MEMOBILISASI POTENSI LEWAT MANAJEMEN CERDAS | ARSAD CORNER

MEMOBILISASI POTENSI LEWAT MANAJEMEN CERDAS

Kamis, 25 November 20100 komentar

Pendahuluan

Semua pelaku bisnis menyadari strategi apapun yang diterapkan adalah percuma  ketika tidak mendapat respon positif dari konsumen. Hal ini mempertegas bahwa jaminan masa depan perusahaan terletak pada  konsumen/pelanggan. Berbagai strategi mereka coba kembangkan untuk bisa melokalisir konsumen sehingga mereka bisa memetakan  siklus bisnis mereka. 

Koperasi tidak perlu melakukan hal yang demikian sebab “lokalisir konsumen”  telah terbentuk ketika koperasi itu pertama kali berdiri. Apa benar demikian ???

Setiap manusia tidak lepas dari kebutuhan. Kumpulan orang identik dengan kumpulan kebutuhan. Kumpulan kebutuhan identik potensi kebutuhan yang memotivasi lahirnya berbagai bentuk usaha?. Bukankah koperasi merupakan kumpulan orang-orang yang berarti juga kumpulan kebutuhan?.  Kalau begitu, adakah potensi koperasi dalam membangun usaha ?. Kalau para pengusaha lain berusaha mati-matian melokalisir konsumen untuk memenuhi kebutuhannya, haruskan koperasi melakukan hal demikian ???.

Secara sadar dan rasional, para pelaku bisnis mengakui konsep koperasi merupakan bentuk perusahaan masa depan.  Namun, “ketidakmajuan mayoritas koperasi” dan “kealfaa-an koperasi dalam memahami keunggulannya secara utuh” merupakan kesempatan emas bagi mereka untuk terus mengembangkan bisnisnya. Sampai kapan mereka akan terus berkembang dan mengendalikan ?. Sampai kapan kesadaran kita datang dan bertekad untuk membuktikan dan mengambil alih kendali ?.

Makna Manajemen Usaha

Dalam perpsektif liar, manajemen usaha adalah langkah-langkah sistematis   menguji keyakinan  apakah  sebatas mimpi  atau   benar-benar menjadi nyata. Keyakinan yang dimaksud adalah  satu bentuk kesimpulan akhir dari analisa komprehensif  terhadap potensi ekonomi dari sebuah peluang, sehingga membawa kita pada titik semangat untuk meraihnya. 

Memaknai  Manajemen Usaha Koperasi

Dalam tingkat defenisi, tidak ada perbedaan signifikan antara manajemen usaha dengan manajemen usaha koperasi. Akan tetapi, masuknya istilah koperasi menggiring kita pada batasan defenisi kesejahteraan sebagai tujuan berkoperasi.

Defenisi “Kesejahteraan” Sebagai Tujuan dan Indikator Keberhasilan

Untuk mempertegas “ROH” usaha koperasi, perlu terlebih dahulu mendefiniskan secara tegas tentang “kesejahteraan”. Hal ini dimaksudkan untuk melahirkan pemahaman  yang  sama di tingkat semua unsur organisasi. Pemahaman yang sama ini tidaklah sebatas defenisi, disamping berfungsi sebagai sumber motivasi bagi semua unsur organisasi untuk mengambil peran proporsional sesuai dengan posisinya masing-masing, juga berfungsi sebagai indikator yang pasti untuk melakukan evaluasi.

3 (tiga) Alternatif defenisi tujuan dan hakekat Keberhasilan Berkoperasi
Ada tiga alternatif untuk merumuskan defenisi kesejahteraan. Pertama, kesejahteraan  didefenisikan  sebagai kemanfaatan immateril (tidak mengedepankan SHU). misalnya pada koperasi pengrajin tahu lewat berkoperasi akan mampu mendapat pembinaan yang  berkesinambungan dalam meningkatkan kualitas tahu dan pada gilirannya akan berimbas pada terciptanya peluang penjualan tahu yang lebih besar. Dalam contoh yang lebih radikalatau lebih gila lagi adalah menerapkan target SHU O (nol) pada koperasi yang memiliki usaha yang sudah mapan secara manajerial. Kedua, kesejahteraan di defenisikan sebagai kemanfaatan materil yang dinotasikan dalam istilah SHU (sisa hasil usaha) dalam besaran tertentu. Ketiga adalah campuran keduanya. Misalnya, sebuah koperasi memiliki usaha simpan pinjam dan toko. Kemudian  toko ditetapkan sebagai unit usaha yang tidak mengambil untung dengan cara menetapkan kebijakan penjualan harga pokok khusus kepada anggota.

