA-KOPMA DIY dan Jawa Tengah.
Terbersit Tanya besar mengapa dan atas dasar apa Ketua KOPINDO mengundang saya untuk memberikan pencerahan pada forum berkelas ini. Sejujurnya saya merasa kurang percaya diri untuk hadir dihadapan saudara-saudara dalam kapasitas sebagai pembicara, sebab saya sendiri merasa masih harus lebih banyak belajar tentang per-“koperasi-an”, termasuk pada temen-temen KOPMA. Saya hanya berharap dan berdoa semoga di akhir sesi ini, Ketua KOPINDO maupun segenap audience, tak berkesimpulan bahwa menghadirkan saya adalah sebuah kekeliruan besar.
Namun demikian, terlepas belum diperolehnya jawaban atas musabab penugasan ini, saya akan mencoba menterjemahkan amanah ini dalam bentuk sharing informasi, pengalaman serta saling menyemangati satu sama lain,khususnya dalam menumbuhkembangkan sebuah koperasi.
Sekedar sharing dan menyemangati saja, sampai detik ini mayoritas temen-temen seperjuangan dulu (termasuk aktivis KOPMA) sering mempertanyakan mengapa saya tetap setia menggeluti dunia koperasi. Mereka berpandangan bahwa koperasi itu cukup dijadikan sebagai aktivitas sosial saja dan tak layak untuk dijadikan tempat berharap untuk sebuah masa depan yang layak dan menjanjikan. Bahkan sebagai bentuk keprihatinan yang nyata, beberapa diantara mereka menawarkan ragam pekerjaan di berbagai posisi pada sektor non koperasi. Alhamdulillah, saya tidak berkecil hati pada apresiasi dan judgment mereka, setidaknya pendapat-pendapat itu mewakili rendahnya apresiasi masyarakat terhadap organisasi berinisial koperasi. Bahkan sebaliknya, pandangan minir mereka menyemangati saya untuk terus melakukan pencarian atas sebuah tanya, “rasionalkah koperasi diperjuangkan dan diharapkan???”. Jika tidak, selayaknya istilah “koperasi” di bumihanguskan, ketimbang hanya menjadi “jargon” yang menjerambabkan masyarakat ke ruang yang salah.
Setelah 17 (tujuh belas) tahun melakukan pencarian untuk “sebuah jawab” melalui pelibatan diri secara langsung, melakukan telusur logika secara ilmiah atas konsepsi serta merekam rekam jejak realitas mayoritas koperasi, menggiring saya pada satu kesimpulan bahwa “koperasi” layak diperjuangkan dan dimobilisasi menjadi gerakan sosial, ekonomi dan budaya. Kolektivitas dan empowering yang menjadi ciri khas dan melekat pada koperasi, sebagai 2 (dua) alasan pembenar untuk berkesimpulan bahwa ada banyak hal yang pantas untuk diharapkan dari sebuah koperasi. Apresiasi rendah masyarakat terhadap koperasi merupakan sebuah akibat kebelum mampuan mayoritas aktivis koperasi menghasilkan karya yang mencengangkan dan mengundang perhatian banyak pihak. Saya tidak menafikkan bahwa beberapa koperasi telah berhasil membuktikan dirinya dengan ragam karya, namun ironisnya keberhasilan tersebut tak mampu mengubah persepsi masyarakat luas karena keberhasilan semacam itu hanya bisa diraih oleh sedikit koperasi. Sementara mayoritas lainnya, terjebak pada masalah yang tak kunjung menemukan solusinya. Apa sebenarnya yang salah??? .
Satu alasan mendasar tak terbantahkan adalah bahwa koperasi telah meninggalkan jati dirinya. Mereka terjebak memahami koperasi sebatas badan usaha yang hanya berorientasi pada laba. Akibatnya, mereka tergoda berperilaku layaknya non koperasi dan terperanjat dalam persaingan sengit dan berdarah-darah dengan pelaku ekonomi non koperasi. Mereka lupa, bahwa sesungguhnya koperasi tidak bersaing pada siapapun kecuali pada dirinya sendiri. Mereka lalai bahwa titik kunci pengembangan koperasi ada keberhasilan membangung “kualitas komitmen” dari segenap orang yang terlibat didalamnya. Mereka enggan berpandangan bahwa ragam usaha (unit-unit bisnis/layanan) adalah imbas dari terbangunnya komitmen yang kuat dari segenap unsur organisasi koperasi. Mereka cenderung meneriakkan keterbatasan modal sebagai alat pembelaan diri atas ketidakmajuan dan realitas pencapaian yang kurang menggembirakan.