Pada alternatif manapun pilihan dijatuhkan adalah sah-sah saja sepanjang  benar-benar menjadi sikap bersama (seluruh /mayoritas unsur organisasi).

Alinie diatas sekaligus membawa satu kesimpulan sesungguhnya keberhasilan berkoperasi terletak pada  nurani seluruh unsur organisasi. Kalau mayoritas mengatakan “senang dan bahagia berkoperasi” walaupun SHU nya tergolong minim, itu merupakan koperasi yang berhasil. Dari, untuk dan oleh anggota koperasi itu lahir sehingga naluri bathin anggota pulalah yang akan menentukan tingkat keberhasilan dan kegagalan sebuah koperasi.

Mengukur Bathin ????

Bagaimana cara mengukur “bathin” anggota yang demikian variatif ?. koperasi cukup membuat pooling/kuisioner dengan satu pertanyaan : “Apakah anda berbahagia lewat berkoperasi ?? ”. Kemudian sediakan  tiga  kolom jawaban : (a) Ya; (b) belum; (c) Tidak. Besarnya Prosentase mengatakan “YA” merupakan alat ukur yang valid seberapa jauh tingkat keberhasilan koperasi.  Prosentase  yang menjawab “BELUM” merupakan gambaran obyektif  jumlah anggota yang belum merasakan manfaat koperasi secara maksimal.  Namun demikian masih mengandung toleransi,  dan kesabaran menunggu serta masih punya keyakinan akan kondisi yang lebih baik di masa depan. Sementara itu, prosentase yang menjawab “TIDAK” merupakan warning/peringatan bagi para pengurus untuk lebih hati-hati dan segera melakukan langkah-langkah perbaikan yang terencana, terkendali dan berkesinambungan.

Walau “tata Bathin” cenderung subyektifitas,  namun sejujurnya harus dikatakan bahwa untuk itulah pengurus dan badan pengawas ada. Teknik melokalisir dan membentuk persepsi dan ekspektasi/anggota  serta tahapan pencapaiannya  tentu faktor penting dalam pengelolaan organisasi dan usaha secara keseluruhan.   Bagaimana membahasakan mimpi dan tahapan realisasi kepada anggota tentu akan berimbas pada kadar kesadaran,kesabaran dan sekaligus tuntutan anggota terhadap laju perkembangan koperasi yang mereka miliki secara bersama-sama.

Untuk itulah, koperasi mengenal istilah pendidikan dimana metodologi pendidikan harus diformulasikan sedemikian rupa sehingga  mampu membangun emosi komunitas, kesadaran mengambil peran dan tanggungjawab semua unsur organisasi dalam proses pencapaian tujuan koperasi . Dengan demikian, perkembangan koperasi akan sejalan dengan adanya peningkatan kesadaran  seluruh unsur organisasi koperasi dalam mengambil peran proporsional.


Manajemen Usaha Dalam Tinjauan Teknis Implementatif/Terapan.

Pada pilihan manapun jatuhnya defenisi kesejahteraan sebagai tujuan, dalam tinjauan hakekat teknis implementataif tidak terdapat perbedaan radikal. Unsur-unsur efektifitas, efisiensi dan produktifitas adalah tiga hal yang menjadi perhatian para pengurus/pengelola dan juga badan pengawas.

Untuk mendapat gambaran yang lebih jelas, berikut ini akan dideskripsikan secara jelas tentang manajemen  usaha baik untuk koperasi dan juga sangat memungkinkan untuk  bisa diaplikasikan pada  lembaga usaha non koperasi.