Perjalanan waktu menegaskan sebuah pesan bahwa tak ada yang salah dalam konsepsi koperasi. Koperasi lahir sebagai refresentasi keinginan kuat untuk membangun kebahagiaan bersama. Kebelumberhasilan koperasi semata-mata akibat logis dari ke belum mampuan aktivis koperasi menterjemahkan defenisi, nilai-nilai dan prinsip-prinsip ke dalam tingkat implementasi. Akibatnya, pertumbuhan kebermaknaan berkoperasi cenderung masih jauh dari impian.
Dalam bahasa spirit perjuangan dan social responsibility (salah satu tri dharma perguruan tinggi), sebagai koperasi yang berada di lingkungan kampus dimana para orang-orang pintar bercokol, sesungguhnya KOPMA berpotensi melakukan koreksi atas apresiasi masyarakat yang rendah terhadap koperasi melalui pembangunan karya spektakuler dan mengundang decak kagum. Artinya, secara santun KOPMA harus mampu menciptakan ketauladanan, memberi contoh yang benar bagaimana seharusnya sebuah koperasi berjalan dan menegaskan bahwa kolektivitas bisa melahirkan kedigdayaan. Saya faham bahwa hal ini tak mudah dan membutuhkan waktu, namun spirit dan moralitas perjuangan yang terjaga adalah modal kuat untuk membuktikan sesuatu pada banyak orang tentang “koperasi” dalam arti sesungguhnya. Akan KAH???
B. Memaknai Koperasi Dalam Konteks Sederhana
Dalam kesederhanaan pemaknaan, koperasi adalah “kumpulan komitmen” dari orang-orang yang mempunyai keyakinan untuk “hidup bersama”. Keyakinan yang kuat akan melahirkan keikhlasan untuk menyatukan segala potensi sumberdaya. Mereka menciptakan sinergitas untuk tujuan-tujuan yang mereka defenisikan bersama. Selanjutnya, mereka mencapainya melalui distribusi peran proporsional. Mereka senantiasa menumbuhkembangkan spirit kolektivitas dan sikap egaliter, sebagai cara untuk memperkuat diri dalam menggapai sesuatu yang tak mungkin bisa dilakukan sendirian.
Atas dasar itu pula, koperasi tidak mengenal istilah “keberhasilan atau kegagalan perorangan”. Keberhasilan atau kegagalan difahami sebagai milik bersama dan merupakan indikator obyektif atas kemampuan segenap unsur organisasi dalam membangun kualitas interaksi produktif. Dalam tinjauan operasional sederhana, sesungguhnya mengoperasionalisasikan sebuah koperasi cukup melakukan 3 (tiga) langkah secara konsiten dan berkesinambungan, yaitu; (i) duduk bersama merumuskan mimpi-mimpi; (ii) distribusi peran secara proporsional dan; (iii) duduk bersama lagi untuk melakukan auto koreksi berjamaah dalam rangka menilik pencapaian, mengukur efektivitas peran masing-masing unsur organisasi, me-refresh spirit kolektivitas dan me-redesign mimpi-mimpi berikutnya.
C. Memaknai KOPMA Dalam Kebijakan Berpandangan
Koperasi Mahasiswa alias KOPMA sesungguhnya tidak berbeda dengan koperasi-koperasi lainnya. Adanya istilah ”mahasiswa” yang melekat pada namanya hanyalah sebuah penegasan bahwa koperasi tersebut dihuni oleh mayoritas insan kampus berstatus maha-siswa. Dari sisi nama, sesungguhnya pencantuman kata ”MAHA-SISWA” punya konsekuensi logis yang amat berat. Fakta menunjukkan bahwa tak banyak masyarakat berkesempatan menyandang status itu. Disamping itu, sampai detik ini, masyarakat juga masih berkeyakinan untuk memandang bahwa status maha-siswa dekat dengan istilah cerdas dan brilian.
Dalam bahasa moralitas perjuangan, selayaknya KOPMA membuktikan dirinya sebagai sebuah koperasi yang pantas untuk ditauladani. KOPMA sebagai ”media pembelajaran” jangan difahami sebagai pembenar untuk selalu berbuat salah yang sering dikemas dalam bahasa trial & error. KOPMA seyogyanya mem-fakta-kan dirinya sebagai sebuah organisasi kokoh dan menjadikan jati diri koperasi sebagai landasan untuk berfikir dan berbuat. KOPMA harus me-reposisi diri tidak hanya pintar berpendapat tetapi juga brilian dalam hal berbuat. KOPMA harus mendidik anggotanya tidak hanya menjadi pengamat dan penikmat, tetapi juga menjadi unsur utama yang akan mendorong terciptanya koperasi yang mengakar dan besar.
Sejenak berfikir jernih dan melihat secara obyektif, sesungguhnya KOPMA sangat berpotensi menjelma menjadi sebuah kekuatan yang luar biasa. Pada dirinya terhimpun orang-orang cerdas dan berakal tinggi, pada dirinya terakumulasi berbagai potensi dan sumber daya, pada dirinya melekat potensi kebutuhan yang menginspirasi lahirnya beragam unit layanan (bisnis), pada dirinya melekat berbagai ragam potensi koneksitas yang mampu mendorong akselerasi. Fakta-fakta ini merupakan faktor-faktor yang lebih dari cukup untuk melahirkan sebuah koperasi yang besar. Kalau kemudian misalnya, realitas KOPMA saat ini tidak seperti telusur logika diatas, berarti ada sesuatu yang kurang tepat. Spirit untuk melakukan auto koreksi berjama’ah adalah modal awal untuk mengurai core problem dan sekaligus menyusun kerangka solusi integratif.
D. Gagasan-Gagasan Liar Membangun Kopma
Dari perspektif telusur logika dan uji empiris menegaskan koperasi sebagai sebuah ideologi layak dan rasional untuk diperjuangkan. Kata ”kolektivitas dan empowering” yang melekat dalam keseharian koperasi membuat pantas untuk membangun asa dan mimpi indah. Disisi lain, dengan segala potensi yang melingkupinya, KOPMA mempunyai potensi dan talenta besar untuk mempesonifikasikan dirinya sebagai organisasi yang besar dan mengakar. Permasalahannya sesungguhnya terletak pada ”perumusan cara” dalam mewujudkannya.
Dalam keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, berikut ini saya mencoba mengemukakan 2 (dua) gagasan stimulan yang sekiranya bisa menginspirasi segenap audience, yaitu :
1. Dari sisi organisasi, Kopma perlu me-refresh spirit dan moral perjuangannya. ”Jati Diri Koperasi” seyogyanya difahami tidak sekedar ”pembeda” tetapi juga sebagai inspirasi dan referensi dalam merumuskan setiap langkah memajukan organisasi dan usaha KOPMA. Hal ini tidak hanya pada tingkat pengurus, tetapi juga pengawas dan bahkan anggota (sebagai populasi mayoritas). Salah satu alat efektif untuk membumikan spirit berkoperasi adalah mengoptimalkan fungsi edukasi. Apapun ragam bentuk dan polanya, edukasi yang dilakukan harus mampu membangun pemahaman dan pemaknaan yang benar tentang berkoperasi. Sikap ”Saling asah dan saling asuh” harus diberdayakan sebagai alat untuk mencetak para anggota yang secara sadar mengambil tanggungjawab untuk menjalankan peran agen yang mensosialisasikan nilai-nilai koperasi. Akumulasi pemahaman yang benar tentang koperasi akan menjadi embrio pembentukan spirit kolektivitas yang berimplikasi pada pecepatan perwujudan mimpi-mimpi KOPMA.
2. dari sisi unit layanan (usaha), Kopma harus melakukan auto koreksi berjamaah terhadap potensi keterlibatan pengurus, pengawas maupun anggota yang mayoritas berstatus maha-siswa, dimana melekat beban kuliah dan berbagai tugas kampus yang harus diselesaikan. Artinya, perlu pengkajian mendalam apakah pelibatan sumber daya non anggota diperlukan untuk lebih menjamin speed (kecepatan) dan konsistensi KOPMA dalam hal mengoperasionalisasikan organisasinya. Pelibatan SDM non anggota (karyawan atau para profesional) tidak difahami sebagai bentuk ke tidak cerdasan mahasiswa atau sebagai cara melepas tanggungjawab, tetapi hanya sebatas cara untuk mengatasi keterbatasan waktu yang ada pada pengurus, pengawas dan anggota. Untuk itu, perlu adanya distribusi peran yang tegas antara barisan SDM non anggota (karyawan dan kaum profesional) dengan segenap owner KOPMA (pengurus, pengawas dan anggota). Sering ada kekhawatiran yang kuat ketika dilakukan pelibatan karyawan dan profesional. Hal ini dikahawatirkan menggerus peran dan ruang ekpresi pengurus, pengawas dan anggota. Sejujurnya saya katakan bahwa pemahaman itu cenderung keliru. Ini hanya model distribusi energy untuk sebuah sinergitas demi terjaganya kecepatan dan konsistensi operasionalisasi sebuah KOPMA.
E. Penghujung
Demikian beberapa pemikiran sederhana yang bisa saya paparkan dalam forum istimewa ini. Semoga bisa men-stimulan berbagai pemikiran dan spirit baru dalam menumbuhkembangkan KOPMA dan sekaligus menciptakan ketauladanan bagi koperasi-koperasi lainnya. Sekedar penyemangat, kita tak akan pernah besar sepanjang kita membiarkan diri tetap kecil. Selamat berkontemplasi dan melanjutkan perjuangan. Semoga keterlibatan kita dalam koperasi menjadi satu alat untuk lebih mulia di pandangan Tuhan. Amin
Posting Komentar
.