Menelusur Lahirnya Usaha
Usaha lahir diawali adanya ide/wacana/isu potensi yang mungkin tampak menarik dan selanjutnya diukur dengan cara menyusun studi kelayakan. Walau dalam proses studi kelayakan tidak lepas dari  data-data yang bersipat forecasting/perkiraan/prediksi, setidaknya   mampu memberi gambaran yang sangat berguna dalam proses pengambilan keputusan. Ketika  studi kelayakan ini berakhir pada titik kesimpulan layak, maka selanjutnya dilakukan langkah-langkah penggarapan peluang/ide tersebut.

Penggarapan sebuah peluang/potensi merupakan hasil olah fikir dan perpaduan antara sumber daya manusia (SDM) dan Modal (capital) yang terangkum dalam  konsep strategi yang sitematis.  

Untuk semua urusan yang berkaitan dengan SDM,  biasanya  melekat pada fungsi personalia yang dalam teknis operasionalnya bergulat dengan ; (a) rekruitmen; (b) pendidikan & pelatihan ;(c) penempatan; (c);mutasi; (d) reward & punishment. Apapun  bentuk formulasi/racikan di lingkup kepersonaliaan haruslah menghasilkan “semangat dan harapan” bagi seluruh SDM yang terlibat dalam proses  operasionalisasi usaha. Dengan demikian, mereka akan  menunjukkan dedikasi yang tinggi terhadap segala peran dan tanggungjawab yang dipercayakan kepada mereka. Dalam kondisi yang demikian, harapan atas terciptanya iklim kondusif dan kinerja yang tinggi senantiasa terjaga, terpelihara dan terbuka. Hal ini berarti masa depan perusahaan akan tergambar sedini mungkin.

Sementara itu, Capital (modal) merupakan alat/tool yang berfungsi sebagai  fasilitator hasil olah fikir  manajemen  yang terdeskripsi dalam strategi.  Pada masalah capital ini, biasanya tidak lepas seputar permasalahan; (a) bagaimana teknik perolehan modal baik modal yang bersumber dari  internal maupun  eksternal; (b) pengelolaan modal yang biasanya ikut terangkum dalam konsep strategi;(c) pengamanan yang kemudian melahirkan sistema kuntansi dan ;(d) pengukuran yang berakhir dengan tersajinya laporan keuangan.

Formulasi antara SDM dan Modal  inilah yang  dijadikan strategi  untuk memobilisasi segala isu/peluang/potensi menjadi nyata dalam bentuk laba. Dalam hal menyusun strategi, manajemen/pengelola harus memperhatikan faktor-faktor lingkungan  mempengaruhi efektifitas aplikasi strategi trsebut..   
 
Efektivitas Strategi

Tidak ada yang pasti atau kekal dalam bisnis/usaha.  Demikian juga halnya dengan efektivitas sebuah strategi. Deviasi/penyimpangan asumsi-asumsi  sangat berpotensi menyebabkan penyimpangan prediksi keberhasilan. Pengalaman empiris menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi bisnis/usaha begitu dinamis dan selalu mengalami perubahan. Oleh karena itu, tidak ada pilihan bagi manajemen kecuali beradaptasi pada perubahan itu sendiri, jika tidak usaha yang dikelola dipastikan akan terlindas oleh waktu karena penerapan strategi yang sudah usang dan tidak menarik bagi konsumen.

Dalam hal penyusunan strategi, manajemen bisa melakukan 2 (dua) hal. Pertama kreasi mandiri yang dihasilkan dari pergulatan ide dan instuisi dari segenap manajemen internal. Kedua, menyerap dari pengalaman empiris perusahaan lain.  Untuk langkah ke dua ini,  manajemen jangan  terjebak dan menelan mentah-mentah atas keberhasilan penerapan strategi di perusahaan lain. Manajemen harus terlebih dahulu menganalisis secara rigit apakah asumsi-asumsi penerapan strategi tersebut benar-benar tepat dan sesuai dengan kondisi  dimana anda berada. Dengan demikian manajemen akan terhindar  dari duplikasi gelap mata.   Manajemen bisa menerapkan konsep 3M (melihat,meniru dan menambahkan). Konsep ini merupakan model duplikasi adaptif dimana dalam meng-copy/meniru  satu strategi tetap memperhatikan unsur kehati-hatian dan melakukan perubahan-perubahan yang diperlukan .

Share this article :

Posting Komentar

.

 
Copyright © 2015. ARSAD CORNER - All Rights Reserved